Pria dingin, sedikit teman, tidak punya pekerjaan tetap, apartemen, namun bisa nongkrong di warung kopi sampai pagi Mulukmanlah orangnya.
Seorang perantau berumur hampir kepala tiga dan bergelar S.H, yang biasa andil bicara dalam obrolan warkop dikala TVONE menayangkan HeadNews berkedok penyelewengan politik dan hukum bermodal pikiran kritis serta melek teknologi. Toh, dia juga banyak belajar dari warkop seperti bagaimana cara menjelaskan suatu kasus kepada orang awam dengan jelas dan menjaga suasana obrolan warkop tetap santai.
Mulukman terkenal tidak pernah absen setiap malam dalam hal ngopi, walau se-sebat dan nyeruput kopi lawan bicaranya. Tongkrongan mana yang sedang ramai, pasti ada Mulukman di tengah-tengahnya, walau terkadang ia juga terpinggirkan dari lingkaran pembahasan karena tidak dapat andil bagian dalam topik pembahasan. Namun Mulukman percaya bahwa itu merupakan langkah awal menuju ahli mimikri di tengah heterogensi masyarakat.
Dengan mengendarai motor Suzuki Shogun 4-tak, Mulukman berangkat dengan harapan disakunya mencari pencerahan dari Sahabat Letek. Ia mempunyai keluh kesah yang tidak ia temukan solusinya dari pengalaman 4 tahun menjabat sebagai Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri.
Kala itu, warkop Mak Tum yang seharusnya ramai ketika setiap surau telah menyelesaikan agenda malam, terpantau sedang sepi meskipun sekarang adalah malam rabu. Padahal biasanya malam ini kebanyakan ibu-ibu khususnya ibu-ibu Fatayat sedang rutinan pengajian reboan, sehingga kaum bapak-bapak bisa bebas ngopi sampai jam setengah sembilan dan anak-anaknya bisa bebas menonton TV tanpa memikirkan PR untuk esok hari.
“Kemana Bang Karni dan Sahabat Letek yang lain Mak?” Tanya Mulukman sambil mengambil posisi duduk paling depan. “Datang aja belum kok tanya kemana” Sahut Mak Tum sebagai pengganti kalimat tidak tahu. “Iyee, Mak Tum tercantik se-Indonesia Raya… Jutek banget, Sedang datang bulan apa Mak?” Sahut Mulukman nakal. “Jadi pesan apa?” Timbal Mak Tum hendak tidak mau melanjutkan pembahasan. “KSTG Mak, kayak biasanya…” Balas Mulukman secara spontan sambil memalingkan wajah hendak mencari tempat duduk.
Mulukman mengeluarkan rokok camel kesukaannya dari tas slempang hitam berbahan kulit sintetis dan meletakkan Hp di meja. Rokok camel memang rokok kesukaannya dikala sedang dompet mengembang, dan jika ditanya kenapa, selalu ia jawab supaya lancar berbahasa arab, karena di akhirat kelak ada jadwal wawancara bersama malaikat munkar nakir dengan berbahasa arab. Toh, kata pak ustadz masjid tarbiyah, banyak dari umat muslim yang menjawab pertanyaan malikat dengan terbata-bata padahal sudah mengenal bahasa arab sejak duduk di TPQ.
Sudah lama ia duduk termenung sendirian, sambil memutuskan untuk tetap di posisi atau pergi. Rokok mulai menjadi bom waktu menunggu lawan bicara menunjukkan batang hidungnya, Hp sudah lelah ia pandangi, tiada yang mengirim chat secara pribadi dan hanya group yang membuat sosmednya terkesan berguna.
Ia merasa malam ini bukan dirinya-Ia sudah tak mampu menahan tubuhnya untuk tidak berdiri dari kursi tanpa sandaran-karena dihantui oleh perasaan ingin pergi. KSTG pesanannya segera ia habiskan walau sudah dingin sedingin perasaannya kala itu, tiada inspirasi datang bak angin sepoi-sepoi yang hanya melewati orang lain bukan dirimya, tiada perkara penting ada dipikiran Mulukman, yang ada hanya ingin meninggalkan tempat kemanapun itu meskipun pulanglah yang terpikirkan olehnya.
