Susanto namaku. Aku memiliki satu adik perempuan. Kami sekeluarga tinggal di desa terpencil yang bernama Ragajaya di wilayah Kecamatan Banjarsari. Ayahku seorang perangkat desa, sedangkan ibuku seorang ibu rumah tangga biasa namun perannya sangat penting di keluarga kami. Penghasilan ayah yang minim membuat kami harus selalu berhemat. Adikku masih kecil sementara aku baru lulus SMK.
Senin sore ayah baru pulang dari balai desa, beliau membawa sepucuk surat dan diberikan kepadaku. Katanya aku disuruh pak kades untuk ikut “kumpulan” di kantor kecamatan hari selasa esoknya. “Anto.. pak kades tadi bicara pada ayah.. katanya kamu besok disuruh untuk ikut bintek di kecamatan… kamu besok bisa berangkat kan?” kata ayah sambil menyodorkan sepucuk surat tugas bertanda tangan kepala desa. “Besok ya?” tanyaku “bintek apa si yah?” cerocosku pada ayah. “ayah nggak tahu to… kamu baca sendiri surat itu” kata ayah sambil keluar masuk kamar untuk ganti baju.
Rasa penasaranku mulai timbul, kubuka surat itu, rasa penasaranku semakin besar setelah aku membaca surat itu. “Fasilitator Desa??” gumamku. “Fasilitator Desa itu apa yah?” tanyaku sambil “ayah juga tidak tahu, kata pak kades kamu disuruh mewakili desa ragajaya besok untuk kumpul di kecamatan” kata ayah.
Malam itu aku tak bisa memejamkan mataku, gelisah penasaran campur aduk menyelimuti perasaanku. Sepatu, dan lain-lain sudah aku siapkan di pojok kamarku. Aku sudah membayangkan berbagai kejadian yang akan aku alami esok hari…
Jam 07.00 aku sudah berpamitan untuk berangkat ke kecamatan. Suprafitku sudah menanti dari tadi di halaman… kupacu suprafitku, rasa penasaran membuatku tak sabar ingin segera sampai di tujuan. Pukul 07.30 suprafitku sudah terparkir di halaman kecamatan. Rasa deg-degan sudah mulai berkecamuk di hatiku.. perlahan aku masuk di pendopo, ada beberapa orang yang sudah duduk di kursi-kursi yang sudah tertata rapi di pendopo kecamatan Banjarsari… “sudah isi daftar hadir mas” tegus seorang bapak-bapak menyapaku sambil menyalamiku… “belum pak” jawabku agak terperanjat. “tu disitu… isi daftar hadir dulu.. njenengan dari mana?” tanyanya “saya dari Desa Ragajaya pak” jawabku agak grogi. “O… Banjarsari… saya Marwoto dari Sigedang” lanjutnya… “saya Anto pak…” balasku. “oh ya… silahkan isi daftar hadir dulu sana… itutu… di meja pojok” suruhnya sambil menunjuk secarik map merah di meja pojok pendopo.
Kuisi lembar daftar hadir yang ada di map merah itu.. sambil kuperhatikan satu persatu orang yang mulai ramai berdatangan. Rata-rata yang hadir lebih tua dariku.. canda gurau mewarnai pernjumpaan mereka… kelihatannya mereka sudah saling kenal atau sering bertemu… Mungkin hanya aku manusia asing yang terdampar di tempat menegangkan ini… Pandanganku berhenti pada seorang gadis kurus berjilbab di salah satu kursi belakang… hanya dia yang terdiam kaku seperti aku… dalam hati ada sedikit perasaan lega.. ternyata aku tidak sendirian… ada yang menemaniku di suasana yang saat ini aku rasakan… mungkin dia juga sangat grogi seperti aku… Hmmmm…
“Mas Anto.. acara sudah akan dimulai, duduk sini mas” Pak Mawoto yang tadi sempat berkenalan denganku memecahkan lamunanku.. “pak camat sudah rawuh” kata pak marwoto sambil menunjuk sosok wibawa berbaju keki yang menuju meja podium. Akupun duduk di sebelah pak marwoto. “Assalamu’alaikum waroh matulloh wabarokatuh” suara ibu-ibu MC yang mulai membisukan suasana yang tadinya riuh. Bla bla bla… Muqodimah sang MC mulai terdengar… “sebelum acara dimulai saya absen terlebih dahulu nggih..” suara MC terdengat seperti itu… “bagi yang saya sebutkan saya persilahkan untuk tunjuk tangan” peritahnya.
