Seorang siswa berlari dengan kecepatan penuh menuju gerbang sekolah. Yang akan ditutup oleh penjaga sekolah.
"Pak …, tunggu dulu. Jangan ditutup!" teriaknya.
"Lazuardi, tumben kamu kesiangan?" tanya Pak Narto.
"Ada masalah kecil tadi di jalan, Pak," jawabnya sambil tersenyum ramah.
Lazuardi pun berlari kembali menuju kelasnya. Dengan langkah kaki yang panjang, membuat dirinya bisa sampai dengan cepat. Tapi naas saat dirinya berlari masuk kedalam kelas, dari arah berlawanan ada teman perempuannya yang akan keluar kelas.
"Aaaahk ...!"
Dan tabrakan pun terjadi diantara keduanya. Lazuardi yang memiliki kaki yang kuat, mencoba menahan tubuhnya agar tidak jatuh. Dengan bantuan satu tangannya menahan pada bangku temannya. Serta satu tangannya menahan pinggang temannya agar tidak jatuh. Begitu juga dengan temannya, dia refleks mengalungkan tangannya pada Lazuardi. Sehingga tanpa sengaja bibir kedua siswa itu saling menempel.
"Suit …. Suit ...!" Teriak dari beberapa teman prianya.
Kedua orang itu sangat terkejut dan cepat-cepat memisahkan diri. Kemudian meneruskan perjalanannya, sambil menundukan kepalanya.
"Ciuman pertamaku," gumam keduanya.
***
"Lazuardi tolong kamu simpan kotak-kotak itu ke gudang, ya!" perintah Kepala Sekolah.
"Baik, Pak."
"Ah, Pelangi kamu juga tolong bantu Lazuardi membawa kotak-kotak itu!" pinta Kepala Sekolah yang kebetulan melihat temannya Lazuardi sedang melintas di dekatnya.
"Baik, Pak."
Kedua siswa itu berjalan dengan sangat canggung. Biasanya mereka seperti kucing dan anjing bila bertemu. Tapi semenjak insiden ciuman pertama mereka. Mereka berdua jadi sering diam pada saat bertemu.
Saat mereka menyusun kotak-kotak itu di gudang. Tiba-tiba pintu gudang menutup, dan pintu itu tidak bisa dibuka dari dalam.
"Aaaah …, Gawat. Pintunya tertutup!" teriak Pelangi.
"Sepertinya kita akan terkunci di sini sampai besok, saat Pak Narto memeriksa gudang." Lazuardi melongokan kepalanya pada jendela.
"Kenapa kamu bicara seperti itu?" Pelangi tidak rela bila harus berduaan dengan musuhnya dalam waktu yang lama.
"Karena tidak ada yang tahu kalau kita terjebak di dalam sini," jawab Lazuardi.
***
Mereka berdua benar-benar terkurung di gudang, bahkan hari sudah malam. Keduanya hanya pasrah dan berharap ada yang bisa membukakan pintu.
"Apa orang rumah nggak ada yang nyariin kamu?"
"Ayah dan Ibuku sedang keluar kota. Di rumah cuma ada Bi Inah saja. Bagus juga kalau dia ingat sama aku." Pelangi menghembuskan napasnya secara kasar.
"Kalau aku tinggal di apartemen sendiri. Jadi pasti nggak ada yang peduli." Lazuardi mengalihkan pandangannya kepada Pelangi.
Kedua orang itu saling menatap satu sama lain begitu lama. Saat tersadar, mereka segera memalingkan wajahnya dengan jantung berdebar kencang.
"Lihat bulan purnamanya bercahaya perak!" pekik Lazuardi senang karena ada fenomena alam yang langka.
"Iya, besar lagi ukurannya," Pelangi memandang takjub.
