Untukmu, yang aku jaga dari jauh. Juga yang selalu ada ketika tangisan alam perlahan membasahi punggung bumi. Aku cuman mau bilang, rindu. Itu saja.
Senja datang lagi. Kilauan orangenya sempat memenuhi bentangan semesta, lalu menghilang seketika. Entah ke mana. Belum sempat ku mengabadikan, ia sudah menghilang. Lantas ku berlari dan terus berlari, mencoba mendaki sebuah gundukan tanah. Berharap aku kembali menemukannya lagi. Namun toh demikian, rupanya perjuanganku tak menuai suka. Entahkah aku yang terlambat ataukah senja yang terlalu cepat berlalu. Aku terdiam, tak mampu melirik jauh, lantaran impain bertemu masih juga hampa. Aaahhh.., senja mengapa pergimu begitu dini?
Aku tahu, semua penghuni semestapun tahu, bahwa senja akan datang lagi. Namun, yang aku rasakan saat ini tak seorang pun tahu. Ini tentang satu rasa yang pernah aku jaga hingga saat ini. Dan, aku juga yakin bahwa kepergian senja tak akan pernah sanggup melenyapkan ataupun memberantakkan cerita indah, cinta dan, rindu dari pandangan, apalagi dari hati.
Hingga di satu malam setelah senja pergi, aku mencoba merangkai kata yang sedemikian indah, lalu kubuang jauh di antara kepungan pekat. Berharap ada yang menemukannya, lalu memberikan buraman itu pada senja.
Kepadamu yang bernama senja, Kaukah pemilik rindu? Ataukah hanya tempat melepas rindu? Aku menanti datangmu.
Di suatu hari yang kosong, kudapati diriku sedang berjalan tanpa tahu di satu dunia yang tak pernah kulihat. Sebuah lorong tak bernama. Asing. Baru kali aku menapaki tapak asing ini. Sejenak aku terdiam, lalu hanyut dalam hembusan rimba yang perlahan seperti membujukku kembali. “Aku ingin pulang”, kembali menemui senja yang hampir hilang. Siapa tahu rasa yang selama ini mengusik sanubari, bersembunyi dalam dekapan senja. Aku harus bergegas. Semoga tak menuai suka.
“Tak perlu takut, apalagi muncul keraguan dalam hatimu”, aku kembali mengeja kata petuah yang pernah kudengar. Lantas aku bergegas, dan benar bahwa aku tak perlu takut, apalagi ragu atau sampai melupakanmu. Dan memang benar bahwa melupakanmu adalah sesuatu yang menyakitkan. Ya, sakitnya seperti luka yang terluka lagi. Lebih sakit. Tapi, itu tidak mungkin terjadi. Sebab raga ini telah menyatu bersama rasa yang abadi. Telah erat abadi dalam lubuk terdalam. Bahwa sepasang rasa yang telah lama diperjuangkan akan selalu abadi. Dan, aku harus yakin bahwa setiap tapak perjuangan yang kulalui memiliki arti yang mendalam.
Hari berlalu. Tumpukan minggu telah melahirkan April, yang katanya ini bulan terindah, yang telah mengabadikan sepotong cerita indah tentang kami dan separuh kisah indah yang tertinggal.
Hari ini 05 April, ketika malam perlahan beralih pekat, kembali aku membongkar kisah lama tentang sepasang rindu abadi yang terbungkus rapi dalam sepenggal rasa. Katanya, rinduku hanya untukmu. Ini kisahku, tentang segenggam cerita indah, tentang sepucuk rasa usang, dan tentang sederet cerita indah diawal bulan yang menyeretku menemui dalam rindu yang utuh. Aku hanya mau bilang, rinduku hanya untuk kamu.
Lembaran putih yang erat kuat dalam genggaman, masih jua polos. Entah apa yang akan kutulis. Akupun tidak tahu, dari mana harus memulai, sebab yang ada di kepalaku saat ini hanyalah rindu yang tak berujung untukmu. Aku akui, saat ini pikiranku kosong. Lantas aku berusaha untuk meyakinkan diriku bahwa aku masih mampu untuk menulis sederet cerita untuk mereka yang aku kagumi, mereka yang telah memberi harapan, dan untuk dia telah membuatku nyaman, dan juga tak lupa kusertakan yang selalu memberi aku semangat agar aku tak lelah menapaki setiap tapak hidup. Terimakasih untukmu semua, dan terimakasih untukmu yang tak menyerah mengajariku banyak hal dan yang telah membuatku kembali tersenyum puas.
Dan katanya lagi, di atas langit masih ada langit. Dipersimpangan jalan aku dituntut untuk memilih jalan yang harus Aku lalui. Satu titik di mana nasib hidup dipertaruhkan. Aku tidak tahu apa yang harus Aku perbuat. Dan saat itulah Aku merasa seantero hidup perlahan redup. Aku memejamkan mata, lalu sejenak membongkar kisah alam yang telah kulalui, di sana ada aneka bahagia yang tertinggal. Aku ingin pulang.
Lantas kubaringkan diri di atas hamparan cahaya senja, membiarkan diriku dimangsa habis oleh amukan badai jaman. Namun, ada rasa yang kembali menopangku, bahwa aku tak boleh menyerah. Dan, akhirnya…, Ahhh, aku harus pulang. Pulang kembali menemui mereka yang sudah memberiku dukungan, dan aneka kata petuah, bahwa hidup tidak dapat dituntaskan dengan kata menyerah. Hembuasan senja kembali menyadarkanku dari lamunan panjang yang hampir merampas duniaku.
Dear penunggu senja, kepadamu kupercayakan siang-malam perjalananku, agar senja yang kukagumi, dan senja yang Kau dan akun tunggu tak mengecewakan. Dan aku masih di sini, bersama senja, akan datang menemuimu. Menuntaskan rasa rindumu, agar sepenggal juang yang Kau genggam tak menemui duka. dan semuanya akan baik-baik saja. Rinduku juga belum tuntas dan masih untukmu. Aku merindukanmu. By. Gadis pengagum senja._F
Dear Pengagum senja… Aku juga masih di sini. Menunggu kepulanganmu, di tempat lama saat kita bersama terjebak hujan dan rasa. Saat di mana kita sama-sama terdiam pasrah, menatap tajam rintik hujan, saat aku menadahkan tangan dibawah percikan, lalu memejamkan mata seolah tak menyetujui percikan itu. Kemudian kita mulai memohon agar Yang Kuasa melihat dua insan yang baru dipertemukan di antara gerimis. Aku masih di sini.
Dear pengagum senja yang aku jaga dari jauh. Juga yang selalu ada ketika tangisan alam perlahan membasahi punggung bumi. Aku masih di sini menunggumu, agar kita bersama menikmati senja yang hampir hilang, agar kita menuntaskan rindu bersama di ujung senja. Kembalilah aku menunggumu di penghujung hari.
Kepadamu malam kutitip rindu yang utuh, semoga kau tak lupa memberinya ketika ia datang bersama senja.
Dear pengagum senja, Aku cuma bilang, rindu. Itu saja. Malam di Kamar sepi, Kota Dingin 06082022 Chezz Patikawa
Cerpen Karangan: Seryz Taku Blog / Facebook: Chezz Seryz Patikawa