Raisya berlari dari pintu masuk menuju peron stasiun Pasar Senen memegang boarding tiketnya. Lima menit lagi kereta yang dia naikin akan berangkat.
"Haduh aku kenapa sih bisa telat bangun!" Raisya berlari menuju peron yang sudah diperdengarkan sedari tadi melalui speaker pengumuman di stasiun. Kereta ekonomi dari Jakarta menuju Jogjakarta terlihat sudah terisi hampir penuh dan siap diberangkatkan. Raisya mengencangkan larinya berharap dia tepat waktu sampai di peron sebelum kereta berangkat
Setelah sampai di peron yang dituju, Raisya memberikan tiket boarding dan kartu identitas kepada petugas.
"Ayo, mbak kereta sudah mau berangkat. Langsung naik saja, nanti cari bangku dari gerbong."
Petugas seperti bisa bekerjasama dengan Raisya, membuka gate check in setelah dengan cepat scan barcode di tiket dan cek kartu identitas Raisya.
Langsung saja Raisya naik kereta melalui pintu kereta salah satu gerbong yang terdekat dari gate check in tanpa memperdulikan nomor gerbong.
Raisya merasa sudah aman ketika sudah menaiki kereta, dan mulai mengatur nafasnya. Untung saja bawaan Raisya tidak banyak, jadi dia bebas berlari dan tidak terlalu terbebani dengan barang bawaan. Raisya hanya membawa tas ransel ukuran besar dan satu buah tas selempang wanita yang di sangkutkan miring di badannya.
Raisya tipe perempuan yang sangat tidak terlalu ribet untuk penampilan. Tidak juga di kategorikan sebagai 'cewek tomboy'. Raisya hanya tipe yang suka apa adanya. Bajunya tidak harus branded ataupun mengikuti trend fashion. Dia hanya memakai baju yang rapih nyaman dan sesuai seleranya, yang bisa membuatnya bebas bergerak. Namun entah mengapa, apapun yang dipakai Raisya tetap pantas dan menambah kecantikannya yang natural. Make up tipisnya sangat menonjolkan kesan bahwa Raisya adalah effortless beauty. Raisya sangat bersyukur dengan semua anugrah yang dia miliki.
Hari ini Raisya sedang memakai kemeja flanel oversized dengan baju dalaman kaos berwarna navy. Match dengan motive salur dari kemeja flanel itu. Rambutnya yang tadi dikuncir sekenanya saja, sedikit berantakan dikarenakan dia berlari lumayan kencang. Sambil berjalan menyusuri koridor di gerbong untuk mencari tempat duduknya, dia merapihkan rambut lurus sepunggungnya.
Gerbong ekonomi 2, bangku 11a.
Raisya selalu memilih bangku yang dekat jendela, baik itu kereta maupun pesawat. Baginya tidak masalah kelas kereta ekonomi sekalipun, tapi bangku dekat jendela adalah kewajiban. Dalam perjalanan kereta yang akan membutuhkan waktu delapan hingga sembilan jam ini, mendengarkan musik sambil sesekali melihat pemandangan diluar jendela adalah rutinitas yang tidak boleh dilewatkan kalau di dalam gerbong kereta. Terlebih Raisya sangat jarang naik kereta, hanya saat saat kesempatan tertentu saja. Dia lebih memilih kereta dibandingkan pesawat. Bahkan dia sengaja memilih tiket ekonomi agar perjalanan semakin memanjang.
Kebetulan calon suaminya mengijinkan Raisya ke Jogjakarta untuk bertemu teman teman semasa dia berjuang di kampusnya dulu. Raisya datang tidak hanya ingin temu kangen, tapi juga membawa kabar gembira yaitu mengundang mereka untuk datang ke pernikahannya.
Raisya yang memang tinggal di ibukota, merantau ke kota pelajar untuk melanjutkan kuliah jurusan Sastra Inggris di sebuah kampus di Jogjakarta. Ah, dia jadi teringat masa masa dia sering bolak-balik Jakarta Jogjakarta.
