Pagi sudah menyapa. Dara bersiap siap pergi sekolah. Hatinya cerah secerah wajahnya. Hari ini berangkat sekolah bersama Alan pacarnya yang dia cintai. “Hai Alan udah nunggu ya?” “Gak baru tiba kok, wah loe ceria banget ciee yang lagi seneng nih.” “Biasa aja kali.”
Tiba di sekolah semua pandangan tertuju pada Dara dan Alan yang menggandeng tangan Dara. Dara menjadi kikuk dan gugup.”Udah Ra gak usah dipeduliin. Emang gue pacar loe kan?” Dara hanya mengangguk kecil. Tapi wajahnya masih menunduk. Pandangan tak enak masih mengiringi langkah Dara. “Eh loe ngapain liat liat gue. Ada yang salah gue bareng Dara. Dara sekarang pacar gue, gak usah tanya dan komen itu urusan gue bukan urusan loe.” Sengak Alan tak suka dengan suara yang sedikit meninggi. Dara merasa sedikit lega. Dia mengangkat kepalanya yang menunduk. Dia baru ingat biasanya ia berani mengapa sekarang takut sama mereka. Pikir Dara. Dasar bodoh gue. Dara menuju kelasnya diantar Alan sampai pintu kelas. Lagi lagi mereka memandangnya heran dan bertanya tanya. Dara tak menggrubisnya. “Kalo ada apa-apa bilang gue ya.” Dara hanya mengangguk. Dara segera duduk disebelah Lista. Lista langsung melontarkan berbagai pertanyaan. Dara hanya menjawab “Iya kenapa?” “Gak kenapa napa cuma mastiin aja.”
Dira tiba-tiba menghampiri tempat duduk Dara dan mengulurkan tangan sambil tersenyum. “Selamat ya loe jadian sama Alan.” Dara hanya diam. Ia heran kok Dira gak marah. “Loe gak papa kan gue sama Alan. Kok loe gak marah sama gue.” Dira tersenyum dan membalas” Gue gak akan marah justru gue minta maaf gue gak peka ama loe. Gue sadar cinta gak harus di paksa Ra. Gue tau Alan gak menyukai gue.” “Makasih Ra, gue juga minta maaf ama loe.” Mereka berdua berpelukan. Rasa hangat menyelimuti mereka sehingga terjalin rasa kasih sayang. “Gue mau loe jadi sahabat gue Dir.” “Ok Ra gue mau aja.” Mereka berdua mengaitkan jari kelingking mereka dan berjanji akan selalu bersama.
Di lain tempat mama Dira sedang mengurus kembali lamaran pekerjaan di sebuah kantor. Disana ia dipersilahkan masuk oleh satpam. Mama Dira segera menuju Ruang Pak Bima untuk minta keterangan diterima atau tidaknya.
“Permisi pak.” “Oh silahkan masuk.” Pak Bima menyilahkan Mama Dira untuk duduk. “Ibu Rosita selamat anda diterima disini.” “Alhamdulillah terimakasih pak.” “Ya sama sama, mulai besok ibu bisa mulai bekerja disini.” “Ya pak terima kasih.”
Mama Dira yang bernama Rosita segera keluar untuk pulang. Tiba tiba ia berpapasan dengan seorang yang masih dikenalnya. “Mas Rahman, itu kan mas Rahman.” Rosita terus berjalan dan tetap berusaha tegar untuk berpapasan dengan mantan suaminya itu. Rosita jalan tertunduk tanpa diduga Rahman menyapanya. “Ka.. kamu Rosita yaa. Iya kan aku masih mengingatnya.” “Iya mas.” “Oh ya kamu Ros, apa kabar?” “Alhamdulillah baik baik aja mas, mas sendiri gimana?” “Ya saya juga baik, oh ya bagaimana dengan anak kita, Dira sekolah dimana dan apa baik baik aja.” “Iya mas katanya satu sekolahan dengan Dara beberapa hari lalu pindah sekolah.” “Wah kebetulan bisa sekolah bareng Dara terus gimana? Dara tak pernah cerita soal Dira.” “Soal Dara, Dira pernah cerita, ia bilang satu kelas sama cewek yang mirip dengannya namanya Dara begitu.” “Gimana kalo kita ketemuan di Cafe nanti malam ajak anak anak ikut ya sekedar untuk saling mengenalkan sudah cukup dewasa mereka untuk tau hal ini Ros.” “Iya betul mas supaya tau juga siapa orang tua sebenarnya mas kasian mereka.” “Baik nanti malam aku tunggu di Cafe.”