Keduanya duduk di meja yang menghadap keluar jendela, dan menikmati indahnya pemandangan malam itu. Sampai-sampai Pelangi jatuh tertidur. Lazuardi yang melihat itu berinisiatif menyelimuti Pelangi pakai jas almamater miliknya. Dia tak sengaja menyentuh saku jas dan merasakan ada benda yang bercahaya dari dalam. Ternyata dari batu giok pemberian Kakek-Kakek yang tadi pagi dia tolong, sumber cahaya itu berasal. Lazuardi mengangkat giok itu dan mengarahkan pada cahaya bulan purnama. Tiba-tiba cahaya itu yang menyilaukan matanya.
***
Lazuardi merasa aneh saat dirinya tersadar. Dia berada di tengah-tengah kebun cengkeh. Dengan jalan yang lebar, Lazuardi menyusuri ladang itu. Saat dirinya bertemu beberapa orang pekerja disana, dia ditatap aneh oleh mereka.
"Maaf, permisi ini dimana ya?" tanya Lazuardi pada orang-orang yang sedang beristirahat disana.
"Ini kebun cengkeh milik Raden Agung."
Mendengar jawaban mereka, Lazuardi mengerutkan keningnya. Dia tidak tahu di daerah mana kebun cengkeh itu berada.
"Raden Agung sebaiknya anda keluar!" Teriak seseorang dengan aksen orang asing, dari arah depan rumah besar itu.
Lazuardi melihat sekelompok orang berseragam seperti zaman kolonial Belanda. Dia mengerutkan keningnya, dan bergumam dalam hati, 'Kenapa ada orang asing pakai baju zaman dahulu.'
"Itu para kompeni nggak putus asa meminta perkebunan ini!" kata orang yang paling kekar di antara mereka dengan nada bicara yang kesal.
"Tuan Adolf, Raden Agung sedang tidak ada disini." Kata pria tadi sambil menghampiri mereka.
Dan orang yang dipanggil Adolf itu melihat Lazuardi yang sedang ikut berkumpul dengan para pekerja. Dia merasa tertarik dengan sosok pemuda yang terlihat cerdas.
"Hei, kamu! Sedang apa di sini?" Tunjuk Adolf pada Lazuardi.
"Saya tersesat dan menanyakan jalan pulang," jawab Lazuardi.
Kemudian salah seorang pasukan itu membisikan sesuatu pada Adolf. Kepala Adolf mengangguk-angguk.
"Bawa pemuda itu!" perintah Adolf pada bawahannya.
"Hai tunggu, dulu!" Lazuardi langsung ditangkap oleh pasukan VOC dan dimasukan kedalam mobil.
***
Lazuardi dimasukan ke dalam penjara bawah tanah. Di sana ada beberapa orang yang ditahan.
"Hai, Nak. Siapa namamu?" tanya lelaki paruh baya.
"Saya Lazuardi, Pak."
"Asal kamu dari mana?"
"Jakarta."
"Kenapa kamu bisa dibawa oleh mereka?"
"Tidak tahu, Pak" Lazuardi merasa sedang di interogasi.
"Mungkin saja mereka menangkapnya karena dia termasuk dari golongan pelajar yang memberontak," kata pemuda yang duduk di pojok.
"Kamu sekolah dimana?" tanya pemuda tadi.
"SMA BIMA SAKTI," jawab Lazuardi spontan. Dia pun merutuki kebodohannya, mana mungkin zaman Belanda ada SMA BIMA SAKTI.
"Sekolah kamu pasti jauh," ucap lelaki paruh baya lagi. Dan Lazuardi hanya menganggukan kepala membenarkan ucapannya.
"Kenalkan nama Bapak, Musa." Lelaki paruh baya itu mengenalkan dirinya.
"Saya, Darma." Pemuda tadi mengenalkan diri juga. Lazuardi pun berkenalan dengan yang lainnya.
***
Saat hari sudah sore, ada seorang sipir penjara yang membawa makanan ke depan jeruji besi. Dia membawa sekotak roti yang berukuran panjang - panjang. Dan satu gentong air minum.
"Di saat Bulan penuh, dan terdengar hanya nyanyian burung hantu." Sipir itu terus bernyanyi dengan suara flas-nya.
"Kapan bulan purnama datang?" tanya Darma dengan suara pelan.
