ORIENTASI: Pukul sembilan malam, disaat matahari mulai meninggalkan cakrawalanya bumi. Nazea Pradivtha, mengusap lengannya yang terasa ngilu karena hembusan angin malam. Hawa dingin seolah menusuk ke dalam tulangnya. Di suatu malam yang menjadi penenang yang selalu ditemani sepi. Ia duduk seraya berlarut dengan isi pikirannya. Pikirannya dipenuni dengan kejadian saat itu, dengan relung jiwa yang tersiksa mengenangnya. Semua hal tersebut terbayang jelas di benaknya. Memang, sesak rasanya ditinggalkan seseorang yang tak benar benar sungguh untuk singgah di hatinya.
“Di antara miliaran manusia engkau bagai perahu kertas yang dibawa ombak untuk berlayar pergi”
RANGKAIAN PERISTIWA: Matahari mulai terbit, sebagai pertanda dimulainya hari baru. Begitu pula dengan Nazea Pradivtha yang kerap dipanggil Zea. Hari ini adalah hari senin, hari pertama ia memulai kehidupan yang baru setelah melewati guncangan dalam hidupnya yaitu dengan bekerja. Setelah ia bersiap ia bergegas untuk pergi bekerja. Semenjak hari pertama ia bekerja, setidaknya ia tidak merasakan kesepian dalam hidupnya. Seperti itulah kiranya keseharian Zea.
Pukul lima sore, Zea menapakkan kaki ke dalam gerbong kereta. Karena masih 3 stasiun yang harus dilewati, lycoris mengusir pikiran kosong dengan menatap jendela kereta.
“Halo kak, mau ini nggak?” Suara itu membubarkan lamunannya kala itu. Zea sontak menoleh seraya bertanya “ya?” Lelaki itu tersenyum, “mau ini nggak kak? isotonik kebetulan saya punya dua” ujarnya dengan memperlihatkan dua botol minum isotonik, Zea menggeleng pelan, disisipi dengan senyum “Enggak, makasih” Senyum lelaki itu tetap melekat pada wajahnya
“Baru pulang kerja kak?” Zea mencoba menjawab senatural mungkin “Hehe iya, kok tau?” “Saya lihat kakak naik dari toko roti di seberang stasiun” jelas lelaki tersebut. Zea melihat lelaki itu memakai pakaian anak kuliahan ia bertanya kepadanya “kamu juga baru pulang kuliah?” “Ah iya kak hehe” balasnya dengan senyum yang melekat
~ pemberhentian selanjutnya, stasiun bakti nusa ~ Setelah pemberitahuan itu, lelaki itu bergegas turun dari kereta seraya berseru pada Zea “Duluan, jangan lupa cek di dalam tas kakak” Zea bingung, namun ia tetap melakukan apa yang diperintahkan lelaki itu. Di dalam tasnya terdapat secarik kertas bertuliskan “jangan bersedih ini saya berikan sedikit senyuman saya biar kakak nggak sedih lagi” – Sagara
Kalimat dalam kertas ini menusuk pada hati Zea, namun juga memberikan kehangatan pada dirinya. Ternyata masih Ada orang asing yang membagikan senyumannya secara tertulis. Zea meremas kertas itu diiringi dengan air mata yang membendung.
Esok harinya Zea menaiki kereta seperti biasanya. Di malam yang menjadi penenang yang selalu ditemani sepi. Tiba tiba ia melihat lelaki kemarin ada di kereta tersebut, lelaki yang memberinya kenyamanan meskipun dalam secarik kertas. Lelaki itu menghampiri Zea seraya bertanya “hai kak! pulang sendiri lagi?” “Eh iya nih” jawab Zea gugup. Hening, tidak ada yang membuka suara di antara mereka.
“Btw, kita belum kenalan ya kak? Nama kakak siapa?” Tanya lelaki itu memecah keheningan diantara mereka. “Eh iya, namaku Nazea Pradivtha” jawa Zea seraya mengulur tangan “Nama aku Sagara Adhiyaksa” jawabnya dengan membalas uluran tangan Zea. Entah kenapa Zea sangat nyaman bersama lelaki itu, mendengar namanya saja sudah membuat Zea terpana.
Zea memberanikan diri berbicara. “Kamu tau nggak? Aku sudah lama sekali tidak menemukan kenyamanan setelah kejadian itu. Sesak rasanya ditinggalkan seseorang yang benar-benar tidak sungguh untuk singgah. Namun, saat kamu datang memberikan senyuman yang tulus lewat secarik kertas, aku menemukan semangat baru. Aku merasa jiwaku terisi sepenuhnya, dan aku sangat berterimakasih untuk hal itu” “Kakak seriusan? Aku juga senang bisa memberikan kenyamanan dan semangat baru buat kakak. Jujur aku juga nyaman deket sama kakak, meskipun kita baru kenal tapi rasa nyaman itu tidak bisa ditepis bahkan untuk sesaat saja” jawab Sagara dengan mata berkaca-kaca
Pada akhirnya Zea Pradivtha menemukan kenyamanan dalam diri Sagara Adhiyaksa yang baru saja ia kenal. Memang benar rasa nyaman dan suka tidak bisa diprediksi mau datang ke siapa dan dimana. Terlepas dari itu kini Zea Pradivtha menemukan semangat baru dalam diri sosok Sagara Adhiyaksa.
Cerpen Karangan: Helfa Ayu Ratna Sari, SMPN 2 PURI / 15