Semua terjadi begitu cepat sampai aku sendiri merasa kenapa masa ini terasa singkat. Banyak orang bilang, masa SMA masa yang paling indah, ah memang indah namun juga menyakitkan. Namun dari sini juga aku bisa lebih tegas dalam mengambil keputusan dan bisa berfikir lebih jauh agar tidak jatuh kedalam lubang yang sama.
Tahun ajaran baru dengan orang-orang yang berbeda membuat diriku agak malas dalam kelas tahun ini. Aku yang susah beradaptasi harus kembali beradaptasi lagi. Hanya ada beberapa teman sekelas yang sama saat kelas 11.
Aku biasa berangkat sekolah bersama Dian. Dian sendiri dahulu satu SMP denganku, namun baru dekat akhir-akhir ini saat SMA. Hari pertama adalah hari yang menentukan tempat duduk di kelas selama satu tahun kedepan. Maka dari itu, aku dan Dian berangkat pagi.
Sampai di parkiran, aku tak sengaja kontak mata dengan Putra. Aku langsung membuang muka begitu saja, karena memang aku sudah muak dengannya. Sampai sekarang aku sendiri tidak mengerti punya salah apa padanya, tiba-tiba mendiamkan aku begitu saja tanpa alasan. Beruntung aku tidak sekelas lagi dengannya.
Untuk pertama kalinya aku didekati oleh seseorang dan berakhir begitu saja tanpa alasan yang jelas, hubungan pun tidak jelas. Lucunya sebulan kemudian Putra memposting dirinya sedang bersama perempuan yang jelas aku sangat mengenalinya, perempuan itu anak MIPA. wajar dia menyukainya dan lebih tertarik padanya daripada aku. Oke oke itu masa lalu. Sekarang harus lebih baik dari pada kemarin.
Tak terasa sudah berjalan 3 bulan dalam kelas 11 ini. Aku lebih dekat dengan teman-teman sekelasku dahulu, karena tidak terlalu akrab dengan orang-orang baru. Pada tugas seni kami disuruh mengecat ember. kelompok terdiri dari 6 orang. Rian langsung tersenyum sebagai kode kalau, Aku, Dian, Lya, Sadam, Rian dan Amar sekelompok.
Semua terasa seperti biasa saja layaknya teman pada umumnya. Namun dimulai saat itu timbul benih-benih rasa suka dan kenyamanan. Aku yang awalnya saja sudah dipermainkan oleh Putra jadi berfikir kalau perlakuan teman laki-lakiku yaa biasa aja, tidak ada yang spesial. Sebelum didekati oleh Putra, aku tidak pernah didekati siapapun. Maka dari itu, aku berfikir aku bukan perempuan yang spesial.
“Ta, lo ngerasa gak sih kalau Rian tuh perhatian banget ke lo?” tanya Dian saat jam kosong, aku yang memang entah tidak peka atau apa hanya mengernyitkan dahi lalu tertawa, “Dia perhatian sama kita semua, kan kita temennya, wajarkan?” balasku tak serius, lagi pula aku sudah nyaman dengan pertemanan seperti ini. “Tapi beda loh perlakuan dia ke o sama ke gue atau gak Lya, bukan cuman gue yang ngerasa” ucapnya lagi yang membuatku menghentikan kegiatan membacaku. Akhir-akhir ini Rian juga lebih sering chattan denganku secara pribadi dibanding grup kita berenam. Tapi bukan hanya Rian, Sadam juga apakah mereka menyukaiku? Ah terlalu percaya diri aku. Tapi aku langsung menepis itu semua, perempuan sepertiku sudah gagal diawal, bagaimana bisa menjalin hubungan dengan waktu yang lama.
Kita berenam selama ini memang semakin dekat dan sering juga pergi ke acara-acara konser secara bersama. Namun merubah status teman menjadi yang lebih spesial sepertinya tidak dulu. Aku tidak sadar kalau hubunganku dengan Rian dan Sadam makin intens. Sesekali Rian marah kalau aku membalas chatnya lama, begitupun Sadam.
Rian dan Sadam sebangku saat di kelas. Entah mengapa jika aku banyak bercanda dengan Rian, Sadam menjadi diam. Aku melihat mereka seperti perang dingin. Rian dan Sadam tipikal orang yang easy going tapi ada apa dengan mereka sekarang. Tak seperti biasanya. Ingin ku bertanya, namun seperti waktunya tidak tepat.
Bell pulang sekolah berbunyi. Aku langsung membereskan barang-barangku namun tidak bergegas pulang, karena memang biasanya aku dan Dian pulang paling akhir. Awalnya aku dan Dian sibuk dengan hp masing-masing. Tiba tiba Dian mengajakku berbicara.
