Jessica adalah seorang gadis muda yang memiliki semangat dan kepribadian yang cerah. Namun, hidupnya berubah 180 derajat saat ia didiagnosis menderita kanker. Meskipun ia berusaha untuk tetap optimis dan berjuang melawan penyakitnya, ia mulai merasa kesepian dan putus asa.
Jessica ingin kembali seperti dulu, bisa bermain lagi dengan teman-teman sekolahnya. Namun, takdir berkata lain. Jessica tetap harus menjalani perawatan dan terpaksa untuk tidak mengikuti pelajaran di sekolah. Setiap hari, Jessica hanya bisa menghabiskan waktunya dengan menangisi nasibnya, menatap langit-langit dengan tatapan kosong, atau melihat keluar jendela, dengan berpikir apakah ia bisa melompat saja dari jendela itu.
Suatu hari, ketika sedang mencari udara segar di taman rumah sakit, ia melihat seorang lelaki sedang duduk di bangku taman. Terlihat dari wajahnya, lelaki itu seumuran dengan Jessica. Tadinya, Jessica akan berbalik saja dan tidak jadi duduk di bangku taman. Namun, baru saja ia akan berbalik, lelaki itu menatap mata Jessica. Mereka berdua saling bertatapan, dan Jessica secara reflek langsung mengangkat tangannya dan menyapanya.
“H…Hai,” setelah menyapa lelaki itu, wajah Jessica memerah. Lelaki itu lalu tersenyum, membalas sapaan Jessica dengan hangat. “Halo,” ucap lelaki itu.
“Mau duduk di sini juga?,” lelaki itu memberi isyarat bahwa dia telah mengizinkan Jessica untuk duduk di sebelahnya. Jessica mengangguk, lalu berlari kecil menuju bangku taman.
“Lagi cari udara segar, ya?” ucap lelaki itu. “Iya, aku bosan di kamar. Oh iya, aku Jessica, kalau kamu?” “Aku David. Salam kenal, Jessica.” ucap David sembari tersenyum kepada Jessica.
“Kamu sudah berapa lama di rumah sakit ini?” tanya Jessica “Aku sudah lima tahun di sini, bagaimana denganmu?” “Aku baru satu bulan di sini, sebagian besar waktuku hanya aku habiskan untuk menangis.” “Pfft…” “Kok malah ketawa sih?” tanya Jessica dengan wajahnya yang memerah karena malu ditertawakan oleh David. “Aku juga sama sepertimu dulu,” David mulai menengadahkan kepalanya.
“Dulu, aku bercita-cita ingin menjadi atlet basket profesional. Tapi suatu hari, ketika aku sedang berlatih untuk turnamen. Aku merasa dadaku seperti ditarik, dan aku pun langsung tumbang seketika. Ketika aku bangun, aku sudah ada di ruangan yang asing bagiku. Aku tahu ini bukan rumahku, tapi di rumah sakit. Dokter lalu mendatangi ruanganku, dan berkata bahwa aku tidak akan bisa bermain basket lagi,” David menarik napas panjang.
“Sampai disitu, aku menangis dengan kencang. Selama beberapa minggu, aku terus menangisi nasibku. Tapi setelah dipikir-pikir, untuk apa aku terus meratapi nasib,” David lalu memalingkan wajahnya pada Jessica dan tersenyum padanya.
“Ternyata yang lebih penting adalah bagaimana caranya aku sembuh dari penyakit ini,” mata Jessica terbelalak, ia kagum dengan ucapan yang David katakan.
“Motivasimu untuk hidup tinggi banget ya, aku kadang berpikir untuk mati saja daripada hidup dengan penyakit seperti ini,” ucap Jessica sambil menundukkan wajahnya. “Yah, aku juga dulu berpikiran seperti itu. Tapi pada akhirnya, aku memutuskan untuk tetap semangat menjalani hidup, karena banyak orang-orang yang masih sayang padaku,” David menatap mata Jessica, dan tersenyum.
“Teruslah hidup, Jessica,” ucapan itu sangat menyentuh hati Jessica. Jessica mulai menangis. Lalu, David memeluk Jessica.
“Tak apa, keluarkan semuanya. Pasti berat menahan semuanya selama ini sendirian,” Jessica menangis dengan keras di dalam pelukan David yang hangat. Sudah lama ia tidak merasakan kehangatan ini, dan ia harap, ia bisa terus merasakan kehangatan ini selamanya.
Tak terasa hari sudah mulai petang. Jessica sudah harus kembali lagi ke ruangannya. “Terimakasih karena sudah mau mendengar ceritaku, aku sangat bersyukur bisa bertemu denganmu,” ucap Jessica sambil tersenyum. “Sama-sama, ini merupakan hadiah karena kau dan aku masih hidup sampai saat ini.” “Aku dan kau?” “Iya, hadiahku adalah, aku dapat berjumpa dengan gadis secantik dirimu,” wajah Jessica merona setelah mendengar ucapan David. “Ih, apaan sih. Udah ah, aku mau ke kamarku dulu,” ucap Jessica sambil memalingkan wajahnya.
“Oh, tunggu dulu. Kamu punya id Line?” tanya David sambil menunjukkan ponselnya. “Mari berteman lebih dekat lagi,” ucap David sambil tersenyum manis. Wajah Jessica malah semakin merona.
Hari demi hari mereka lalui, Jessica dan David menemukan bahwa mereka memiliki banyak hal sama dalam hidup mereka. Jessica dan David memutuskan untuk berbagi harapan dan mimpi mereka satu sama lain.
Mereka menjalani perawatan bersama-sama dan membangun hubungan yang kuat. Mereka saling memotivasi dan menguatkan satu sama lain dalam menghadapi penyakit mereka. Melalui kerjasama dan dukungan satu sama lain, mereka mulai membaik dan menemukan harapan baru untuk hidup.
Dengan tahun, Jessica dan David menyadari bahwa mereka jatuh cinta satu sama lain. Meskipun penyakit mereka masih ada, mereka memiliki satu sama lain untuk memberikan dukungan dan harapan. Mereka menemukan bahwa cinta dapat membantu mereka mengatasi segala rintangan dan memberikan mereka kekuatan untuk terus berjuang.
Bersama-sama, Jessica dan David membuktikan bahwa cinta dan harapan dapat membantu mereka mengatasi segala hal dan membawa mereka ke arah yang lebih baik.
Cerpen Karangan: Dhafin Fauzan Blog / Facebook: Dhafin Terimakasih untuk yang sudah membaca ceritaku yang ketiga ini, jangan lupa berikan dukungannya lewat komen ya. Instagram: @urlfinn