"Kayaknya malam ini," jawab temannya dengan berbisik
"Kalau begitu, nanti malam kita harus siap-siap," kata Musa kepada orang-orang yang ada di sana.
"Lazuardi kamu nanti jangan berbuat sesuatu yang menyulitkan kita, ya! pinta Darma.
***
Saat tengah malam, Lazuardi di bangunkan oleh Musa. Dia yang tidak mengerti apa-apa hanya diam mengikuti mereka. Tiba-tiba terdengar suara yang memekakkan telinga dari luar. Sepertinya ada serangan ke penjara itu.
"Teman-teman kalian sudah siap!" Suara keras Sipir yang tadi sore datang membawa roti kini sedang membuka kunci pintu sel.
"Prasetya sedang memimpin serangan ke benteng ini," lanjut Sipir.
"Kalian bisa bergabung bersama mereka di atas."
"Gudang senjata telah aku buka. Kalian larilah ke ruangan paling pojok sebelah kanan di lantai satu." Sipir tadi memberi instruksi.
Kemudian orang-orang yang ada di dalam penjara naik keatas. Saat sampai di lantai satu, semua orang memasuki ruang gudang senjata. Dan mengambil beberapa senjata disana. Lazuardi pun melakukan hal yang sama. Mereka lupa menempatkan seseorang untuk mengawasi pintu. Jadinya saat mereka membawa senjata, ada tiga orang Kompeni yang memberondong mereka dengan senapan Laras Panjangnya. Lazuardi yang berada di dekat lemari langsung berlindung disana. Banyak dari para tahanan yang meninggal karena tertembak.
Dor….!
Dor….!
Mereka saling membalas tembakan satu sama lainnya. Dan akhirnya ketiga kompeni itu mati ditembak. Lazuardi pun keluar dari balik lemari.
"Ayo kita keluar dari sini!" ajak Musa pada Lazuardi.
Lazuardi pun mengikuti Musa berlari keluar ruangan itu. Ternyata hanya tinggal sepuluh orang yang selamat. Sisa lainnya meninggal.
"Mas ...!" Teriak Darma pada seorang pria berbadan gagah. Dan orang yang dipanggilnya pun membalikkan badannya.
"Mana yang lainnya?" tanya lelaki yang dipanghil Mas oleh Darma.
"Hanya tinggal kita yang masih hidup," jawab Darma.
"Kalau begitu ayo cepat kita keluar dari sini!" Ajaknya. Dan kami semua berlari mengikutinya.
***
Orang-orang yang berhasil keluar dari benteng dibagi menjadi tiga kelompok saat memasuki hutan. Satu kelompok sepuluh orang. Kebetulan Lazuardi satu kelompok dengan orang tadi dan Musa. Sedangkan Darma berbeda kelompok.
"Prasetya, kenalkan ini Lazuardi," kata Musa.
"Hai, senang berkenalan denganmu," kata Lazuardi sambil mengulurkan tangannya. Dan pria itu pun menyambut uluran tangannya.
"Sebaiknya kita harus cepat masuk ke desa sebelum matahari terbit." Musa lebih mempercepat langkah kakinya.
Akhirnya, kesepuluh orang itu pun sampai ke sebuah rumah yang cukup besar, sebelum fajar. Tidak ada yang mengikuti mereka.
"Nak Lazuardi ini rumah Bapak. Kamu bisa tinggal disini selama yang kamu mau," kata Musa.
"Bapak !" teriak seorang gadis saat membukakan pintu rumahnya.
"Bagaimana kabarmu Lastri?" tanya Musa pada putrinya.
"Baik, Pak. Ibu sama Nenek juga baik-baik saja. Semua berkat bantuan Mas Prasetya," jawabnya.
"Pak Musa, kita juga sebaiknya pulang dulu. Untuk menemui keluarga kami," kata salah seorang yang ikut kelompok Prasetya tadi. Mereka semua pun membubarkan diri, kecuali Lazuardi dan Prasetya.
