Disana duduklah seorang gadis di bangku dekat jendela. Gadis itu terlihat sedang membaca buku. Ribuan pasang mata menatap gadis itu. Menatap karena terpesona dengan gadis itu. Hal ini seringkali terjadi pada gadis itu, akan tetapi gadis itu tetap biasa saja. Gadis itu merasa dirinya biasa saja sehingga orang-orang tak perlu terpesona padanya. Ia sampai heran mengapa orang-orang terpesona padanya. Kira-kira apa yang membuat dirinya memesona di mata orang lain?
Dara adalah nama gadis itu. Anindya Ayu Dara. Dara mengambil jurusan sastra Indonesia. Dara menyukai novel. Dara cukup terkenal di kampusnya karena kecantikannya. Cantik? Tunggu sebentar. Dara merasa biasa saja. Aneh jika orang-orang mengenalnya karena cantik. Tapi tidak menutupi fakta bahwa gadis cantik lebih banyak disukai dan dikenal oleh orang. Siapa yang tidak suka dengan gadis cantik? Tentu tidak ada. Dara acuh tak acuh jika ditatapi oleh ribuan pasang mata. Dara tetap fokus membaca novel.
Tiba-tiba seseorang menepuk pelan bahu Dara. Dara berhenti membaca novel, menutup novelnya yang terangkat tinggi sesaat dan menoleh. Siapa yang tidak terpesona dengan Dara. Lihat saja. Mata Dara yang cantik, alisnya tebal, hidung mancung, serta bibirnya yang tipis. Dengan rambut pendek dan lurus. Hingga seseorang di depan Dara menganga karena terpesona dengan Dara. Alis Dara terangkat. Seolah bertanya apa. Seseorang di depan Dara langsung sadar seketika.
“Eh kak.. eh.. sebelumnya perkenalkan nama saya Rifki Mahardika dari jurusan Sastra Indonesia. Saya mahasiswa baru disini” ujar lelaki itu dengan nada sedikit gugup. Seseorang yang berada di depan Dara adalah lelaki. Dan namanya Rifki Mahardika. Merupakan mahasiswa baru dari jurusan yang sama dengan Dara. Dara mengangguk paham, “terus?” tanya Dara.
“Tadi hm.. tadi.. tadi disuruh minta tanda tangan ke kakak” ujar lelaki itu sambil tertawa dan nada bicaranya masih gugup seperti tadi. Diam-diam Dara tertawa dalam hati melihat tingkah lelaki itu. Kemudian Dara menaruh novelnya, lalu mengambil bolpoin untuk menandatangani.
“Ini kak” kata lelaki itu sambil memberikan buku yang dibawanya pada Dara. Dara langsung menerimanya dan menandatangani. Setelah selesai, Dara mengembalikan buku tersebut pada lelaki itu. “Terima kasih, kak” ucap lelaki itu yang dibalas senyuman oleh Dara.
—
Saat ini jam menunjukkan pukul dua belas siang. Kelas masih belum selesai. Bu Rita masih mengoceh panjang lebar tentang anaknya. Hari ini jadwalnya padat. Dari pukul tujuh pagi hingga pukul lima sore. Setelah itu Dara mengikuti rapat organisasi. Astaga melelahkan sekali. Ditambah tugasnya yang mulai datang dan menyapanya. Hingga membuat jam tidur Dara berantakan.
Dara kini sedang di semester lima. Di semester tersebut sangatlah sibuk. Belum lagi dengan acara organisasi dan komunitas yang diikuti olehnya. Selain jam tidur yang berantakan, Dara juga merasakan pikiran dan hatinya kacau balau. Dara butuh seseorang untuk bersandar. Sejak tadi ponselnya bergetar. Dara membuka ponsel sebentar untuk memeriksa notif ponselnya. Rupanya notif dari Didit.
Didit: free nggak? Didit: lagi dimana? Sama siapa? Didit: Dar… Didit: Dar… Darling… where are you?
Dara membalas pesan tersebut dan segera mengirimnya. Kemudian Dara langsung mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas. Dara sedang tidak ingin mengirim ataupun membalas pesan dari siapapun. Dara sedang malas membuka ponselnya. Dara: sibuk. Jangan ganggu
Siapakah Didit? Didit adalah lelaki yang menyukainya. Didit tetap mengungkapkan perasaannya pada Dara berkali-kali meski tahu jika hasilnya akan ditolak. Namun hal itu tidak membuat Didit cepat menyerah begitu saja. Didit akan melakukan seribu satu cara untuk meluluhkan hati Dara yang dingin bagai es.