Raisya sudah berada di gerbong ekonomi 2, dan sepertinya tidak sulit untuk menemukan bangku 11a. Dahinya mengernyit. "Eh, benar kan tiketku?" Dia terus mencocokan nomor bangku yang ada di tiket dengan nomor bangku yang ada di gerbong.
Benar kok. Ih, orang ini salah duduk atau sengaja duduk di bangku yang harusnya punyaku ya, batin Raisya kesal.
"Maaf mas, bangku yang kamu duduki punya saya kayanya. Boleh coba cek ulang?" Meski Raisya kesal, dia masih berpikir positif kalau orang ini tidak sengaja salah bangku.
"Eh, ternyata orangnya naik dari Jakarta ya. Saya pikir nanti naik dari stasiun Cirebon. Hehe Maaf. Sebentar ya." Laki-laki dengan rambut semi panjang potongan bro flow, memperlihatkan cengiran tanpa dosanya. Dia langsung membereskan barang barangnya yang tidak sedikit sebelum berdiri pindah. Barang bawaannya terlihat lebih banyak sedikit dari Raisya.
Niat Raisya kesal ingin menjawab orang yang sengaja duduk di bangkunya, tapi yang ada Raisya hanya mematung.
Nyut. Suara dan wajah ini.
Rasa kesal hilang berganti dengan rasa aneh yang lain. Raisya tidak pernah menyangka takdir membawanya dalam ketidaksengajaan bertemu lagi dengan orang yang pernah menempati ruang khusus di hatinya. Orang yang membuatnya mengetahui beberapa makna hidup dan juga orang yang membuatnya mengalami patah hati terbesar dalam hidupnya.
Geovani Mahesa. Seorang influencer fotografi Inspogram yang berdomisili di Jogjakarta. Pengikutnya hingga 10k orang. Semua foto yang diambil olehnya terlihat sangat indah.
Bagi Raisya orang ini tidak terlupakan. Bukan mantan pacarnya, tapi orang ini mampu memporak porandakan hatinya.
Orang yang kalau bisa ingin Raisya hindari setelah dia merasakan patah hati terhebat itu.
Selama Raisya masih berdiri memantung, Geo, yang sudah selesai merapikan barangnya dan siap untuk kembali ke bangku awalnya berdiri.
Dia sama terkejutnya dengan Raisya, namun Geo lebih mampu menutupi keterkejutannya. "Oh hai, Icha. Apa kabarnya? Lima tahun kita engga ketemu ya. Kamu ke Jogja ada perlu kah?" Geo mencoba menyapa Raisya selayaknya teman lama. Geo berdiri di pinggir bangku, memberikan jalan kepada Raisya untuk masuk ke bangku 11a, karena bangkunya sendiri ada di 11c dekat jalan koridor gerbong.
Namun yang disapa hanya mendengus dan memalingkan wajah. Raisya langsung masuk dan duduk di bangkunya tanpa menoleh. Kesal. Laki laki ini mau nya apa sih! Selalu bertindak seenaknya. Matanya mendelik sebal seakan menyatakan, Jangan menyapaku tahu gak!
Geo, menatap seakan tidak mengerti dan tidak terpengaruh sama sekali dengan tatapan tidak bersahabat Raisya. Masih menunggu jawaban dari Raisya dengan sabar.
"Jangan bicara padaku. Anggap kita tak saling kenal." Raisya tahu, orang didepannya ini sangatlah tidak peka jadi sebaiknya langsung to the point saja kalau bicara dengannya.
Geo, kaget. "Wah, lama ga ketemu kamu makin galak ya, Cha. Hahaha."
Ah, kesal. Tawa itu lagi. Raisya merasakan hatinya berdenyut antara rindu dan kesal. Dari sekian banyak orang ingin Raisya temui di Jogja orang ini adalah orang yang sebaliknya. Risya berharap tidak bertemu orang ini lagi, karena tahu resiko hatinya kesal dan goyah.