"Lastri kenalkan ini Nak Lazuardi, pemuda yang ikut dipenjara bersama Bapak." Musa mengenalkan Lastri pada Lazuardi.
"Mungkin dia akan tinggal disini beberapa saat. Kasihan dia sebatang kara," lanjut Musa.
"Oh, baik Pak."
***
Lazuardi pun tinggal di rumah Musa. Dia membantu apapun yang dikiranya bisa lakukan. Mengajari Lastri dan anak-anak lain membaca dan menulis.
Lazuardi juga membantu Musa di ladang miliknya. Menjala ikan di sungai, dan mencari rumput untuk pangan ternak sapi dan kambing milik Musa.
Tak terasa sudah satu bulan lebih Lazuardi tinggal di rumah Musa. Dia juga semakin dekat dengan Lastri. Lastri sudah tidak segan lagi padanya. Dia sering meminta bantuan tanpa sungkan. Sering mengajak dirinya jalan-jalan naik sepeda keliling kampung.
Lastri itu gadis manis yang cerdas dan ramah pada siapapun. Sehingga banyak orang yang suka padanya.
***
Lazuardi sedang duduk di gubuk dekat sawah. Dipandanginya langit cerah banyak awan yang berarak di sana. Dia sejak tiga hari yang lalu selalu memikirkan seorang gadis yang telah merebut ciuman pertamanya itu.
"Pelangi apa kamu juga ada di sini?" tanya Lazuardi sambil mengulurkan tangannya menghalau cahaya matahari yang masuk diantara celah-celah dahan pohon.
"Kak Lazuardi, tolong bantuin Lastri bawah bakul nasinya!" teriak Lastri dari kejauhan.
Lazuardi pun datang menghampirinya, dan membawa wadah-wadah yang berisi nasi dan lauk pauknya.
"Pak Musa, istirahat dulu. Lastri sudah bawa makanan!" Lazuardi mengajak Musa yang sedang berada di tengah ladang.
Musa pun menghampiri mereka. Setelah mencuci bersih tangannya di pancuran dekat gubuk miliknya.
"Wah, makan enak kali ini!" seru Musa senang saat melihat pepes ikan dan sambal sebagai menu makan siangnya kali ini.
"Iya karena tadi Kak Lazuardi menangkap banyak ikan di sungai," kata Lastri sambil tersenyum.
Lazuardi pun hanya tersenyum menanggapi obrolan Lastri dan Bapaknya. Melihat senyuman Lastri yang malu-malu, mengingatkan dia pada Pelangi. Gadis cerdas yang selalu jadi saingannya di sekolah.
"Kenapa aku lagi-lagi teringat padanya, ya?" Lazuardi bergumam dalam hatinya.
Saat mereka bertiga menikmati hidangan makannya. Seorang laki-laki berlari tergopoh-gopoh menuju gubuk tempat mereka makan.
"Pak Musa, gawat Darma dan kawan-kawannya kembali ditangkap oleh Kompeni." Ternyata lelaki itu adalah Prasetya.
"Kapan mereka ditangkap?" tanya Musa setelah menelan makannya.
"Baru saja. Dan teman yang lain sudah bersembunyi."
"Apa sebaiknya kita menyusun rencana untuk menyerang benteng mereka kembali?" tanya Musa.
"Jangan …!" Lazuardi repleks melarang ide itu.
"Sebaiknya kalian berdiam diri dahulu. Karena sekarang kewaspadaan mereka sedang ditingkatkan," jelas Lazuardi.
"Lebih baik kita mengumpulkan orang dan senjata untuk melawan mereka," lanjut Lazuardi.
"Benar juga kata Nak Lazuardi." Musa yang sejak tadi mendengarkan Lazuardi setuju dengan usulannya.
***
Akhirnya para rakyat di desa pun berdiam diri atas ditangkapnya Darma dan kawan-kawannya. Keluarga mereka yang ditangkap pun sudah diberitahu rencana mereka.
Dan benar saja penjagaan di benteng yang tadinya sangat ketat, setelah satu bulan lebih mulai longgar. Para rakyat yang telah bersabar dalam tekanan, kini mulai berencana melakukan perlawanan.