“Belum lama ini Rian cerita sama gue, katanya dia itu suka kalau liat lo” ucap Dian sambil melihat keadaan sekitar. Aku bingung harus bicara apa. “Katanya lagi, lo tuh unik, gue bisa pastiin kalau Rian suka sama lo” tambahnya yang membuat suaraku seakan tertahan di tenggorokan. Aku tidak mau kalau kebersamaan pertemanan ini akan berakhir begitu saja hanya karena perasaan yang tidak bisa dikendalikan.
“Sadam juga cerita ke gue, kalau dia katanya suka sama lo” tambah Dian yang akhirnya membuatku membisu. Mengapa orang sepertiku harus berada di posisi ini. Aku tidak mau memilih. Mereka temanku dan tidak akan berubah. “Gue gak tau Din, kenapa semua berakhir begini” balasku sambil menunduk. “Gue ngerasa mereka cuma penasaran aja, padahal jadi temen bisa kenapa harus kejadian hal yang paling gue takutin” tambahku. “Bagian hati emang gak bisa dikendaliin” balas Dian sebagai penutup.
Mereka teman dekat, teman sebangku juga. Aku sangat takut merusak pertemanan yang sudah mereka jalin. Belum lagi tadi aku melihat mereka perang dingin. Aku bukan perempuan spesial yang pantas diperebutkan.
Aku merasa nyaman dengan kehadiran Rian dan Sadam. Mereka membuat hari-hariku lebih berwarna sehingga terlepas dari rasa sakit yang diciptakan oleh Putra. Aku tidak bisa memilih, karena sama saja akan menyakiti mereka juga. Aku merasa sangat bersalah kalau akan terjadi seperti ini.
Kumpulan yang biasanya ramai, lelucon yang tiada habisnya kini sirna. Masing-masing sibuk dengan pikirannya. Aku memperlakukan Rian, Sadam dan Amar sama rata. Tidak ada yang aku spesialkan. Tapi mengapa menjadi seperti ini.
Sebelumnya Sadam juga pernah mendekati Lya saat kelas 10. Aku juga merasa senang dengan kehadiran Sadam tapi aku juga memiliki perasaan pada Rian. Rahasia ini aku simpan sendiri, karena tidak mau pertemanan ini hancur. Aku tidak mau hanya karena perasaan yang aku rasa hanya sesaat akan merubah semuanya.
Saat sedang asik melamun tiba tiba Putri datang sambil menarik Sadam, “Ini loh Ta, katanya suka sama Lo” seketika wajah Sadam merah padam, aku hanya bisa tersenyum canggung. “Bercandanya kelewatan Lo Put” balasku sambil tertawa. “Sumpah Putri ember banget” ucap Sadam malu. Aku yang bingung dan canggung beralasan ingin pergi ke toilet. Saat didepan wastafel aku berkaca, aku harus apa dan bagaimana kedepannya. Sebelumnya Rian juga pernah bertanya kepadaku, jika dirinya ingin menjadi kekasihku namun dia langsung bilang bercanda dan tidak menganggap itu serius, tapi aku bisa merasakan bagaimana perilakunnya
Saat keluar toilet ternyata ada Rian, ia langsung menggandeng tanganku dan membawa ke belakang sekolah, aku yang benar-benar belum bisa mencerna ini semua hanya diam dan kebingungan. Saat sampai dia melepas genggaman sambil menatapku dengan tatapan teduh. “Ta, temen gue ada yang suka sama lo” ucap Rian yang membuatku membuang muka. “Siapa?” tanyaku serius, tercetak senyum getir di wajah Rian, dia menghela nafas panjang “Sadam, katanya dia nyaman sama lo” jawabnya sambil tersenyum, aku hanya tertawa ringan karena hari ini banyak sekali orang yang senang bercanda kepadaku. Aku memberi Rian pertanyaan “Kalau lo lagi suka sama 2 orang, lo pilih yang mana?” tanyaku sambil duduk di bawah pohon rindang. “Gue bakalan pilih yang kedua, karena jika gue beneran cinta sama yang pertama, gak mungkin gue bakalan ada perasaan lagi sama orang lain”
DAMN!!! Bagai sengatan ribuan lebah ada di hatiku. Mungkin aku sudah mendapat jawaban atas semua kebingunganku selama ini. Namun aku tidak memilih siapapun, detik itu juga aku menjauhi Rian dan Sadam. Aku tidak memusuhi keduanya, namun hanya sekedarnya saja.
—
Aku tersenyum tipis mengingat kejadian 2 tahun yang lalu. Sekarang aku sedang kuliah jauh diluar kota. Sadam mengenyam pendidikan di Jakarta dan Rian bekerja sebagai Barista di sebuah Cafe yang berlokasi ditengah-tengah kota. Dari mereka aku belajar banyak hal. Terimakasih atas pengalaman berharganya.
Cerpen Karangan: Anita Setiawati