—
Entah apa yang dimimpikan Rifki kemarin malam. Mimpinya aneh tapi membuat perutnya penuh dengan kupu-kupu. Rifki bahkan sempat terbangun setelah bermimpi tentang hal aneh. Bagaimana tidak aneh jika mimpinya saja tentang Rifki yang sedang berkencan dengan kakak tingkatnya. Ya. Dara. Dara ikut terlibat dalam acara ospek, sehingga Rifki disuruh untuk meminta tanda tangan Dara. Tidak hanya Rifki. Teman-teman seangkatan Rifki juga melakukannya.
Dan saat ini Rifki dihadapkan dengan sesuatu yang mengejutkan. Bertemu dengan Dara di kantin. Terlihat Dara sedang tertawa riang bersama teman-temannya. Melihat tawa Dara, Rifki jadi ikut tersenyum. Teman di sebelah Rifki memasang raut wajah bingung. Seolah bertanya ada apa dengan Rifki. Tiba-tiba teman Rifki menepuk bahu Rifki. Rifki terkejut. Rasanya seperti ketahuan telah melakukan sesuatu.
“Lihat apa?” tanya Dino, teman yang duduk di sebelah Rifki. Dino merupakan teman sekelas sekaligus sejurusan dengan Rifki. Rifki menggeleng cepat. “Kok nggak?” tanya Dino lagi. Kali ini Dino tampak penasaran. Rifki tersenyum tipis dan menggeleng lagi. Dino mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya apakah serius. Lagi-lagi Rifki menggeleng.
—
“Menurutmu bagaimana, Kei?” Dara bertanya pada Keisha. Kini Dara dan Keisha berada di sebuah kedai kopi yang cukup ramai. Mereka duduk dekat jendela sambil memandangi senja yang mulai muncul. Mendengar pertanyaan itu, Keisha lantas memutar kepala dan menatap Dara.
“Ya… buka hati sedikit aja deh, Dar. Kasih Didit kesempatan untuk mendekatimu” balas Keisha. Dara menggeleng. Dia tak setuju dengan pendapat Keisha. Dara trauma. Takut ketika Dara sudah membuka hati, malah Dara yang terluka. Maka dari itu dia tak merespon lelaki mana pun untuk mendekatinya. Namun dia peka jika banyak lelaki yang menyukainya di luar sana. Hanya saja Dara yang tak sanggup membuka hatinya lagi. Cukup Rendra saja yang membuat hatinya terluka. Selain Rendra jangan.
“Rendra lagi?” tanya Keisha menebak. Dara mengangguk. Keisha menghembuskan napas dan menatap manik mata Dara dengan lamat.
“Terus mau sampai kapan kau membuat Didit nunggu? Didit sudah melakukan banyak cara loh untuk meluluhkan hatimu. Kalau aku jadi kau, mungkin aku sudah beri dia kesempatan. Sudah dua tahun, Dar. Dua tahun bukan waktu yang sebentar” jelas Keisha panjang lebar.
“Susah, Kei. Aku takut kejadian waktu sama Rendra terulang lagi” ujar Dara.
“Dara… Cuma kasih kesempatan aja. Kasih kesempatan bukan berarti harus menerima cinta Didit. Tapi memberi dia kesempatan buat mengenalmu lebih dekat” kata Keisha. Perkataan Keisha ada benarnya juga. Memberi kesempatan tak harus menerima cinta Didit padanya. Alhasil Dara mempertimbangkan pendapat Keisha. Dara hanya butuh waktu untuk berpikir saja.
—
Butuh waktu sepekan bagi Dara untuk memutuskan apakah harus memberi kesempatan pada Didit atau menolak secara kasar hingga Didit membencinya. Dan ternyata Dara memilih untuk memberi kesempatan pada Didit. Dara mengirim pesan pada Didit hari ini. Hendak mengajaknya bertemu. Didit pun mengiyakan.
“Ada apa, Dar?” tanya Didit penasaran. Didit dan Dara bertemu di taman belakang kampus. Keduanya terlihat saling beradu tatap dan merasakan jantung yang berdebar. Bedanya debaran jantung yang dirasakan oleh Didit karena bertemu dengan gadis yang disukainya yaitu Dara. Sedangkan debaran jantung Dara karena sekarang sedang memberi kepastian pada Didit. Kepastian bahwa Didit diberi kesempatan untuk mendekatinya. Dara menunduk sebentar, lalu menatap Didit.
“Aku… aku mau memberimu kesempatan-” ucapan Dara mendadak berhenti karena Didit yang tiba-tiba berdiri dan memeluknya erat. Dara mengedipkan matanya berkali-kali.
“Akhirnya aku bebas mau mengungkapkan perasaanku ke kamu, Dar” ucap Didit sambil masih memeluk Dara.
Cerpen Karangan: Purwati Blog / Facebook: tidak ada dirahasiaka