Tak ada yang tahu kapan mereka akan jatuh cinta, begitupula dengan Rosa. Gadis itu menyukai sahabat masa kecilnya, namun sayang. Sahabatnya, Vino tak memiliki ketertarikan padanya melainkan perasaan sebagai Sahabat saja.
Rosa memiliki rahasia besar, dimana tak ada yang mengetahui hal itu selain sepupunya.
"Aku harap kau menyembunyikan hal ini, Kia," ujar Rosa pada Sepupunya.
"Hiks... A-Aku tidak mau kehilanganmu, Sa! Masih ada harapan, kita berobat mulai sekarang," bujuk Kia.
"Ya."
Rosa terus menjawab Ya, tetapi ia tak pernah melakukannya. Ia merasa frustasi saat Vano dengan raut wajah bahagianya mengatakan dia memiliki kekasih.
"Aku memiliki kekasih, Sa! Aku sangat menyukainya, ini pertama kalinya aku menyukai seseorang," jelas Vano, membuat Rosa terdiam.
"Baguslah," jawab Rosa dengan senyum kecut.
Suatu hari, Rosa sepulang sekolah. Rosa melihat Diana, pacar Vano bersama seorang lelaki. Sungguh, Rosa tak ingin berburuk sangat saat itu, namun perasaannya sangat gelisah.
Rosa takut, pengalaman pertama percintaan Vano akan menyedihkan jika pikirannya memang benar.
"Vano... bagaimana kau dengan Diana?"
"Kami baik-baik saja, aku semakin mencintainya."
Deg!
"Be-benarkah... Ak-Aku melihatnya bersama seorang lelaki kemarin," jawab Rosa dengan ragu.
"Lelaki? Mungkin itu saudaranya," jawab Vano enteng.
"Tapi, Vano... mereka tidak terlihat seperti saudara. Melainkan..."
"Apa? Kamu kenapa sih, Sa! Kamu kaya gak suka aku sama Diana?"
"Aku cuma butuh dukungan kamu aja! tapi kamu seakan-akan mau merusak hubungan kami?"
Deg!
Rosa hanya diam, dengan menahan air matanya. "Maaf."
Sejak itu, Rosa tak mencoba ikut campur. Namun, hatinya berkata lain. Ia tak ingin Vano tersakiti biarlah dirinya saja. Hingga akhirnya ia bertekad, yaitu mengikuti Diana diam-diam.
Ternyata benar dugaannya, ia memotret Diana sebanyak mungkin untuk menjadi itu bukti.
"Kumohon! Aku tak ingin kau bersedih disaat aku tidak ada," jelas Rosa, yang malah membuat Vano murka.
"Kamu keterlaluan, Sa! Aku sudah bilang berapa kali dia bukan pacar Diana!" bentaknya.
Rosa hanya diam, menahan sesak di dadanya. Ia harusnya tak pergi kemana-mana, tetapi ia harus pergi.
"Aku membencimu!"
"Jangan muncul lagi dihadapanku!"
Bruk!
Setelah kepergian Vano, Rosa terjatuh tak sadarkan diri. Namun, Vano tak dapat melihatnya karena dikuasai emosi.
"Aku mencintaimu... Vano."
****
"Vano!"
"Rosa dia..." Salah satu temannya ingin memberitahu sesuatu.
"Jangan membahasnya, aku tidak mood!"
"Tapi... Van?"
Vano mendapatkan SMS dari Diana, gadis itu ingin putus membuat Vano kesal, marah dan kecewa. Dia mencari Diana, namun yang ia dapatkan Diana bersama seorang lelaki dan terlihat mesra.
"Diana!"
"Apa maksudmu putus? aku tidak mau!"
"Hah? kau bodoh, ya! Setelah melihat aku berdua dengannya kau masih menginginkan aku?"
Deg!
Saat itu, Vano menyadari bahwa selama ini. Rosa benar tentang Diana. Merasa bersalah, juga ingin menceritakan keluh kesahnya ia berjalan menuju rumah Rosa.
Namun, yang ia dapatkan adalah tangisan duka keluarga Rosa.
"Ro-Rosa! Ti-tidak, kumohon kau jangan pergi!"
Kia mendekati Vano dengan marah. "Dia mencintaimu, bahkan rela saat sakit-sakitan mencari tahu tentang Diana, supaya diakhir hayatnya dia tak melihatmu bersedia! hiks... tapi kau! Kau tega!" bentak Kia.
Melempar Surat pada Vano.
"Ma-maaf, maafkan aku Rosa."
Untukmu...
Vano...
Sahabatku...
Hehe, maaf ya. Aku terlalu ikut campur sama urusanmu. Dan, saat kau membaca ini pastinya aku sudah tiada...
Aku bahagia, setidaknya aku bisa membantumu diakhir hidupku, juga bisa mencintaimu hingga akhir nafasku dan aku harap kau bahagia.
Aku mencintaimu, Vano.
Aku tau ini salah, untuk kita!
Aku terlalu mencintaimu, hingga tak sadar diri.
Aku terlalu sensitif tentangmu, hingga tak sadar kau risih.
Maaf... maafkan aku, Vano.
Aku menjadi beban untukmu selamanya ini, atss perasaan cintaku~~~