Raisya pernah menyukai orang ini dari awal semester tiga sampai akhir masa kuliah nya di kampus. Raisya dan Geo satu organisasi mahasiswa klub fotografi. Geo adalah seniornya. Senior yang dikagumi bahkan lebih dari kagum senior dan junior. Semua orang di klub tau Raisya menyukai Geo. Geo bahkan sering diberitahukan langsung dari orang sekitarnya. Namun sampai akhir masa kuliahnya Raisya merasa Geo tetap memperlakukan Raisya tanpa perbedaan. Seperti senior memperhatikan juniornya di klub.
Geo memiliki daya tarik sendiri. Rambut bro flow semi panjang nya terlihat tidak pernah rapih tapi hal ini yang membuat dia terlihat keren dan seksi. Dia murah senyum, bahkan bisa bikin orang salah paham. Lesung pipitnya membuat dia makin terlihat manis. Banyak yang menyatakan cinta kepada Geo, tapi tidak pernah ada yang berhasil jadi pacarnya. Semua dengan sopan Geo tolak, dengan alasan yang semua orang sudah hapal, 'aku belum mau menjalin hubungan dengan wanita manapun, terimakasih atas rasa sukamu padaku. kuharap kamu bertemu dengan laki laki yang akan mencintaimu kemudian hari'.
Kalau boleh jujur, dulu Raisya adalah junior wanita yang paling dekat, dan banyak yang mengira Geo dan Raisya akan pacaran. Semua orang tahu bagaimana perasaan Raisya terhadap Geo. Tapi Geo tidak pernah memklarifikasi atau menanyakan langsung ke Raisya. Raisya pun bingung harus menyampaikan seperti apa lagi. Raisya memang tidak bisa menyatakan dengan jelas rasa cintanya, tapi Raisya membuktikan perasaannya dengan tindakan. Raisya selalu mengikuti kemanapun Geo berada. Memenuhi keinginan Geo untuk menjadi model foto Geo. Melakukan aktivitas hunting foto bersama.
Sampai pada akhirnya, Raisya melihat sendiri dnegan matanya Geo sedang mencium bibir perempuan idola kampus. Mereka berciuman didalam ruangan mencuci foto film atau dark room.
Hati Raisya hancur. Setelah itu dia tidak pernah menginjakan kakinya ke klub fotografi. Lebih sakit lagi Geo tidak pernah mencoba menghubungi Raisya bahkan untuk sekedar menjelaskan kejadian itu.
Sampai pada akhirnya Raisya sadar, bahwa Geo mungkin memilih tidak menjelaskan karena memang tidak ada hubungan apapun antara Geo dan Raisya. Selama ini hanya Raisya saja yang merasa dekat dan menyukai Geo. Hatinya hancur karena cinta bertepuk sebelah tangan yang tidak diucapkannya. Raisya mulai menghindar dari Geo.
Beruntung Raisya sedang menyusun tugas akhir atau skripsinya. Dia dengan lancar mengalihkan pusat pikirannya ke skripsi agar tidak terlalu memikirkan patah hatinya. Raisya hanya mau cepat lulus dan kembali ke Jakarta. Meninggalkan kota kenangan yang penuh dengan rasa cintanya ke Geo. Rasanya hampir setiap sudut kota, bangunan, tempat tempat penting pernah Geo dan Raisya datangi. Entah hanya untuk main, atau benar benar hunting foto.
Setelah dia lulus dan kembali ke Jakarta, Raisya langsung bekerja di salah satu perusahaan televisi di daerah kebon sirih bekerja sebagai sekretaris expatriate Korea yang berbahasa Inggris. Disinilah dia bertemu dengan Bimantara calon suaminya. Calon suaminya ini adalah client yang pernah meeting dengan bosnya. Tertarik pada Raisya sejak pandangan pertama, hingga berusaha keras mendapatkan hati Raisya. Usaha pendekatan tidaklah sebentar enam bulan lamanya barulah hati Raisya luluh.
Seperti ditarik kembali oleh takdir, Raisya dipertemukan dengan orang yang tidak bisa dia benar benar lupakan. Sebenarnya banyak hal yang ingin ditanyakan kepada orang didepannya ini. Haruskah aku selesaikan perasaanku sampai disini dengannya, agar aku bisa benar-benar menerima kak Bimantara dengan lapang tanpa ada yang mengganjal.
