Aku, sangat bersyukur bertemu dengannya. “Ma’af.. aku telat..” “Lama banget.. aku hampir berkarat di sini..” “idiiih..” Dia yang mengenalkanku arti kehidupan, dan sekarang dia berada di hadapanku. Aku yang bersandar pada motorku memandang lepas wajah berseri perempuan itu.
“Jadi jalan?” Tanyanya menyadarkan lamunanku. “Ayo..” Aku beranjak, dan perempuan itu mengekor padaku.
Di taman ini kami mengobrol secara luwes, meski sedikit gugup, sesekali aku mengedarkan pandanganku pada senyumannya. “Uwaaah manis banget” “A-apa?” “nggak.. nggak..” “Kamu.. kamu bilang apa tadi?” Dia sangat antusias. “Nggak.. itu ada ikan cupang di danau.” “Ngaco, di sini mana ada ikan cupang.” Tangan kiri menutup mulutnya, tangan kanannya memukulku. Ughh.. refleks cewek memang seperti ini kah kalau tertawa?. “Sakit woii” teriakanku membuatnya semakin keras memukulku. “Hahaha.. ma’af.. ma’af”
“..aku excited banget.. karena aku jadi ingat pertama kali kita bertemu.” Ujarnya sembari menyeka air mata bahagianya. “ooh.. aku juga ingat! Waktu itu kamu mau membunuhku ke danau itu kan?!” Ya.. aku mengingat kenangan pahit itu. “Tidak kok.. aku tidak sengaja nabrak seseorang yang lagi nyerok ikan cupang di pinggir danau..” “YAA!! ITU AKU.. yang kamu dorong itu aku.” sialnya lagi aku tidak bisa berenang. “Aku kan cuma main layangan” wajahnya seketika menjadi satu. “Ya.. ya.. sudahi sedihmu.”
Aku membawanya berkeliling taman, membelikannya es krim, fast food.. dan, kalian pasti tahu ekspresinya sekarang.. makan, tertawa, senyum, makan lagi.. hingga suasana hatinya kembali ceria. Namun tidak dengan isi dompetku.
“Kamu beneran nggak mau?” “Ngga, untuk kamu saja.” Dalam hati kemudian ku berkata, “uwaah cara dia makan manis sekali TwT” wanita yang duduk disampingku ini mengelap noda makanan yang menempel di bibir bagian atas menggunakan lidahnya. *GHAACK* aku sampai mimisan melihatnya. “Kamu.. darah.. ada darah.. kamu berdarah.” Paniknya, membuatku cepat tersadar. Kucoba sentuh menggunakan jari-jariku.. “A..ahh.. darah.. aaah..!!” Dan benar saja, kurasakan darahnya berwarna merah, hal itu membuatku panik dan lemas.
Sang penerang hari mulai bergelincir ke arah barat, di bawah pohon yang teduh, kami berdua menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa dedaunannya. Dia yang duduk di bangku, dengan sabar menahan beban kepalaku di atas pahanya. “Kamu tuh unik yah.. anak motor, tapi takut dengan darah. Juga gak bisa berenang.” “berisik..” timpalku masih dalam keadaan lemah. Namun dia hanya tersenyum kecil.
Dari balik sapu tangan yang ia pinjamkan, ku sangat mengagumi senyumannya. Itulah kenapa aku mau menemaninya selama 3 tahun terakhir ini. Kebaikannya, kemanisannya, dan terkadang tingkahnya yang tak terduga membuatku enggan untuk tidak memikirkannya.
“Biarkan seperti ini.. sebentar saja.” Ujarku. “Baik.. asal kamu nyaman.” Senyumnya, belaian tangannya, dan angin yang sejuk membuatku terpejam sesaat. Begitu nyaman berada di pangkuannya.
“Kamu tahu? Kamu adalah orang ke-3 yang kusayangi setelah papah dan mamah.”. samar-samar ku mendengar dia berbicara. “..aku sangat senang bisa jalan berdua, riding night berdua, bahkan sehari tanpa kabar darimu, aku merasa gusar. Rasanya aku takut salah satu orang yang kusayangi meninggalkanku.” “Sudah hentikan..” ujarku dalam hati. “..tapi aku sangat mempercayaimu kalau kamu tak mungkin meninggalkanku kan?” “Kumohon jangan teruskan..” batinku. “..aku bahkan sudah mempersiapkan kebutuhan rumah tangga kita nanti, mempersiapkan nama untuk anak-anak kita, dan juga…” Perlahan suara lembutnya mulai menghilang. Ini seperti penghantar tidur buatku. Nyaman sekali, rasanya aku ingin suasana seperti ini selamanya.
Sudah berapa lama ku terlelap? Aku tak tahu? Perlahan kubuka mataku.. ‘aahh.. silau sekali.” Kegelapan yang tiba-tiba berganti menjadi cahaya putih, membuat kepalaku sedikit pusing. Menyadari ada yang tidak beres, ku memicingkan mataku. Dan.. “Kemana dia? hey… Di mana kamu?” Aku hanya seorang diri di bangku ini, “padahal baru saja ku merasakan belaian tangannya di kepalaku, tapi… kenapa dia pergi?”
