Senja menerabas isi bumi, mengelabui awan menaruh bintang di ketiaknya lalu meliuk liuk di wajah dan kening wanita itu.
Dia tak bergeming, tak karam ketika ombak derita menerjang nerjang dalam hatinya, kadang dia hanya menepis keringat yang jatuh, lalu menantang lagi, menantang matahari yang bengis, di genggamnya sebuah kotak yang telah ia bawa dan simpan selama berbulan bulan, ia simpan rapi, sangat rapi untuk ukuran wanita desa. Wanita itu naif, konyol, sedikit ambigu, namun hal logis dalam hidupnya hanyalah cinta.
Ia menunggu seorang ksatria pria di dermaga sore ini, harap-harap cemas jika kapal tak jadi datang, jika diurut waktu, wanita itu hampir menunggu selama hampir 3 jam. Dia tak suka bermanja dengan berteduh seperti yang lainnya. Dia memilih untuk tetap berdiri di bawah terik matahari, baginya wanita itu, cinta itu fantastis. Apapun rintangan ia akan hantam, walau konyol akan ia pukul juga rintangan itu.
Detik berlalu, menit mengikut, akhirnya jam juga mulai turun tangan untuk menghantui wanita itu, sore mulai beranjak, senja yang diagungkan mulai menipis dan tak juga kunjung pria ksatria yang ia tunggu berbulan bulan. Tiba tiba ia sakit, sakitnya konyol hampir tak pernah ia sakit. pandangan nanar, kepalanya berat. Wanita itu terjatuh setelah menanti pria yang sangat dicintainya selama hampir 4 jam.
Sebelum ia jatuh, ia berbisik dalam hati “aku harus kuat, aku akan menemuimu, aku tak boleh jatuh” Namun naas, wanita desa naif itu jatuh. Dan pria yang ia tunggu itu tak datang
Cerpen Karangan: Nisca Marsandi