Ditengah pergulatan batin Raisya, suara renyah nan di rindukan dari Geo memecah keheningan.
"Apa kau masih marah denganku?" Geo memandang dengan tatapan yang sulit diartikan.
Raisya hanya menoleh sebentar, lalu kembali memandang luar jendela. Kereta yang berjalan masih memperlihatkan pemandangan di daerah kota Jakarta. Matanya tidak fokus, karena bahkan dalam kaca jendela Raisya masih bisa memandangi bayangan Geo.
Geo tersenyum manis. Saking manisnya Raisya rindu mencubit pipi yang berlesung pipi itu. Dulu dia sempat sangat dekat dengan orang ini. Namun takdir berkata lain.
"Kakak sendiri, apa kakak masih bersama kak Clara upss." Ingatan Geo berciuman dengan Clara tidak pernah hilang. Kobar cemburu itu malah meluap sekarang. Lima tahun lalu Raisya ingin bertanya tapi dia urungkan, lantas kenapa mulutnya bertanya seenaknya. Raisya merutuki kebodohannya.
"Aku dan Clara tidak bersama." Raut sedih terlihat di wajah Geo. Jadi benar Raisya melihatku dicium Clara, Geo berbicara pada dirinya sendiri yang jelas tidak didengar Raisya. Alih alih menjelaskan, Geo menganti topik.
"Kamu terlihat semakin cantik. Sekarang bisa dandan ya kamu. Hehehe. Ada keperluan apa ke Jogjakarta? Yang ku tahu kamu tidak pernah kembali ke Jogja setelah lulus. Aku mencarimu kemana pun, tapi tidak ada yang bisa memberikan nomormu padaku."
Deg. Kak Geo ternyata mencariku?
"Untuk apa mencariku kak?" Raisya pun tidak menjawab pertanyaan Geo malah balik bertanya.
"Hehehe. Kalau aku bilang rindu kamu percaya, Cha?"
"Dasar pembohong." Gumam kecil Raisya tapi masih didengar Geo.
"Kamu bilang apa, Cha?" jawab Geo memastikan.
"Ku bilang jangan berbicara denganku! Aku benci kak Geo!" Geo hanya terdiam. Dia menghargai keinginan Raisya.
Setelah itu perjalanan sudah sampai staisun Haurgeulis, berhenti sebentar menaikturunkan penumpang. Dua orang di bangku deret 11 sisi kiri saling diam belum berbicara lagi. Mereka seperti orang asing. Tidak lama kereta kembali berjalan.
Raisya tiba tiba merasa lapar. Ya ampun karena tadi aku takut telat jadi tidak sempat makan apalagi membeli makanan. Raisya merogoh dompet dan sakunya. Lagi lagi kecerobohan yang fatal. Raisya hanya ingat tukar boarding tiket saja, tapi lupa menarik uang tunai untuk dibawa. Dia hanya membawa kartu kredit dan debit saja.
(ceritanya ini belum ada aplikasi dompet online manapun)
"Kruyuuuuuuuuk." Perut Raisya berbunyi.
Haishh, aku malu sekali. Kak Geo tidak dengar kan, melirik ke kiri. Sial, dia dengar! Kak Geo tertawa tanpa suara karena mendengar jelas suara perut Raisya.
Eh. kenapa ini?
Tiba tiba tangan Raisya ditarik oleh Geo. Raisya merasakan tangannya kaku mulutnya kelu. Seperti ada aliran listrik yang berasal diantara tangannya yang dipegang oleh Geo. "Kak mau apa?" Seperti tersadar akhirnya Raisya sedikit menguasai hatinya.
Masih dengan tangan yang menggandeng Raisya, Geo menjawab sambil tersenyum. "Kita makan, Cha. Aku traktir deh. Hehe."
Aku harus bicara dengan Raisya. Semoga tidak terlambat. Aku benar-benar menyukaimu Cha. Aku terlambat menyadari bahwa aku tidak bisa dengan yang lain selain dengan kamu. Geo merasa takdir berpihak padanya untuk menyatakan perasaan yang dia punya terhadap orang yang sudah dicari nya lima tahun terakhir ini.
