Tinggalah seorang wanita cantik dengan seorang anak perempuan yang masih berumur 7 tahun di sebuah perkampungan yang indah dengan di kelilingin kebun teh yang sangat indah jika di pandang dari kejauhan.
Perkenalkan nama aku Dalisyah Putri, sekarang aku berumur 17 tahun. Hidupku penuh dengan penderitaan, karena ibuku melahirkan tanpa menikah dengan seoarang pria. Ibuku di usir dari keluarganya karena membuat malu keluarga.
Ibuku membesarkan aku penuh dengan kasih sayang, walau pun banyak orang yang membenci aku dan ibuku.
Ibuku sangat cantik, sehingga semua pria sering jatuh hati kepadanya dan membuat para istri merasa cemas.
Sekarang aku sedang berada di sebuah ruangan yang sangat tertutup di karenakan aku sering menyakiti orang lain. Aku cuman ingin kalian tahu, jika aku bukan seorang psikopat.
Inilah kisahku di mulai umur 5 tahun.
Tap!
Tap!
Tap!
Seorang wanita cantik sedang berjalan dengan membawa gadis kecil yang imut di sampingnya. Wanita itu bernama Yanti Syahputri dan anak imut yang di bawanya bernama Dalisyah Putri, anak itu adalah anak dari wanita tersebut yang hamil di luar nikah.
Yanti sedang membawa anaknya sehabis bermain di pusat permainan yang ada di tengah kota.
“Nak! Apakah kamu sudah merasa puas setelah bermain seharian?” Tanya Yanti kepada anaknya dengan wajah yang tersenyum.
“Iya ibu, aku merasa sangat senang.” Sahut suara anak kecil yang begitu imut sambil membawa gula kapas di tangan kanannya.
Yanti menggendong anaknya sambil mencubit dan bercanda di pelukkannya. “Anakku yang manis, kamu satu-satunya semangat buat ibu. Jika kamu sudah besar nanti, kamu tetap menjadi anak yang manis ya? Jangan nakal.” Yanti mencium pipi anaknya.
Yanti dan anaknya terus berjalan melewati ramainya orang yang lalu lalang.
Plaakk!
Ada dua orang pria yang menepuk pantatnya Yanti sambil berjalan.
Tapi Yanti tidak menghiraukannya ia terus berjalan hingga sampai di sebuah kontrakan yang jauh dari kata ramai penduduk.
“Sayang, kamu turun dulu ya! Ibu akan mengambil kunci agar kita masuk ke dalam rumah.” Yanti mengambil kunci dari dalam tasnya.
“Ibu! Ibu, kenapa dari tadi kedua paman itu mengikuti kita?” Tanya Dali sambil melihat kedua pria yang terus berjalan mendekati rumah mereka.
Dengan gugup Yanti membuka pintu rumahnya dan membawa Dali masuk. Dengan cepat juga kedua pria itu mendobrak pintu yang belum sempat terkunci.
Blam!
Tertawa bengis yang di tonjolkan oleh kedua pemuda yang perlahan masuk kedalam rumah mereka dan mengunci rumah tersebut.
Yanti gemetar dan ketakutan, ia terus memegang erat tubuh gadis kecil yang ia gendong sambil berteriak ia berkata.
“Mau apa kalian!” Yanti terus mundur dan dengan cepat ia meletakkan Dali di dalam kamar.
“Hiks! Hiks! Ibu ibu aku takut.” Dali menangis tersedu-sedu di dalam kamar.
“Dali tenang saja dulu di situ ya nak? Ibu tidak apa-apa kok.” Teriak Yanti dengan tenang.
“Hahaha!” ketawa keji dari kedua orang lelaki tersebut kemudian melanjutkan perkataannya. “Anak kamu cantik juga, tapi sayang ia masih terlalu dini.”
Yanti terus mundur hingga terhenti di sebuah dinding rumah.