Cuaca tiba-tiba berganti hujan gerimis, tetapi Mulukman adalah orang yang percaya bahwa ia tidak akan basah dikenai hujan bila berjalan dengan tempo yang lambat untuk kisaran sepada motor.
Berkendara dengan kisaran kecepatan 30km/jam membuatnya bisa melihat momen dengan lumayan jelas serta memahami tindakan orang yang ia papas-i. Ia melihat ada anak yang digandeng ibunya dengan erat, yang berarti ajakan untuk pulang dengan segera. Kemudian ia melihat pemilik warung lalapan yang menggulung terpal dengan senyuman syukur tanda ia akan segera menutup warungnya karena dagangannya sudah mencapai target harian.
Matanya tiba-tiba tak mampu berpaling, entah kenapa ada sesosok wanita yang memikat perhatiannya sampai ia lupa akan objek lain di sekitarnya, membuat seakan ruang dan waktu hanya diisi oleh dia perempuan seorang.
“Kenapa Elza sangat cantik?” gumannya dalam hati. Ia tak tahu kenapa dengan dirinya, bahkan sebenarnya Mulukman belum kenal siapa Dia, bahkan namanya. Tetapi dia secara spontan mensimpatinya dengan nama Elza karena hawa dingin yang menyertainya bak es batu berjalan. Dia adalah bentuk kesatuan antara indah, manis tanpa dikecap, dan dingin protektif. Menyukainya tidak memerlukan alasan. Itulah yang terjadi padanya waktu itu, dia terlalu indah sampai notabe cantik atau tidak, montok atau tidak, perawan atau tidak sudah tidak perlu dipertanyakan bahkan terbersit di pikirannyapun juga tidak.
“Aku merasa sudah diizinkan melihatnya saat ini, aku ingin…”. Guman Mulukman dengan ekspresi salting ditutupi oleh Helm hitam SNI Honda yang sudah buram kacanya.
Sepeda motornya sudah bersanding sejajar dengan sang wanita dan berselang 1 detik Mulukman beserta motornya sudah bisa dikatakan sudah berpapasan secara keseluruhan.
“Bodoh, bodoh, bodoh” Desis Mulukman dalam helm SNI. “Mbak…” Sapa Mulukman dengan kekuatan suara yang mungkin hanya bisa didengar oleh ikan paus dan lumba-lumba, itupun kalau ada paus yang segabut itu.
Dia mengambil pandangan ke kiri mencari seuatu yang sedikit mengusik telinganya. Ia merasa tiada yang ia kenal sepanjang mata melihat, dan kemudian langsung melanjutkan langkah kaki dengan pandangan tegap kearah depan. Mulukman merasa dirinya tidak terlihat dalam pandangan si gadis, tetapi hatinya dipenuhi gadis itu seketika itu.
“Kenapa sih, Dia kan cuman jalan kaki, dan aku juga cuman berkendara melewatinya?” Guman Mulukman atas isi hatinya yang terasa penuh.
Perasaan Mulukman kala itu memang sedang tidak jelas, keinginan dia curhat-perihal perasaannya pada sesosok wanita yang ia kenal secara kebetulan di kereta dhoho dalam duduknya dari Jombang menuju tempatnya meraih mimpi-bisa dibilang gagal. Tetapi entah kenapa perasaannya tiba-tiba kembali dan memenuhi hatinya yang kemarin sempat kehilangan bagiannya.
Aneh memang, tapi mau bagaimana lagi? Mulukman hanya diajari Hukum Perdana, Hukum Perdata, Hukum Internasional, dan lainnya sebagai mana kata Fakultas. Tidak ada dalam memorinya cara meluapkan emosi tanpa memikirkan realitas dan peluang. Bagaimanapun dirinya tetaplah dirinya, ia hanya berharap esok matahari akan terbit dengan dirinya yang bangun di pagi hari.
Cerpen Karangan: Ibad Blog / Facebook: Irsyad Gtv Mahasiswa