Satu persatu nama-nama asing mulai disebutkan.. hatiku sungguh amat berdebar-debar… aku curi pandang ke arah gadis kurus berjilbab yang mungkin senasib denganku… harapanku aku punya teman yang sama-sama berdebar-debar saat ini… “Naziyah dari Desa Mrawu” suara ibu MC dan gadis itu mengangkat tangannya… “ooo Naziyah to namanya” gumamku dalam hati… lagi… lagi… Nama-nama pun disebutkan sampai giliran namaku berkumandang di soundsystem “Susanto dari Desa Ragajaya”.
Sambutan pak camat membuat aku semakin gemetar “siapa diantara yang hadir yang masih lajang?” busyeeeet… aku harus bagaimana ini… aku angkat tanganku… ada empat tangan terangkat termasuk aku, Si gadis kurus yang bernama Naziyah, satu orang laki-laki yang sebaya denganku, dan satu perempuan yang duduk disebelahnya. “Arif sama Ika sudah mau menikah pak” celetuk salah seorang yang duduk di depan sambil menunjuk laki-laki dan perempuan yang duduk berdampingan tadi.. “ooo… Arif dan Ika” gumamku dalam hati… “ooo… betul begitu mas arif, mba ika?” Tanya pak camat pada dua sejoli itu… “betul pak” jawab mereka. “Alhamdulillah.. berarti sudah laku… Hehehe” seloroh pak camat…
“laaah… ini masih ada dua” lanjut beliau sambil menunjuk aku dan gadis kurus itu. “coba sini ke depan” lambaian tangan pak camat ke arahku dan gadis kurus itu… Plak…!!! Seluruh tulang-tulangku rasanya remuk oleh lambaian tangan pak camat yang seolah menampar sampai ke sendi-sendiku… Aku dan gadis kurus itu dengan lemas maju ke depan. “bu… kasih mic ke mereka” peritah pak camat kepada ibu MC untuk memberikan microphone kepada kami berdua…
“namanya siapa mas” tanya pak camat ke padaku “… Aaaanto pak.. Susanto”… gemetar sekali suara yang keluar dari lidah keluku menjawab pertanyaan itu… “dari mana mas?” Tanya beliau lagi.. “dari Ragajaya pak” jawabku lagi “njenengan belum menikah?” “belum pak”
“njengan namanya siapa mba?” pertanyaan pak camat beralih ke sang gadis kurus “Nnnnnaziyah pak” jawabnya kelu… “njenengan dari mana” “dari Desa Mrawu pak” jawab Naziyahla si gadis kurus. Suaranya terdengar lirih… mungkin dia sangat grogi seperti aku.. dari raut mukanya kelihatan sekali kalau dia sangat amat menahan malu…
“mas Anto dan mba Ziyah… nggak usah takut ya.. nggak usah grogi… dibuat santai saja… Mas Anto dan Mba Ziyah kan juga nanti akan bertugas untuk sering berkomunikasi… pidato didepan masyarakat… jadi mulai sekarang dibiasakan untuk maju ke depan seperti ini… agar mental kalian menjadi berani…” nasihat-nasihat pak camat mencoba menenangkan kami, “hmmmm… Eee.. barangkali juga kalian malah suatu saat bisa menjadi suami istri… hehehehe…” Candaan pak camat membuat merah pipi Ziyah, aku juga amat malu sebenarnya namun pipiku tidak mungkin merah karena sudah terlalu hitam…
TO BE CONTINYU…
Cerpen Karangan: Welas Aprilianto