Kami orang-orang yang terjajah di negeri sendiri mulai merumuskan rencana pembebasan. Yang rencananya akan dilakukan Minggu depan menjadi malam ini. Setelah salah seorang memberi informasi, kalau Darma dan kawan-kawannya akan diasingkan ke luar pulau.
"Pak, sebaiknya kita melakukan perang gerilya." Lazuardi memberikan sebuah ide kepada mereka.
"Iya aku juga setuju." Prasetya menganggukan kepalanya dan di ikuti sama kawan-kawan seperjuangan lainnya.
"Baiklah kita akan membebaskan mereka malam ini." Musa akhirnya menyetujui idenya Lazuardi.
"Tunggu dulu. Kita harus buat perencanaan dan strategi yang matang. Untung membebaskan para pejuang itu." Lazuardi kembali bersuara.
"Apa strategi yang kamu punya?" tanya Prasetya.
"Pertama kita harus dibagi menjadi tiga tim. Tim pertama melakukan penyerangan diam-diam. Tim kedua akan melancarkan serangan jika tim pertama terdesak. Dan Tim ketiga tugasnya menyediakan transportasi untuk membawa para pejuang yang ditahan keluar desa untuk sembunyi dahulu dari para Kompeni." Lazuardi mengemukakan apa yang ada di otaknya sebagai strategi malam nanti.
"Dengan berada di luar desa, mereka para pejuang bisa bergabung dengan para pejuang lainnya di sana. Di mana pun kita berada, maka kita akan berjuang untuk meraih kemerdekaan." Lazuardi membangkitkan semangat juang orang-orang yang hadir disana.
Mereka pun bertambah semangat untuk mengalahkan para kompeni itu. Lazuardi nggak mau memadamkan kobaran semangat mereka dengan bilang kalau kemerdekaan akan diraih dua puluh empat tahun lagi.
Maka setelah disepakati semuanya, mereka akan melakukan serangan pada tengah malam.
Saat sore hari turun gerimis hujan, dan cahaya matahari sore membuat pantulan air hujan memancarkan spektrum warnanya menjadi tujuh warna. Lazuardi yang duduk di teras depan rumah tersenyum melihat pemandangan itu.
"Pelangi …," ucapnya dan terlintas dalam pikirannya wajah cantik gadis yang membuat dirinya rindu dengan kata-katanya yang menusuk, dan nggak mau kalah dalam berdebat.
"Ah …, kenapa semenjak aku datang ke sini selalu ingat padanya?" teriak frustasi Lazuardi.
"Apa ini efek dari ciumannya itu, ya?" Jujur Lazuardi menyukai sensasi lembut dan manis bibirnya Pelangi kala itu.
***
Sesuai rencana tadi siang maka hari ini mereka akan melakukan gerilya tengah malam. Karena tadi sore turun hujan, Lazuardi meminta beberapa warga untuk membawa ternak mereka. Karena dengan jejak kaki dari hewan-hewan itu bisa menutupi atau menghapus jejak roda yang dilalui oleh kendaraan yang akan membawa para pejuang.
"Apa semua sudah siap!" Prasetya berkata pada kawan-kawannya.
"Siap!" jawab mereka semua serentak.
Para pejuang itu sudah dilengkapi dengan senjata hasil rampasan dahulu. Tiap orang membawa keris dan pistol Laras Panjang dan beberapa orang juga mengantongi granat. Lazuardi sendiri membawa pistol dan granat.
"Kak Lazuardi, hati-hati ya!" Lastri yang kebetulan ada disana mau melepas kepergian Bapaknya.
"Iya. Doakan kami supaya semuanya selamat dan dapat pulang kembali." Lazuardi berkata sambil tersenyum pada Lastri.
"Oh, iya. Aku buatkan ini untukmu semoga kamu suka." Lazuardi menyerahkan tusuk konde buatannya sendiri untuk Lastri.
"Ini buatan Kak Lazuardi?" tanya Lastri dengan mata berbinar.
