Awal Juli yang merepotkan, bagi dia seorang gadis yang baru saja selesai dengan urusan kampusnya harus pulang dengan sederetan titipan dan juga pemberian. Sambil menghela nafas mengiyakan bujukan orangtua agar segera pulang, malam sebelum pulang ditengah gerimisnya hujan keluar mencari beberapa barang yang dibutuhkan dengan seorang sahabat baikku, kutempuhi gerimis perlahan menjadi hujan yang lebat berkeliling sembari membeli minas pengganti makan malam.
Sudah selesai dengan drama semua barang-barang yang akan dibawa pulang, berbekalan dengan keyakinan bahwa bisa sendirian dengan membawa kardus yang isinya berbagai macam pemberian, tiba paginya untuk berangkat, agak sedikit berbeda dari pulang biasanya.
“Tok tok tok, ada yang nama Wiwin?” kujawab “iya saya pak”, ternyata dia adalah Abang travel yang tak pernah kunaiki travelnya, agak sedikit kesal dengan tanggapannya, tapi ya mau gimana lagi.
Sesampainya di pelabuhan Mengandalkan diri sendri membawa semuanya sampai turun kapal. Agak sedikit lega sudah mau duduk, dengan santainya bertanya kepada Abang-abang yang duduk berjarak “bang, disitu ada orang?”, “Ga ada kak, kalo mau duduk di tengah ya kak” bergumam dalam hati lah kukira temannya, kenapa harus aku yang di tengah coba. Ya mau marah, marah dengan siapa, positifnya ya udah yang penting bisa duduk dulu. Dan tidak biasanya lagi, yang biasa ditanya mau kemana, keadaan seakan ingin mengubah kebiasaan itu, berkata dalam hati “ni orang gak ada niat untuk nanya-nanya gitu, secara perempuan sendiri, dingin amat gak ada niatnya mau pindah gitu” menghela nafas seketika menjadi gadis yang paling ramah.
Memberanikan diri bertanya dengan pria di sebelah kiri, “pulang kemana bang?”, dijawab lah dengan menyebutkan nama tempat yang memang aku tau, dan sedikit perbincangan kecil. kemudian hening kembali. Kembali risih dengan keadaan awal harus memulai pertanyaan yang sama dengan seorang pria di sebelah kanan, kuawali dengan pertanyaan yang sama dan ternyata dia mengenal beberapa orang yang kukenal, kukira bisa menjadi teman bicara rupanya sama saja, sampai disitu hening lagi. Mulai bosan akut dan hanya terdiam kembali sampai tiba tempat tujuan, kebetulan tujuanku sama dengan pria yang sebelah kiri, Abangnya udah naik duluan. Tersisa aku dan seorang pria yang di sebelah kanan, sambil membawa barang kukatakan “duluan ya bang”. sampai di pertengahan jalan terlintas hatiku untuk melihat pria di sebelah kanan tadi, ternyata tatapannya masih sama, aku hanya tersenyum tipis walaupun ditutupi masker.
Dan kukira pertemuanku dengan dua orang pria hanya berakhir disitu saja, isengnya cek Instagram terlintas lah nama yang disarankan, sengaja kufollow. Ternyata di DM dong “Assalamualaikum kk yang di kapal tadi kan?” Katanya, kujawab iya. Agak sedikit panjang pembicaraan. Ku kira habis disitu saja, ternyata berlanjut sampai ke WA dong. Lagi lagi kukira biasa saja. Seiring berjalannya waktu aku merasa ada yang aneh, kok aku bisa? Kok bisa ga cuek, kok bisa sejauh ini. Benar saja semuanya berubah begitu juga dengan perasaan. Nyaman dan segalanya macamnya itu mulai datang.
Sebulan berlalu dengan sangat yakin dengan perasaan yang sama. Trauma lama juga sudah mulai kureda kukira ini nyata, ternyata aku salah. Salah terlalu jatuh bukan di lubang yang sama tapi dengan luka yang baru, baru saja ingin kumulai ke jenjang selanjutnya. Kata maafnya seakan terngiang ngiang di kepala, aku tak pernah terima sama sekali tidak, kucari alasan untukku melupa tapi tak kutemukan.
Pertemanan yang ia minta serasa menyiksa hari hariku. Aku sangat kecewa, Aku yang memiliki trauma percintaan berusaha keras untuk kembali percaya dengan suatu hubungan. Kisahku dengan dia sangat singkat, Namun dia sudah bisa memiliki hatiku dengan hebat, dia sudah mengobati trauma di hati serta menambah luka di hati, hari hari yang kulewati tidak sehari pun dia pergi dari pikiran. Bahkan sampai sekarang, dia tetap menjadi pemilik hati meski tak mungkin lagi kumiliki. Harusnya tak pernah ada kisah kisah itu.
Cerpen Karangan: Wiwen Indayani