Paras seorang gadis saat pertama kali aku kenal, ketika melihat sebuah vidio yang dibagikan oleh adik saya di group via whatsapp. Video yang ditayangkan di youtube itu, menyanyikan lagu dalam bentuk vokal group yang dibawakan oleh mahasiswa/i UNIKA Santu Paulus Ruteng.
Dalam vidio yang berdurasi empat menit itu, merangsang indera penglihatan dan pendengaran saya mengarah pada lagu dan musik yang dilantunkan serta memusatkan perhatian saya pada dirigennya.
Pesona kecantikan yang ada pada gadis itu serta penampilannya yang begitu indah pada saat dirigen membuat saya terpikat. Apalagi didukung oleh goyang lengoknya membuat saya semakin jatuh hati padanya. Tak dapat kupungkiri lagi bahwa aku telah menaruh hati padanya.
Kau memang tampak mengagumkan, melihatmu dari video dirigen yang ditayangkan di youtube saja rasanya aku ingin menghabiskan hidupku bersamamu, tapi itu semua hanyalah sebatas anganku yang terlalu berlebihan. Aku hanya bisa mengagumimu dalam diam.
Tidak sampai di situ, saya coba hubungi adik saya untuk meminta nomor whatssappnya. Kebetulan adik saya yang membagikan video ketika awal saya melihatnya, satu kelas dengan dia.
Begitu adik saya kirim nomor whatssappnya, saya sangat senang karena wanita yang saya kagumi itu bisa bertemu dan berkomunikasi di ruang whatssapp.
Lalu, saya pun memulai chatingan dengan seorang dirigen yang super cantik itu. “Hallo. Salam kenal, saya Rikus dari jurusan sosial ekonomi pertanian”. Kemudia ia mebalas chattingan saya. “Halo juga kak, mohon maaf nomornya dapat dari mana?” “Saya dapat nomornya dari adik saya tadi, namanya Nadus”. “Oh, baik sudah kak. Itu saya punya teman kelas”, katanya. Saya tanya balik, “enu nama siapa dan jurusan apa di UNIKA St. Paulus Ruteng?” Ia pun menjawab, “nama saya Moni, jurusan keperawatan”. Setelah itu, saya mengirim pesan. “Enu punya dirigen tadi keren sekali, apalagi dengan goyangnya sangat sesuai dengan irama musik dan lagunya”. Lanjutnya, “saya sangat terpesona dan baper dengan penampilannya tadi. Entah apa yang membuatku tertarik dengan menampilanmu, hingga rasa ini tidak bisa dibendungi lagi”. Lalu mengirimkan balasannya.”Terima kasih kaka”.
Sekitar dua bulan lamanya, kami dua berteman di media sosial, baik itu via whatsapp maupun di facebook. Walaupun pertemanan melalui media, serasa hubungannya sudah lama dan komunikasi pun semakin intim.
Saat pertama kali aku tahu tentangnya, entah mengapa rasa kagum ini selalu muncul. Meski kita tak pernah bertemu, tak pernah bertegur sapa bahkan bertatap muka. Rasanya hati ini menaruh dalam kehidupannya.
Entah dia peka atau tidak dari setiap tutur kata dan perbuatan yang pernah saya lakukan di kehidupanya. Bagi saya itu tak mengapa, kehadirannya telah mengubah begitu banyak hal di dalam diri saya.
Selasa, 02 Agustus 2022 merupakan hari yang begitu menjengkelkan dan penuh rasa kecewa atas perbuatan yang ia lakukan terhadap saya. Walaupun masalah sepele, tetapi bagi saya itu sangat memalukan di depan publik. Padahal yang saya lakukan itu sudah konfirmasi dan atas persetujuannya dia. Tiba-tiba tidak secara hormat menyuruh saya untuk menghapus kembali postingan yang saya muat di media online. Atas dasar itulah yang membuat kami berdua bertengkar sampai sekarang ini. Saling menonton story di whatsapp, tetapi tidak berani komentar. Begitupun di facebook, saling tanggap super setiap kali menaikan foto di cerita.
Jika seandainya suatu waktu tanpa sengaja, engkau tiba-tiba rindu padaku, katakan saja tak perlu kau ragu! Mungkin cintaku tak pantas untukmu saat ini. Tapi kamu harus tahu bahwa aku tak pernah merasa paling benar mencintaimu. Aku hanya ingin mencintaimu dengan benar.
Ada yang bilang menunggu dan melupakan itu menimbulkan rasa benci dan sakit hati. Ada juga yang bilang menunggu dan melupakan itu menyakitkan. Tetapi pada kenyataannya, rasa kecewa dan menyakitkan itu terjadi, ketika kamu tidak tahu harus menunggu atau melupakan Untuk menjawab semuanya ini, akan saya bawakan puisi. Tetapi ini, saya ibaratkan kau seperti senja pada kala itu.
Puisi: Menunggu Senja di Bukit Silvia
Di bukit Silvia sembari menatap cakrawala, tubuhku bersandar didekat bebatuan Ku menanti jinggamu yang mempesona di hamparan semesta Sambil menikmati panorama yang menghiasi bukit itu
Kucoba alihkan pandangan ke ufuk barat, dengan hasrat rona jinggamu tersenyum kearahku Entahlah, ternyata itu hanya bualanmu Beranjak dari luka yang telah pergi Aku menunggumu senjaku Disini aku sangat merindukanmu Kapan pun engkau hadir, aku tetap menunggumu di bukit silvia Mungkin batinku selalu bertanya, kapan aku menjemputmu? Senjaku… Ketika engkau menemukan waktu untuk hadir, Janganlah cepat berpamit Jangan kau terburu-buru Berikan aku kesempatan untuk menanyakan kepastianmu.
Cerpen Karangan: Aventus Purnama Dep Blog / Facebook: Adventuz Dep Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian UNIKA Santu Paulus Ruteng