"Iya khusus untuk kamu. Makannya akan ukir nama kamu disana." Lazuardi menunjukan nama Lastri terukir di tusuk konde itu.
"Terima kasih Kak. Lastri sangat senang."
Kemudian Lastri mengurai rambutnya yang biasa digelung. Dan saat rambut panjangnya jatuh sempurna, Lazuardi terpana melihat sosok Lastri. Dan Lastri pun memakai tusuk kondenya menghiasi gelungan rambutnya.
"Pelangi …?" ucap Lazuardi tanpa sadar.
Lastri memiliki wajah yang serupa dengan gadis yang telah dirindukan oleh Lazuardi selama ini. Hanya warna kulitnya saja yang berbeda. Warna kulit Pelangi itu putih cenderung kuning langsat. Sedangkan Lastri berwarna kulit sawo.
"Apa Lastri adalah leluhurnya Pelangi?" gumam Lazuardi.
***
Kini para pejuang telah berada di posisinya masing-masing. Saat tengah malam cuma ada beberapa penjaga yang berjaga di sana. Dengan kemampuan beladiri mereka, para penjaga itu dapat dilumpuhkan dengan mudah. Tanpa harus terjadi baku tembak.
Malam ini untuk pertama kalinya Lazuardi membunuh penjajah di negerinya tercinta. Lazuardi yang merupakan atlet taekwondo dapat mengalahkan lawan haanya dengan menggunakan keris pemberian Musa. Tim pertama yang menyerang benteng ada lima belas orang termasuk Lazuardi. Mereka membagi tugas, ada dua orang yang langsung pergi ke penjara bawah tanah. Tiga orang, ke gudang senjata dan sepuluh orang sisanya melumpuhkan para penjajah.
Saat semua sudah sesuai rencana, ternyata ada seorang pejuang yang diselamatkan dari penjara. Memiliki dendam terhadap pasukan Kompeni karena telah membunuh bapaknya. Dia mengambil granat dan melemparkannya ke gudang senjata berniat menghancurkan benteng itu. Sehingga terjadi ledakan dari gudang senjata.
Duar …!!!
Duar …!!!
Dan itu memancing reaksi pasukan kompeni yang berada di tempat lain dibagian benteng. Sehingga keberadaan para pejuang diketahui oleh pasukan Kompeni. Dan para pejuang mulai terdesak.
"Lazuardi, bagaimana ini sekarang?" teriak Prasetya.
"Aku butuh tiga orang yang handal menggunakan pistol!" teriak Lazuardi.
"Aku bisa!" Ada sekitar lima orang yang menanggapi.
"Bagus kalian bisa membuka jalan dengan berlari di depan sambil memberondongkan peluru pada musuh. Dan yang lainnya harus waspada, serta menjadi pasukan bantuan dari belakang." Lazuardi menerangkan strateginya.
Mereka semua bergerak sesuai instruksi dengan dari Lazuardi. Banyak pasukan musuh yang mati tertembak. Dan ada juga dari pihak pejuang yang gugur disana. Semuanya bertahan untuk hidup dan ingin meraih kebahagian. Dan kebahagian itu salah satunya dengan merdeka dari tangan penjajah.
Duar …!!!
Duar …!!!
Ternyata datang bala bantuan dari pasukan Kompeni. Dan mereka menembakan peluru meriam ke arah para pejuang. Mungkin karena gelap, jadi tembakan meriam-meriam itu tidak tepat sasaran.
"Berhenti!"
Deeert …. Deeert …. Deeert ….
Tembakan dari senapan para Kompeni meluncur secara membabi buta ke arah mereka. Banyak yang terkena luka tembak. Salah satunya Lazuardi, dia terkena tiga tembakan di punggungnya. Walaupun begitu mereka terus berlari. Dan Tim kedua mulai membantu mereka, dengan membalas serangan pasukan Kompeni.
Tim ketiga sudah bersiap-siap untuk membawa mereka keluar desa. Begitu mereka masuk kendaraan, mereka langsung melaju pergi.