“Kalian mau apa? Tolong! Tolong!” Yanti berteriak dan hendak berlari keluar, namun tubuhnya di pegang dan mulutnya di bekap oleh pria yang memakai tato di sebelah kanannya.
“Hem!” Yanti memberontak namun ia tidak kuasa, karena ia hanya seorang wanita.
Kedua lelaki itu tanpa basa basi merobek baju yang melekat di tubuh Yanti dan melakukan hal yang tidak pantas secara bergilir.
Dali ketakutan dan hanya mengintip dari balik pintu, setelah mereka puas melampiaskan hasratnya kedua lelaki itu pergi meninggalkan Yanti yang sedang berlinang air mata.
Krek!
Krek!
Ketika Dali tahu, jika kedua lelaki jahat itu sudah pergi ia berlari dan membawakan selimut buat menutupi tubuh ibunya.
“Ibu! Ibu jangan menangis, jika aku sudah besar aku akan membalaskan semuanya.” Ucap seorang gadis kecil sambil menghapus air mata ibunya.
2 tahun setelah kejadian itu, kami pindah meninggalkan kota yang sangat kejam dan memilih untuk tinggal di sebuah perkampungan. Dan ibuku memilih untuk berkebun demi membiayai hidup kami.
Beberapa bulan setelah kami pindah, banyak lelaki yang menaruh hati kepada ibuku. Tapi ibuku tidak pernah menggubrisnya karena ia ingin fokus mencari nafkah dan membiayai hidupku.
Aku pun bersekolah yang tak jauh dari lingkungan tempat tinggalku. Semua anak murid menjauhiku dan berkata jika ibuku bukanlah wanita yang baik. Mereka terus menghinaku dan membuat aku marah.
“Kamu itu hanya seorang anak yang tidak di inginkan dan ibu kamu adalah wanita penggoda! Jadi kalian harus pergi dari desa ini dan kamu jangan pernah bersekolah lagi di sini.” Ketus beberapa anak yang berkumpul menghampiri meja Dali.
Dali menggenggam erat sebuah pensil yang suda di raut kemudian ia menancapkan pensil itu ke tangan dan wajah para murid yang menghinanya.
“Apa kalian bilang!”
Srak!
Husst!
Dali melayangkan sebuah pensil yang tajam dan menancapkan ke tangan serta menggariskannya di wajah mereka.
Setelah kejadian itu, semua anak murid menjauhiku dan tidak ada satu orang pun menenami aku hingga aku taman di bangku SD. Tapi aku merasa puas, karena apa yang sudah aku lakukan itu menjadi kepuasan aku sendiri.
Ketika aku berumur 16 tahun dan aku sudah bersekolah di sebuah SMK.
Tap!
Tap!
Tap!
Dali masuk kedalam kelas dan duduk di bangku paling akhir.
“Lihat, kenapa dia berada di sekolah dan satu kelas dengan kita.” Bisik beberapa wanita dari bangku depan.
Brak!
Dali menggebrak meja dan berjalan menghampiri kumpulan orang yang menceritakannya.
“Kalian tahu ini apa?” Dali menunjukkan sebuah penggaris besi ke hadapan mereka semua dengan ekspresi yang sangat menakutkan.
Mereka semua ketakutan dengan gugup mereka menjawab. “Tidak! Jangan sakiti kami, luka yang kau buat sedari SD dulu masih membekas di wajahku.” Ucap salah satu anak perempuan dengan wajah yang ketakutan.
Plak!
Plak!
Dali melayangkan sebuah rol ke tubuh mereka, hingga membuat mereka semua berdiri dan mengelus tubuhnya.
“Hahahaha! Rasa taakut dan maaf saja tidak cukup untukku, jika suatu saat kalian aku dengar menghinaku dan membicarakan aku di belakangku. Aku akan!” Dali menggantung ucapannya sambil memberikan isyarat seperti ingin membunuh.
Mereka semua ketakutan sambil berkata. “Tidak! Ampun.”
