Tanpa disadari mereka sudah sampai di gerbang sekolah. Dara buru buru turun dan berjalan dulu meninggalkan Alan yang masih memakirkan mobilnya. Alan pun berusaha membuntuti Dara yang sudah duluan. Alan menarik lengan Dara dan berjalan menjajarinya. “Alaaan, kenapa sih loe.” “Gak kenapa napa, emang kenapa?” Dara membulatkan matanya dan menepis halus tangan Alan. “Kenapa sih loe Ra, gak mau gue pegang?” “Gak papa kita bukan muhrim.”Jawab Dara santai.
Dara bersama Dira menghampiri Alan yang duduk di bangku taman. “Alan, ini cewek yang mau gue kenalin ke elo.” “Ohh.” jawab Alan singkat. “Yaudah gue tinggal dulu ya gue mau ada urusan sama papa.” “Ya hati hati Ra.” Jawab Dira pada Dara. Gak peka banget loe Ra. Dan loe Dira loe gak peduli perasaan Dara dan gue. Batin Alan. Alan memang tau gerak gerik Dara yang menyukainya dan Alan tau persis perasaan Dara yang sebenarnya namun Dara selalu menyembunyikannya. “Hai Alan, kenalin gue Dira.” “Hem.” “Alan temennya Dara kan, kalo misalnya kita temenan mau gak?” “Kalau cuma temenan gue mau asal gak jadiin gue pacar loe.” kata Alan cuek. “Iya, gue cuma pengen jadi temen loe.” “Yahh biasanya nawar pengen temenan tapi ujung ujungnya pengen jadian.”
Dira menghela napas berat. Segitu dinginnya Alan pada dirinya padahal dia terlihat ceria bersama Dara. Dira merasa salah menyangka bahwa Alan adalah cowok ramah tapi kenyataannya begitu cuek dengannya. “Ya udah gitu aja gue cuma mau temenan doang. Makasih.” “Iya, lain kali lebih peka terhadap gue.” “Maksud loe.” “Gue ingin loe peka kalo gue udah gini berarti apa. Paham!” “Iya gue paham.” ” Yaudah sono loe pergi gue mau ada urusan.” “Oke.” Dira meninggalkan Alan sendirian. Hatinya sakit, kecewa terhadap sikap Alan padanya.
Alan memang sebenarnya cowok cuek dingin. Disekolah memang ia populer dan fansnya banyak namun ia selalu menghindar jika ada cewek cewek mengerubutinya. Alan menganggap semua itu mengganggu aktivitasnya. Maka saat melihat Dara yang cuek terhadapnya, Alan merasa cewek inilah pantas diperjuangkan. Cewek seperti Dara baginya tipenya juga pernah menjadi cewek idaman Alan. Perasaan Alan saat melihat Dara hatinya merasakan getaran berbeda saat berjumpa dengan cewek lain.
Dara duduk menunggu papanya menjemputnya. Tadi Dara sudah menelepon papanya. Dara kaget ketika seseorang menepuk pundaknya. “Alan kenapa sih loe mesti ngagetin gue?” “Hehehe.” “Kenapa ketawa gak lucu tau. Bisa gak sih kalo gak ngusilin gue. Emang salah gue apa?” “Yeeee, marah loe. Gue suka aja ngusilin loe, gue suka liat loe marah. Lucu tau.” Dara yakin pipinya pasti sudah memerah. Dara memukul pelan pundak Alan. Alan tertawa, tawanya sangat renyah membuat Dara terpukau. “Ra pulang bareng yuk, loe kemarin udah janji kan?” “Hemm, gimana yaa, tadi gue udah telpon papa suruh jemput. Gimana dong?” “Gimana yaa, telpon balik papa loe kalo gak jadi dijemput gitu kok susah.” “Iya yaa, oke bentar ya.”
Akhirnya Dara pulang bersama Alan. Rasa cinta Dara semakin susah tuk dihilangkan ia bener bener jatuh cinta sama Alan. Tak terasa mereka sudah sampai di rumah Dara. “Makasih Lan.” “Iya sama sama.” Tapi Alan tak pergi pergi membuat Dara bingung lalu menawarkan Alan mampir ke rumahnya. “Gak mampir Lan?” Pertanyaan bodoh. Dara tidak peka dari tadi Alan tidak segera pergi karena ingin Dara menawarinya mampir. Justru Dara malah bertanya mampir gak. Tentu saja Alan mau mampir. “Ya lah masa gak. Loe aja yang gak peka gue nunggu karna pengen main di rumah loe.” Dara melongo. Bodohnya gue. Batin Dara. Dara akhirnya mengajak Alan masuk. Dara berpamitan sebentar untuk ganti baju lalu sekalian mau buat minum. Dara sekarang sudah keluar membawa dua gelas jus alukat.
“Loe mau ngapain main ke rumah gue.” “Gak papa. Oh ya gue mau nanya, jawab dengan jujur yaa.” “Emang mau nanya apa?” Dara kelihatan gugup apalagi melihat Alan yang serius. “Gini Ra loe ngenalin gue dan Dira maksud loe apa Ra?” “Gak ada maksud apa apa cuma Dira minta dikenalin ke elo.” “Tapi Ra dia seharusnya gak minta bantuan loe. Dia kan bisa kenalan sendiri. Dasar pengecut.” Dara kesal dengan pembicaraan Alan yang mengatakan Dira pengecut. “Loe kok gitu sih ke Dira?” “Gini, dia gak peka terhadap perasaan loe kan. Ngaku aja loe.” “Kok jadi loe marah marah sih?” “Sorry Dara gue cuma gak mau loe kenapa napa gue sayang sama loe Dara. “Dara berusaha menahan malu. Ucapan Alan sukses membuat ia semakin gugup. Detak jantungnya tak beraturan. “Udah laah Lan lupain aja soal itu lagi pula Dira cuma minta temenan doang. Jangan kebangetan dong.” Alan menghela napas dia mengalah dan akhirnya diam. Suasana diruangan itu jadi hening. “Ya udah Ra gue pulang.” “Oke, hati hati dijalan yaa.” Alan tersenyum dan melambaikan tangan kearah Dara. Dara membalas melambaikan tangan dan masuk kembali ke dalam rumah.