Ku terus mencarinya mengelilingi taman, dengan berlari dan tak memperhatikan langkah, aku teperosok ke danau. “Tolong.. To…Ng..” Kucoba meraih apapun, kucoba genggam air yang ada di permukaan, namun tidak berhasil. Aku semakin panik. Kala itu ku melihat dia, Perempuanku berdiri di pinggiran danau, terdapat seseorang di sebelahnya. Siapa dia?. “To..long.. hey.. tolong.. a..ku..” Kucoba mendekatinya, namun semakin kuat ku mencoba mendekat, malah semakin tertarik ke tengah danau. “Aku tidak bisa berenang..” “Tolong.. a..ku” “To..long..”
Tubuh pun mulai lemas, perlahan kehabisan oksigen dan melayang menuju kedalaman danau. Kenapa? Kenapa dia tidak menolongku? Dan raut wajahnya pun terlihat biasa seolah tidak terjadi apa-apa, padahal aku tenggelam, dan dia tahu jika aku tidak bisa berenang. Juga siapa orang yang di sampingnya itu? Dalam ujung kehidupanku ini, batinku bertanya-tanya? Kenapa? Dan siapa dia?
Sinar matahari yang menembus air, perlahan mulai terasa gelap. Tubuhku bergerak sendiri menuju dasar danau. Sakit beut anjriiit…
“Kamu udah tidur?” Suaranya lembut sekali, aku mengenal suara itu, jadi kamu masih di sini ya? “Ya.. nih lagi tidur” “Kamu ngaco, mana ada orang yang tidur bicara, hahaha” Mendengar dia berbicara seperti itu, aku tersenyum, bersyukur diriku masih dalam pangkuannya. Berlainan dengan apa yang ada di dalam hatiku, menangis. “Jangan pernah tinggalkan aku” Kejadian diriku tenggelam di danau hanyalah bunga tidur semata. Tapi terasa begitu nyata?
“Sepertinya kita harus pergi nih” ujarnya. Aku pun bangun, kemudian terduduk, dan melihat jam pada pergelangan tangannya. 17.35 waktu tertuju. “..yuk.. dah mau gelap.” Jawabku beranjak terlebih dulu. “Eh, aku masih ada ini nih..” dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. “Taraa.. mau?” Apa yang dia keluarkan membuatku tercengang. “Apaan tuh? Eskrim? Kok? Apa ga meleleh kamu simpan di situ?” “Iya, makanya kamu cepat abisin nih.” Dia memberikan satu padaku. “Tadi pas kamu tidur, aku beli ini.” Sambungnya. Kemudian kami beranjak ke tempat di mana motorku diparkirkan.
“Es krim nya enak, tapi kok dah abis ya..” ujarku “Ya mau gimana lagi, belinya cuman 2. Mau lagi? Kubeli gerobaknya nih.” “Janganlah ngaco, buat apaan gerobaknya.” Kadang-kadang celetukan dia tuh bikin ketawa, hahaha.
Saat sampai di parkiran.. “Terima kasih banyak untuk hari ini, aku senang banget, bisa jalan berdua bareng kamu. Tempat ini adalah tempat di mana pertama kali kita bertemu, dan setiap akhir pekan kamu menemaniku kesini. Semua itu adalah momment yang sangat berarti buatku”
Kulihat matanya mulai berlinang. Aku tak banyak bicara di sini. Ku hendak memeluknya namun kuurungkan. Baru kali pertama ini kulihat ia mengalami kesedihan yang mendalam. “K..kok aku cengeng banget ya .. ahaha” Dia nampak tegar, dan berusaha untuk tidak menumpahkan air matanya. Kemudian dia memberiku sesuatu. Kembali, dia mengambilnya dari dalam tas. “Ini.. aku harap kamu bisa datang di acaraku nanti.”
Dia memberikanku sebuah undangan pernikahan. Pernikahan dirinya dengan seorang pria yang mapan. Kuterima surat undangannya, namun begitu berat hatiku untuk menerima kenyataan ini. “Ya, aku pasti datang” “Terima kasih banyak telah menjagaku, terima kasih telah menemaniku, dan terima kasih juga kamu mau membagi perhatianmu kepadaku” “..terima kasih untuk selama ini.” Itulah ungkapan terakhir darinya, sebelum pergi menuju orang yang menunggu untuknya. Laki-laki yang bersandar di pintu mobil itu mengangkat salah satu tangannya pada kami berdua, mengisyaratkan agar wanita dihadapanku ini mendekat padanya.
Mentari senja mengiringi kepergiannya, meniadakan pertemuan hari ini melalui lambaian tangannya. mereka pun pergi untuk menuju kehidupan yang baru dan bahagia bersama.
Sementara itu aku masih menggenggam sapu tangan miliknya, yang lupa kukembalikan. Surat undangan yang ia berikan, kumasukkan di balik jaket.
“Hidup bahagialah kalian berdua.” Ucapku yang mungkin hanya motorku yang mendengarnya.
Setelah memakai helm, ku menstarter motorku, dan melajukkannya di jalanan. Seseorang yang kusayangi telah menentukan kehidupannya, sekarang giliranku untuk menemukan jalan kehidupanku.
~The End~
Cerpen Karangan: syf