Liburan sekolah hampir usai. Seragam seragam sekolah sudah dicuci dan disetrika. Tapi sepatu Indy belum juga siap. Masih teronggok lesu dan berdebu di sudut ruangan. Indy meletakkannya begitu saja sepulang sekolah. Hingga berhari hari berlalu tak tersentuh. Liburan membuatnya malas. Waktunya dihabiskan untuk bermain game online di ponsel. Tanpa sempat melakukan kegiatan lain.
Kini ia harus beranjak. Memungut sepatu lusuhnya yang sudah berbau lalu mencuci. Entah kapan terakhir kali Indy mencuci sepatunya. Hingga garis putih terlihat begitu coklat. Baru terlihat warna aslinya setelah disikat sekuat tenaga. Indy berhenti sejenak, suara itu terdengar lagi. Dentum gemuruh menggelegar, berkali kali ia dengar. Sama persis seperti yang kemaren. Orang-orang bilang tentara sedang berlatih perang. Negeri sebelah akan segera menyerang. Perang segera pecah. Suasana mencekam seketika. Indy tak bisa lagi fokus pada sepatunya.
Bapak Indy berkata bahwa negara tetangga telah memiliki rudal. Mereka bisa menyerang kapan saja. Seketika ia teringat Citra kekasih hatinya. Akankah ia akan baik baik saja. Baru sebulan mereka jadian berharap perang takkan memisahkan cinta. Berat perjuangan Indy memenangkan hati Citra. Gadis sederhana dan biasa saja telah mendobrak hati Indy dengan luar biasa. Cinta bisa datang untuk siapa saja. Tak terduga, gadis yang terlihat biasa ternyata cukup sulit ditaklukan. Indy tertantang, berjuang hingga akhirnya ia menang. Citra berhasil menjadi miliknya.
Resah hati Indy bergejolak, ia bergegas menyelesaikan pekerjaannya lalu pergi ke rumah Citra di kampung sebelah. Kampung teduh nan elok menyambut kedatangan Indy. Warga berkumpul di pos ronda. Mereka terlihat resah. Suara dentuman lagi lagi terdengar.
“Nak sedang apa kau disini?” “Pulang saja sana. Keadaan sedang buruk. Lebih baik kau di rumah saja berkumpul bersama keluargamu” “Dimana mana sedang tidak aman sekarang” “Lebih baik kau pulang saja”
Mendengar perkataan orang orang kampung Indy membalikkan badan. Pergi dari kerumunan orang orang itu dan memilih jalan lain menuju rumah Citra. Tak gentar hati Indy.
“Indy kenapa kamu kesini?” Citra terkejut dengan kedatangan Indy. “Aku ingin tau keadaanmu” “Aku baik baik saja. Lebih baik kamu pulang sekarang” “Kamu tak senang aku disini?” “Senang, sangat senang malah. Tapi keadaan sedang tak aman. Lebih baik kau berkumpul dengan keluargamu”
Suara dentuman terdengar lagi.
“Aku mencintaimu Citra” “Aku juga mencintaimu. Tapi sekarang bukan saat yang tepat untuk membahas itu” “Entah aku bisa melihatmu lagi atau tidak” “Kita pasti bertemu lagi. Sekarang kamu pulang ya” Citra berkata dengan lembut, Indy tak kuasa menolaknya. Dengan langkah gontai ia pulang. Suara dentuman lagi lagi terdengar. Suasana semakin mencekam.
Dibalik dinding dinding berdebu pertemuan rahasia terjadi. Membungkam sunyi menabur sepi.
“Pertempuran akan segera terjadi” pria bertubuh kekar memulai pembicaraan. “Ini benar benar tak bisa terelakkan, negeri sebelah sudah keterlaluan” “Mereka mencuri pulau kita” “Kita harus mempertahankan harkat dan martabat bangsa” Sahut bersahutan suara mereka mengobarkan amarah.
Pria berbaju serba hitam menghisap cerutunya dalam dalam.
“Itulah sebabnya kita disini untuk menyusun strategi. Besok pagi pagi buta kita serang langsung negara tetangga. Ini perang terbuka. Kita kirim rudal langsung ke pusat kota”
Ucapan pria berbaju hitam terdengar sembrono. Tapi sebagian besar anggota pertemuan mengangguk setuju. Mereka segera menyiapkan segala keperluan. Perintah segera dilaksanakan.
Keesokan harinya, diwaktu yang telah ditentukan markas besar pembela negara mengirim rudal tepat di pusat kota. Menggemparkan warga. Puluhan warga tewas seketika. Ratusan orang luka luka. Dentuman terdengar menggelegar silih berganti. Warga kocar kacir berlarian kesana kemari. Berusaha mencari keluarga yang berhasil selamat. Serta berlarian mencari bantuan dan tempat perlindungan. Dengan tubuh bersimbah darah para warga berteriak memohon pertolongan.
Disisi lain pemerintah negara tetangga yang terkejut dengan serangan segera mengambil langkah cepat. Mengirim rudal balik ke negara penyerang.
Pasukan pembela dari masing masing negara kini telah bersiap menghadapi pertempuran. Mereka saling serang satu sama lain. Bom dan rudal meledak dimana mana. Warga tak berdosa menjadi korban keputusan gegabah pemimpin mereka.
Indy dari tempatnya tinggal yang memang terletak tak jauh dari negara tetangga seketika bangun mendengar suara dentuman. Suara itu terdengar lebih keras dari yang kemaren. Indy terlonjak memandang sekeliling. Mungkinkah perang akan segera dimulai. Para tetangga telah ramai berkumpul di pinggir jalan membicarakan dentuman keras yang baru saja mereka dengar. Suara ledakan terdengar begitu dekat. Ini bukan lagi latihan. Negara tetangga benar benar telah menyerang.
“Bom telah diledakkan” “Kita harus mengungsi” “Sebentar lagi pasukan musuh akan menyerang” “Kita harus ikut berjuang” Gumam para warga riuh bersahutan.
Indy melihat dari jendela beberapa warga ada yang bersiap pergi mengungsi, sebagian lagi bersiap untuk berjuang di medan perang. Indy yang kala itu jiwa mudanya masih bergolak memilih untuk berjuang. Ia ingin membela harkat dan martabat negara tercinta. Tanpa berpamitan kepada kedua orangtuanya Indy langsung mengambil sepatu yang kemarin ia cuci. Tampak bersih berkilau. Dengan sepatu bersihnya Indy siap berjuang. Rela mengorbankan nyawa meski kelak ia akan dikenang sebagai pahlawan tanpa nama.
Malang 29 Desember 2022
Cerpen Karangan: Wiwin ernawati Blog / Facebook: Icasia Aurelio