Lazuardi yang kehabisan banyak darah, membuat pucat wajahnya. Dan kepalanya terasa pusing. Namun dia mencoba untuk bertahan. Lazuardi mengalihkan pandangannya ke arah luar. Dilihatnya Bulan purnama yang berukuran sangat besar dan berwarna perak.
"Ah, seperti hari itu. Sungguh indah!" gumam Lazuardi sambil tersenyum.
"Pelangi apa kamu tahu, aku sangat merindukanmu. Rindu saat kita bertengkar, rindu saat kita bersaing untuk menempati posisi pertama di sekolah, dan aku rindu melihat senyum di wajahmu lagi."
Lazuardi sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakitnya. Dia merasa ini sudah akhir dari hidupnya. Padahal dia ingin membalas ucapan Pelangi untuknya saat di perpustakaan siang itu.
"Seandainya aku punya kesempatan, maka aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu."
Dan Lazuardi pun sudah tidak mampu lagi menjaga kesadaran dirinya.
***
Lazuardi mengerjapkan mata, saat dirinya merasa terusik oleh sesuatu. Dia Pun membuka mata, dan dilihatnya kalau Pelangi tertidur dalam pelukan dia. Sebelah lengan menjadi bantal dan tangan sebelah lagi memeluk Pelangi.
Lazuardi masih berpikir apa tadi dia sedang bermimpi berada di zaman penjajahan Belanda. Tapi dia masih bisa merasakan sakit di punggungnya yang terkena tembakan itu.
Kini Lazuardi memandangi wajah cantik Pelangi yang dia rindukan. Jari-jari panjang itu menyusuri wajah sang pujaan hati. Mata, hidung, pipi, dan bibir tak lepas dari sentuhannya. Dipandangi bibir seksi yang berwarna pink rose itu, yang telah mencuri ciuman pertamanya. Ingin sekali dia merasakan lagi. Tapi dia tidak ingin menjadi laki-laki brengsek yang menyerang saat lawan tak berdaya.
Pelangi makin mengeratkan pelukannya mencari kehangatan. Karena suhu udara begitu dingin malam ini. Lazuardi pun menyelimuti tubuh Pelangi dengan jas almamater miliknya.
Terdengar suara pintu gudang dibuka, dan ada beberapa orang yang masuk kedalam.
"Lazuardi!"
"Pelangi!"
Orang-orang yang barusan masuk memanggil nama dua remaja yang sedang tidur berpelukan. Dan kedua remaja itu pun terbangun saat ada suara yang memanggil nama mereka.
"Apa yang sedang kalian berdua lakukan disini?" Dua suara wanita paruh baya secara bersamaan menyadarkan Lazuardi dan Pelangi yang sedang berpelukan.
"Kalian berdua telah melakukan perbuatan yang tidak-tidak, iya 'kan?" Kali ini suara lelaki paruh baya yang terdengar.
"Mama …, Papa …."
"Ayah …, Bunda …."
Lazuardi dan Pelangi baru menyadari kalau kedua orang tuanya telah mencari mereka ke gudang sekolah.
"Kalian berdua harus mempertanggungjawabkan perbuatan kalian!" Kata Papanya Lazuardi.
"Kalian berdua akan kami nikahkan!" Kali ini Ayahnya Pelangi yang berbicara.
"Baik Lazuardi akan menikahi Pelangi."
Pelangi sangat terkejut mendengar ucapan Lazuardi. Dia tidak menyangka kalau Lazuardi ingin menikah dengannya.
"Pelangi ini jawabanku untuk pernyataan cintamu saat di Perpustakaan tadi,"
"Aku juga mencintaimu."
Pelangi menyangka kalau saat itu, Lazuardi sedang tidur. Sehingga, tak mendengar ungkapan isi hatinya.
"Baik. Aku juga mau menikah dengan Lazuardi." Pelangi tersenyum bahagia.
TAMAT
*****
Prolog:
"Pelangi kalau boleh tahu siapa nama nenek dan kakekmu?" tanya Lazuardi.
"Lastri dan Prasetya."