Harusnya aku menolak, dan tidak membiarkan cowok lain memegang tanganku sembarangan. Haduh maafkan aku kak Bimantara. Huhu. Raisya pasrah dituntun dan rela mengikuti Geo dari belakang.
Ternyata Geo membawa Raisya ke gerbong makanan. "Kamu pesan apa Cha?"
"Aku bebas kak. tapi hmm mie pop mie soto aja deh." Karena saat memasuki gerbong ini wangi pop mie semerbaknya maka tiba tiba Raisya yang kelaparan ini ingin makan pop mie.
Selama makan pop mie bersama, ternyata atmosfer tadi berubah. Mereka seperti kembali ke jaman dahulu sering bersama. Rasa bahagia dan rindu menyeruak didalam hati kedua orang ini. Cerita mengalir tanpa susah payah. Mata memancarkan kerinduan yang dalam. Jelas jika dilihat dari kacamata sekitar mereka, dua orang ini saling memiliki perasaan yang sama, bahkan ada penumpang lain melirik, "Irinya pergi jalan jalan bareng pacar. Aku malah sama orangtuaku. Tidak asyik. huhuhu."
Mereka berdua seperti melupakan sekitar asyik berdua. Entah siapa yang memulai tangan keduanya bertautan atau saling menggenggam. Perasaan mereka membuncah, bertanya dalam hati masing masing. Berharap orang yang dipandang menjawab dengan cara yang sama.
"Kita harus bicara Cha. Ayo kembali ke bangku kita." Geo mencium punggung tangan Raisya. Raisya berdebar. Inikah saat yang paling dia tunggu? Raisya mengangguk dan mengikuti Geo dengan patuh. Tangan mereka masih saling menggenggam. Rasa panas mereka berbaur dan melebur.
Sekembalinya di bangku gerbong mereka, masih belum ada yang bicara. Suasana berubah lagi, lebih tegang tapi juga ada rasa berdebar. Apa yang ingin dikatakan Kak Geo. Aku mau mendengarnya dulu, baru ku pertimbangan apakah aku perlu untuk mengatakan perasaanku juga.
"Aku rindu padamu. Setelah kamu menghindar dan pergi aku sangat hancur. Aku benar-benar menyukaimu Cha. Aku terlambat menyadari bahwa aku tidak bisa dengan yang lain selain dengan kamu. Harusnya aku mengejarmu. Menjelaskan kejadian aku dan Clara hanya...." belum sempat melanjutkan pembicaraannya tangan Geo dihempas oleh Raisya.
Nama Clara menjadi pemantik rasa sakit Raisya. Adegan berciuman di dark room sangat mengiris hatinya.
"Cha, kejadian itu salah paham. Kami tidak berciuman. Dia mencoba menciumku tapi aku menolaknya. Aku hanya mencintaimu."
Kata kata yang sangat ingin didengar Raisya sejak dulu terucap juga. Sesaat Raisya lupa, kalau dia adalah tunangan seseorang. Raisya sangat ingin menjawab dia juga mencintai Geo. Sampai pada akhirnya dering teleponnya berbunyi membalikan kesadaran Raisya. Raisya merogoh handphone nya dan seperti disambar aliran listrik. Bimantara tunangannya menelpon.
Geo menunggu jawaban Raisya namun mempersilahkan Raisya mengangkat telepon dulu.
"sepertinya penting Cha. Diangkat dulu aja."
Raisya ingin menangis. Kenapa disaat dia mendapatkan kata cinta dari orang yang disukainya tapi takdir begitu rumit membelenggunya.
Sudah jelas, Raisya tidak bisa membohongi dirinya kalau dia masih sangat mencintai Geo. Tapi dia juga tidak bisa menyakiti Bimantara. Hubungannya dengan Bimantara sudah tahap tunangan dan beberapa bulan lagi akan menikah.
Tapi bicara cinta, dia hanya mencintai orang yang sedang disampingnya ini. "Cha, dia masih menelponmu sepertinya penting."
Geo heran, karena melihat ekspresi Raisya ingin menangis hanya karena mendapat telepon. Apa dari bosnya?
"Sayang." suara laki laki dipanggilan telepon.