Ponsel Dara berdering. Dara mengangkat ponselnya dan terpampang dilayar nama Alan.” Ada apa sih Lan? ” “Loe entar ada acara gak? ” “Gak kenapa?” “Mau gue ajak ke Cafe mau gak?” Dara berpikir sejenak, sebenarnya ia mau mau aja ke Cafe. “Oke dehh, jam berapa?” “Malam entar gue jemput.” “Ok”
Dara merasa senang bisa jalan bareng sama Alan. Dia membuka lemari pakainnya lebar lebar. Dia mencoba semua satu satu pakaian. Dara akhirnya memilih dress selutut berwarna cream. Dan mengucir kuda rambutnya yang panjangnya sepinggang. Dara kelihatan lebih cantik hari ini. Memang biasanya ia memakai baju asal asalan yang bergaya tomboy. Tapi hari ini sungguh berbeda, ia terlihat anggun.
Tett, Tett. bunyi klakson di halaman rumah Dara. Dara berpamitan pada Papanya dan berlari keluar. Alan terlihat tak berkedip melihat penampilan Dara. Cantik. Batin Alan.
“Hai.” “Hai juga.” “Wah loe cantik banget Ra.” Dara tersipu malu. Ia segera masuk ke mobil Alan dan mereka berangkat menuju Cafe.Sesampai di Cafe Alan memesan tempat duduk yang kosong. “Ra, loe mau pesan apa?” “Pesan jus alpukat sama Mie ayam aja.” Alan memesan pesanannya pada pelayan. Sambil menunggu pesanan mereka berdua berbincang bincang sesekali diiringi tawa.
Dira hari ini bete sekali karena kejadian siang tadi. Dira ingin sekali pergi ke Cafe. Akhirnya Ia bersiap siap pergi Cafe. Sampai di Cafe dia melihat Alan bersama Dara kelihatan akrab sekali. Hatinya bener-bener kacau saat ini. Keinginannya untuk refresing malah melihat pemandangan yang membuat hatinya panas. Tapi Dira tak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya mengalah dan merelakan Alan untuk Dara. Toh dia orang akhir diantara mereka. Namun Dira tak segera beranjak pergi dari tempat duduknya. Ia ingin mendengar pembicaraan mereka berdua.
“Sebenarnya gue ngajak loe kesini karena gue mau ngomong sesuatu ke elo.” “Mau ngomong apa, ngomong aja kok serius banget.” “Ehmm, g…gu..gue sayang sama loe, cinta sama loe Ra, gue mau loe jadi pacar gue.” Dara menunduk, pipinya memerah. Dara masih terdiam, ia bingung harus menjawab apa. Hatinya memang mencintai Alan tapi juga mengingat Dira juga mencintai Alan. “Lan gue belum bisa jawab sekarang, gu..gue bingung Lan.” “Gue tau alasan loe, Dira kan?” “Gak kok.” “Gak kenapa, denger ya loe itu harus mengerti perasaan gue dong. Gue udah ngerti perasaan loe Ra. Kalo loe cuma karna orang lain itu artinya loe gak punya pendirian. Loe harus menuruti kata hati loe. Gue tau loe peduli ama Dira gue salut ama loe ngorbanin perasaan loe demi dia. Tapi apa Ra? Apa dia bakal tau lo sakit demi dirinya. Gak kan?Dia gak akan peduli sama loe, dia hanya mementingkan perasaannya saja Ra. Loe harus tau itu Ra. Gue cuma buat loe sadar, loe boleh peduli sama orang lain tapi liat liat dulu. Loe gak harus buat perasaan lo sendiri menderita Ra.” “Iya maaf Lan tapi gue bingung gue harus gimana dong dia kan suka sama loe.” “Dia suka gue biarin aja orang gue suka ama loe.” “Gue juga suka sama loe Lan tapi kasih waktu buat gue.” “Gak usah pake waktu udah tau loe suka sama gue. Gue udah tau jawaban loe sebenarnya. Jadi loe pacar gue sekarang gak ada tapi tapian.” “Ok lah tapi loe harus tanggung kalo Dira marah ama gue.” “Ok gue janji, gue bakal njagain loe, orang yang buat loe menderita bakal ngadepin gue. Janji.” “Janji.”
Senyum merekah di bibir kedua insan itu. Mereka bahagia sekali bahkan Dara melupakan keraguannya. Tapi tidak dengan Dira yang duduk tak jauh dari Dara dan Alan. Hati Dira hancur, Dira menahan tangisnya. Dira segera meninggalkan Cafe dan menuju rumahnya.
Dira menangis sepuas puasanya. Dia terisak isak. Tangannya berkali kali memukuli bantal seakan dia ikut bersalah. “Gue salah harus mencintai orang yang salah. Gue harus terima sebelum gue sakit lebih mendalam. Maafkan gue Dara gue emang gak peduli ke elo. Gue jahat sama loe. Bener apa yang dikatakan Alan gue cuma mentingin perasaan gue doang. Gue juga minta maaf Alan gue udah buat sakit orang yang loe cinta. Gue janji gue gak akan ganggu hubungan loe lagi. Loe gak usah takut gue Ra gue gak bakal benci loe justru gue minta maaf ama loe Ra.”
Cerpen Karangan: Chatalina Salsabila Zahratunisa