Di pagi yang cerah, di suatu rumah yang sederhana nan mewah. Terdapat sepasang suami istri yang baru menikah, mereka menikah karena di jodohkan, belum saling mengenal satu sama lain.
Hari itu sang istri tengah memasak di dapurnya, namun tiba-tiba ketika ia tengah fokus memasak, sebuah tangan melingkar dari perutnya membuat si istri menjengit kaget.
“Halo, istriku.” Sapaan lembut terdengar dari telinga si istri, wajah si istri seketika memerah merona.
“M-Mas, kamu udah bangun…” si istri menjawab gugup, jantungnya berdetak kencang tidak karuan.
“Masak apa sih?” tanya sang suami.
“Itu, Mas, mm… sup.”
“Sup?”
“I-iya, sup, kamu suka kan?”
Sang suami kian memeluk tubuh istrinya erat. Ia tersenyum. “Apapun yang istriku masak, Mas bakal suka.”
Semakin ia berbicara dengan suaminya, wajah si istri kian memerah, jantungnya semakin berdebar. Hal yang paling ia perhatikan saat ini adalah wajah sang suami yang berada di pundaknya, terasa begitu dekat.
“Mas, anu, mm… bisa lepasin dulu gak, ini Adek susah masaknya.”
Si suami menggeleng, “Mas tidak mau, posisi ini udah enak, sayang.”
Mendengar kata ‘sayang’ dari suaminya, membuat ia reflek menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia benar-benar di buai malu oleh suaminya itu.
“Loh kenapa di tutup sih wajahnya?” sang suami bertanya menggoda, terkekeh jail.
“Mas… ih, Lisa malu.” Cicitnya.
Sang suamipun yang terlanjur gemas sendiri melihat tingkah istrinya itu, memutar tubuhnya hingga posisi menjadi saling berhadapan. Tanpa basa-basi apapun lagi ia merengkuhnya dalam pelukan.
“Cup cup cup! Pemalu benget sih istriku ini…” sang suami terus menggodanya.
“Mas Raka udah dong, Lisa malu tahu.” Si istri menggelumbungkan pipinya, berpura-pura marah. Ia memang sedikit kesal karena suaminya itu tidak memahami bagaimana debaran jantungnya yang kian meningkat.
“Eh, kamu marah?” si suami bertanya polos.
“Enggak.”
“Tapi kenapa bibir kamu manyun gitu.”
Si istri tersadar segera ia menormalkan bibirnya. “siapa yang manyun?!”
Sang suami tertewa kecil. “Terus, Itu kenapa pipinya menggelembung gitu?”
Merasa di permainkan, ia memukul dada suaminya itu pelan. “Mas, nyeselin ih.”
“Hehehe, becanda, sayang. Soalnya aku gemes banget lihat wajah istriku ini yang memerah.”
Si istri memalingkan wajahnya, sudah sangat kesal sekarang.
“Ehm! Kalisa, sini lihat wajah Mas dulu, aku mau berbicara serius sekarang.” Sang suami berkata serius.
Karena menyadari intonasi bicara suaminya yang tidak lagi becanda, ia pun meoleh. “Iya, Mas.”
“Apakah kamu dulu pernah berpacaran?” tanyanya.
Istri yang bernama Kalisa itu menggeleng, ia tidak pernah berpacaran sedikitpun, berdekatan dengan laki-laki saja ia tidak pernah.
“Kalau begitu, maukah kau jadi pacarku?” sang suami menatap istrinya lebih dalam.
“Eh, apakah Mas nembak Lisa?” tanya dia polos.
Sang suami mengangguk, “Mau, kan?”
“Tapi Lisa gak pernah pacaran?”
“Aku juga belum pernah, saat aku lajang dulu, aku benci kata itu. Tapi ketika aku sudah punya kamu dan telah menikah, kupikir hubungan kita ini harus di awali dengan pacaran.”
Tentu saja, karena mereka dijodohkan dalam pernikahan ini dan tidak saling mengenal. Alangkah baiknya ia mulai berdekatan dengan cara ‘pacaran’.
Pacaran di sini dalam kutip yang berbeda, dalam konteks tertentu. Banyak yang menyadarinya tapi banyak yang tidak melakukannya.
Dengan wajah yang kembali merona lagi, Si istri mengangguk pelan. “Lisa siap jadi pacar, Mas.”
~~~~~~