—
“Dara, sini papa mau bilang.” “Iya pa sebentar ada apa sih pa?” “Udah gak usah tanya cepat sini.” Dara buru buru ke arah papanya. Papa sudah menunggu dengan senyumnya. “Ada apa pa?” “Nanti temenin papa ke Cafe ya, mau gak? ” “Mau lah pa memang papa mau ada acara apa minta temenin segala, gak berani yaa?” Ledek Dara. “Ini serius sayang kamu ikut ya.” “Siap pa.” “Oke sekarang kamu siapa siap ya.” Ok pa.”
Dara memakai kaos lengan pendek warna Pink dengan celana jeans. Sangat cocok. Dara menyisir rambutnya dan rambutnya di band. Terlihat gaya tomboynya tapi Dara sama sekali tidak aneh justru sangat cantik dengan gaya ini. Dara sama sekali tidak memakai make up yang menurutnya membuang buang waktu. Papanya sudah menunggu di mobil. Dara menyelempangkan tasnya dan masuk mobil.”Dara Dara, kamu masih tidak berubah ya, masih kaya cowok tapi bagus juga sih kamu.” .”Hehehe, anak papa lah cakep kan?” Rahman mengacak rambut putrinya dan tertawa. “Iya siapa dulu dong papanya kan juga cakep, haha.” “Papa bisa aja.”
—
“Sayang mama mau ngajak kamu ke Cafe mau kan.” Dira mengangguk dan segera bersiap siap. Dia memakai baju dress biru selutut kesukaannya. Dan menggerai rambutnya. Juga tak lupa ia memoles wajahnya dengan make up. Setelah itu Dira keluar menemui mamanya dan siap berangkat naik taksi pesanannya. Sampai di Cafe Dira melihat Dara bersama ayahnya.”Dira ayo kesana.” Dira mengangguk mengikuti ibunya yang menuju ke meja Dara dan ayahnya. “Halo boleh duduk.” Dara menoleh dan melihat Dira. Papa Dara menyilahkan mereka berdua duduk. “Wah udah datang ya sini duduk.” “Iya mas makasih.” Mereka berempat duduk saling berhadapan. Mulailah papa Dara yang berbicara. “Gimana, langsung ke intinya aja ya.” “Iya silahkan mas.” “Dara dan Dira sekarang kalian sudah besar kalian harus tau ini. Sebenarnya kalian berdua itu saudara kembar. Dan kami adalah orang tua kandung kalian.”Ungkap papa Dara. Dara dan Dira terkejut. Mereka saling berpandangan lalu tersenyum. “Berarti Dira saudaraku ya pa?” “Iya sayang dan kamu anak mama.” Kata Rosita sambil mendekati Dara dan memeluknya. Dara membalas memeluk mamanya dengan erat. Rasa rindu ia tumpahkan hari ini. Ia bahagia hari ini bertemu ibu kandungnya. Begitu juga Dira, ia memeluk papanya.
“Nah hari ini kita rayakan pertemuan kita. Dara dan Dira kalian bisa bersama mulai hari ini. Yang akur yaa jangan berantem.” “Siiip pa.” Mereka tertawa tawa bahagia hingga larut malam. Tapi tak ada keputusan bahwa Rosita dan Rahman membangun bahtera rumah tangga kembali. Mereka hanya menjadi teman.
Hari ini Dara akan berangkat sekolah diantar papanya. Papa tadi sudah meminta untuk mengantarkannya bersama Dira. Tiba dirumah Dira, Dira sudah menunggu di depan rumah. Dara melambaikan tangannya pada Dira. “Hai ayo berangkat keburu telat nih.” “Iya Kak Dara.” Ucap Dira meledek Dara. Dara tertawa dipanggil kakak oleh Dira. “Iya bagus kamu memang panggil Dara kakak ya, soalnya yang lahir dulu Dara.” Sambung papanya. “Ok pa.” Jawab Dira mantap. Dara tertawa melihat tingkah Dira adik kembarnya.
Sampai di sekolah semua siswa heran melihat Dara dan Dira berangkat bersama. Mereka berdua mencium tangan papanya dan melambaikan tangan ke arah papanya. “Sekolah yang pinter yaa.” Dara mengacungkan jempolnya. Lalu mereka berdua bergandengan tangan. Terlihat akrab dan dekat bahkan terlihat sangat berbeda hari ini. Dara dan Dira memakai gaya yang sama. Rambut dikucir kuda dengan rambut yang panjangnya hampir sama. Memakai tas, sepatu yang sama. Benar benar mirip. Tentu saja mereka kan kembar. Hehehe. Alan yang kebetulan ingin menjemput Dara kaget melihat pemandangan yang menakjubkan. “Wow kalian mirip. Oh ya Ra loe berangkat bareng Dira ya?” “Iya Lan maaf ya gak bareng ama loe tadi udah janjian soalnya mau bareng Dira. Pulangnya entar juga ama Dira. Gak papa kan.” “Yaudah gak papa. Ok gue duluan ya. Bye.”