"Ya.. sayang." jawab Raisya luluh lantah. Raisya bisa melihat jelas ekspresi Geo kaget dan seketika pucat.
"Kamu engga ketinggalan kereta kan? Kata mama kamu bangun telat dan berangkat mepet, aku khawatir sama kamu. Kalo telat gapapa aku jemput dan ku temani naik pesawat ya. Aku beneran khawatir sama kamu, jadi aku langsung ambil cuti. Kamu senang kan, aku juga mau ketemu teman temanmu."
"ah, iya. gapapa. Sa..hmm Kak Bim nanti ku telpon lagi ya batrai ku low." Entah kenapa Raisya mengurungkan niat memanggil sayang ke Bimantara. Setelah dapat persetujuan dari pihak sebrang telepon Raisya memutuskan sambungan itu.
"Pacar kamu Cha?" tanya Geo sedih. Raisya juga mengangguk sedih. Geo mengusap muka dan kepalanya frustasi. Baru saja dia merasa senang takdir memihaknya menemukan orang yang dicari cari selama lima tahun hidupnya. Ternyata takdir memang mempermainkan hatinya.
Aku kalah. aku menyesal tidak menemukanmu dengan cepat. Geo sangat terpukul matanya menahan tangis.
"Aku.. juga akan menikah dengannya. Hiks. Hiks. Tapi aku mencintaimu kak Geo. Aku harus bagaimana. hiks hiks." Raisya sangat tak berdaya menahan perasaannya menjadi satu. Dia tahu kalau tidak bisa menahan perasaannya terhadap Geo, tapi juga tidak mungkin memutuskan hubungannya dengan Bimantara. Kak Bimantara sangat dekat dan loyal kepada keluarga Raisya. Mama dan papa sangat sayang ke Bimantara.
Geo memeluk erat Raisya. Ingin mencoba menenangkan pujaan hatinya meski dirinya sendiri sangat sedih. Dia terlambat. Dia tak mungkin merusak hubungan dua orang yang sedang merencanakan pernikahan. Dia cukup waras untuk tidak melanggar batas.
Geo menghela napas, Raisya menangis semakin keras. Gerbong saat itu tidak terlalu penuh tapi tangisan Raisya mampu membuat beberapa pasang mata tertarik melihat ada apa yang terjadi di bangku deret 11 sisi kiri.
Cukup lama Raisya menangis sampai akhirnya terlelap. Posisi Raisya masih bersandar di bahu Geo. Geo mengelus sayang rambut Raisya.
Raisya tertidur lama, sampai pada akhirnya terdengar suara pengumuman nama pemberhentian selanjutnya adalah stasiun Purwokerto. Sebenarnya Geo membeli tiket sampai Jogja, tapi karena suasana hati dan kondisinya seperti ini dia memutuskan untuk turun di Purwokerto. Dia akan hunting foto disana sambil membereskan hatinya yang berantakan. Untuk itu dia bersiap siap. Dia menyenderkan kepala Raisya dengan hati hati. Lalu menuliskan surat yang mau dia sampaikan ke Raisya. Dia tak sanggup berpisah langsung. Geo takut meminta hal gila. Seperti meminta Raisya tidak jadi menikah dengan tunangannya dan ikut bersamanya. Tidak ingin terjadi dia sebaiknya pergi tanpa Raisya sadari. Raisya benar benar kelelahan sehingga tidak bangun dari tidurnya. Geo mengambil kameranya dan mengabadikan satu foto terakhir tanpa ijin sang empunya wajah.
Geo beranjak turun dari kereta, dia menaruh surat kecil diselipkan di tangan mungil dan putih Raisya.
"Terima kasih sudah hadir dihidupku Cha. Berbahagialah, sungguh aku juga akan ikut bahagia."
🌻🌻🌻
Raisya terbangun dari lelapnya. Dia mencari di kanan kirinya orang yang tadi bersamanya. Kosong. Tidak ada orang ataupun jejak barangnya. Apa yang tadi hanya mimpi?
Sampai akhirnya Raisya sadar, secarik kertas ada ditangannya adalah tulisan tangan dari Geo. Dia membaca satu satu lalu menggenggam kuat kertas itu. Hanya menangis.
🌻🌻🌻
Perjalanan kereta menuju Jogjakarta sudah menghabiskan waktu delapan jam hampir sampai di tempat tujuan. Tidak lama terdengar suara pengumuman nama pemberhentian selanjutnya adalah stasiun akhir Lempuyang. Raisya bergegas turun dengan mata sembab habis menangis dan badannya letih sekali. Hatinya sangat lelah yang juga berakibat ke lelah jasmaninya.
Sangat kaget, saat Raisya turun di peron ternyata tunangannya Bimantara sudah ada disana menunggunya.
"Loh sayang, kamu kenapa? Kamu habis nangis? Kenapa sayang?" Raut muka Bimantara sangat khawatir. Maksud dari kedatangannya di stasiun ini adalah untuk kejutan tapi alangkah kagetnya dia melihat tunangannya turun dengan muka yang sangat menghawatirkan. Bimantara menyentuh wajah tunangannya lembut, dari matanya terlihat jelas pancaran sayang dan cinta untuk Raisya.
Raisya tak kuasa menahan tangisannya. menghambur kedalam pelukan Bimantara. Menangis kencang, dia merasa bersalah karena selama di kereta bahkan dia melupakan kehadiran dan kebaikan Bimantara kepadanya. Bimantara yang selalu ada untuknya, yang menyayangi dirinya serta keluarganya. Raisya sangat merasa tidak pantas mendapatkan cinta Bimantara setelah dia menjadi wanita jahat karena sempat terlintas ingin memilih Geo dibandingkan Bimantara. Raisya hanya mengulang kata Maaf sambil menangis di pelukan Bimantara.
Bimantara tidak begitu mengerti apa yang membuat tunangannya menangis tapi dia hanya menerima pelukan dan tangisan tunangannya tanpa bertanya. Mungkin Raisya menjadi sensitif karena mengingat kenangannya semasa kuliah. Yasudah aku tidak masalah, pikir Bimantara dalam hati. Bagi Bimantara yang terpenting adalah keberadaan dan perasaan mereka berdua sekarang.
Setelah puas menangis, tangan Raisya digengam dan mereka berjalan menuju mobil sewaan yang dkbawa Bimantara.
🌻🌻🌻
Isi surat dari Geovani Mahesa untuk Raisya.
Mungkin Tuhan menakdirkan kita untuk bertemu hari ini untuk mengutarakan hal yang terpendam. Hanya agar kita bisa saling mendoakan yang terbaik.
Penyesalanku sangat besar. Harusnya aku mencarimu dengan serius. Mulai menjelaskan dari kesalahpahaman yang jadi titik awal kerenggangan itu. Selama ini berapa banyak kamu menunjukkan hatimu, berapa banyak orang orang sekitar kita memberitahukan aku, berapa tanda tanda yang ku abaikan. Menggampangkan momen yang kupikir selamanya tidak akan berubah. Aku tahu dan senang saat orang yang lain bilang kamu menyukaiku. Tapi aku masih saja ingin mendengar langsung dari mulutmu. Mengulur kata kata yang aku sampaikan hari ini, yang seharusnya bisa ku sampaikan lima tahun lalu.
Itulah kesalahanku.
Kalau kau nanti menikah dengannya, aku akan mendoakan kebaikan dan kebahagiaan untuk kalian. Maaf aku pergi tanpa pamitan. Aku sangat mencintaimu. Berbahagialah untukku Cha.
🌻🌻🌻
beberapa bulan kemudian dalam postingan seorang influencer 11k bernama Geovani Mahesa, mengumumkan pameran fotografi pertamanya.
Geohesa. photograph:
now showing in Art in Jogja. yang paling populer -Memori, di kereta Jogja-
Foto yang dimaksud adalah foto wanita dan pria yang duduk berdekatan, menyenderkan bahu di pundak, dengan refleksi dari pantulan kaca jendela kereta. Bayangan blur karena kereta terus berjalan menambah kesan romantis estetik hingga sangat populer bagi penikmatnya.
TAMAT