Dia melanjutkan jalan bersama Dira. Saat memasuki kelas kembali teman sekelas heran padanya. Dara tak peduli dan terus menuju tempat duduknya. Dara meminta Dira sebangku. Lista pun bertanya pada Dara. “Ra terus gue duduk ama siapa?” “Tukar lah loe duduk ama Sika. Loe gak usah khawatir kalo gue ngelupain loe. Gue bukan orang yang suka buang temen.” “Lah tapi loe nyuruh gue duduk ama Sika. Berarti loe ngusir gue dong.” “Bukan gitu maksud gue, yaudah gini gue ama Dira itu saudara kembar Lis makanya gue mau duduk bareng.” Lista tak begitu kaget karena awalnya memang muka Dara dan Dira mirip. “Oh jadi bener dong lo ama Dira kembaran. Ok dehh gue mau.” Dara tersenyum lalu kembali ke tempat duduknya.
Sejak itu Dara dan Dira selalu bersama, kemanapun mereka pergi selalu bersama. Dan mereka tak mempermasalahkan soal cowok lagi. Apalagi Dira sudah ikhlas soal Alan untuk Dara. “Kak, kapan-kapan kita ke Cafe yuk asik kayaknya.” “Kapan-kapan loe juga tidur di rumah gue kayanya asik.” “Ahh kak Dara emang gitu dehh.” “Hehe, oke entar malem ya, gue jemput loe.” “Siip dehh akak.” “Lah elo kok manggil gue ganti muluk.” “Hahaha.”
Malamnya Dara menjemput Dira di rumahnya. Mereka berangkat segera menuju Cafe. Di Cafe mereka berbincang bincang. Tanpa mereka sadari ada yang mengawasi mereka dari tadi. Mereka tak tau bahkan sama sekali tak mengetahuinya.
Alan terus menatap Dara dan Dira. Pandangannya tak lepas dari mereka. Ia heran Dara sudah mulai berubah dari cara berpakaian bahkan gayanya. Sekarang ia melihat Dara bersama Dira. Mereka terlihat mirip, sulit tuk dibedakan. Alan yakin mereka pasti ada hubungan, tak mungkin bila tak ada hubungan. Akhir akhir ini Alan memang jarang bersama Dara. Alan tak betah lama lama hanya menyelidik, ia langsung mendekat ke meja Dara.
“Dara, ke Cafe juga ya kok gak ajak ajak sih. Udah lupa ya sama gue?” “Maaf Lan bukan gitu maksud gue, gue emang berdua sama Dira karna udah janjian.” “Oh gitu terus sama guenya kapan? semenjak itu loe gak pernah jalan sama gue.” “Oke Lan sekarang juga bisa kok sekalian. Gak papa kan Dira? ” “Gak papa tenang aja. Ya udah gue balik dulu ya kak Dara. Bye.” “Bye, hati hati ya dek.” Hah, kak? dek? maksudnya mereka kakak adek? Alan bertanya tanya. “Itu adek loe Ra?” “Iya kenapa? dan loe kenapa ngelarang gue jalan ama dia. Pantes kan gue sama dia kan adek gue.” “Iya gue gak ngelarang loe kok cuma salah loe sendiri gak bilang gue kalo Dira adek loe seandainya gue tau gue bakal ngebiarin loe jalan terus ama dia.” “Iya sorry gue gak kepikiran. Hee.” “Oke kita baikan aja yuk gue gak betah marah muluk ama loe.” “Haha ada ada aja loe.” “Karna gue cinta loe, gak betah deh gue marah, gue gak bisa ngelupain loe.” Dara tersenyum bahagia akhirnya ia mendapatkan orang yang disayang dan terungkapnya kebenaran.
Udah yaa ceritanya sampe sini aja. Oiya ini cerpen pertama gue. Baca yaa. Semoga bagus deh. Kalo ada kesalahan dan kurang bagus ceritanya kasih saran ke gue yaa. Soalnya biar gue ada perbaikan ke cerpen selanjutnya. Thanks ya udah baca.
Cerpen Karangan: Chatalina Salsabila Zahratunisa