Dali berbalik badan kemudian berjalan menuju bangku dan perkata. “Bagiku tidak perlu janji, bukti yang aku inginkan dari kalian.” Dali duduk di bangkunya kembali.
Waktu terus berjalan kini umur aku sudah 17 tahun, ketika aku sedang menjemput ibuku di kebun aku bertabrakan dengan seorang anak muda yang sangat tampan.
Tin!
Tin!
Brak!
“Aduh, skait sekali dungkul aku.” Dali jatuh dari sepeda motor dengan luka di lututnya.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya seorang pemuda yang sangat amat tampan keluar dari mobil menghampiri Dali.
Dali tidak berkedip, ia terus menatap pemuda itu.
“Kamu terluka, aku akan mengantarkan kamu ke rumah. Kira-kira rumah kamu di mana?” tanya pemuda tersebut membuyarkan lamunan Dali.
Dali menggelengkan kepalanya dan menjawab. “Hanya luka kecil tidak apa-apa kok, aku mau menjemput ibuku.” Ucapan Dali terhenti ketika ia melihat ibunya datang dengan panik.
“Anakku kamu kenapa? Ibu tadi mendengar suara kuat dari sana dan ibu lihat ternyata kamu.” Yanti mendekati Dali sambil mengecek sekitar tubuhnya.
“Ibu hanya luka kecil saja, aku tidak apa-apa kok.” Sahut Dali sambil berdikan sepeda motornya yang jatuh.
Setelah kejadian itu Dali dan pemuda itu sebut saja Dimas, mereka jadi semakin dekat dan menjalin kasih. Suatu malam Dali di ajak mampir kerumah Dimas, sebuah rumah besar dan mewah di desa bagi semua wanita itu sangat di impikan.
Dali dan Dimas pun masuk kedalam rumah mewah yang amat sangat sunyi di dalam rumah tersebut.
“Dali, jika kamu ingin berkeliling dahulu silahkan. Aku akan membuatkan minuman buat kamu.” Dimas berbalik arah dan meninggalkan Dali yang masih berdiri, Dali berkeliling dan kemudian ia melihat foto keluarga Dimas yang terpajang di dinding ruang tamunya.
Dali melihat foto seorang pria yang sama persis sering di bawa-bawa oleh ibunya.
Dali merasa marah, ia mengepal kedua tangannya sambil menatap tajam foto yang terpajang di dinding tersebut.
Kemudian Dimas datang dengan membawa minuman segar di dua gelas.
“Kamu serius sekali melihat foto aku, papa dan mamaku.” Ucap Dimas sambil memberikan minuman kepada Dali.
Dali membesarkan kedua bola matanya dan menatap tajam wajah Dimas dengan berfikir.
" Ternyata kamu adalah anak dari seorang pria yang telah melukai ibu dan aku. Dengan nyaman kamu menikmati ini semua, kali ini kalian akan menerima balasan yang setimpal."
Dimas mendekati Dali sambil berkata. “Dali aku sangat mencintai kamu dan kamu adalah satu-satunya wanita yang aku cintai.”
Dali mengambil minuman yang di pegang Dimas, kemudian ia meletakkannya di atas meja ruang tamu.
“Aku juga sangat mencitai kamu.” Dali mendekati Dimas sambil menatap wajahnya dengan sangat dekat.
Dimas pun mendekati Dali kemudian menggendong dan membawanya ke kamar. Dali hanya diam tidak memberontak, ia hanya menatap dengan tatapan tanpa belas kasihan.
Dimas meletakkan Dali di atas ranjang, kemudian Dimas berjalan sambil melepaskan satu per satu kancing kemeja yang ia kenakan.
Dengan hasrat yang membara Dimas naik keranjang sambil berkata. “Ini pertama kalinya aku ingin melakukannya bersama dengan wanita yang aku cintai.” Kemudian Dimas mencium Dali.
“Aku juga!” Sahut Dali yang tidak menolak.
Saat Dimas terhanyut dalam hasratnya, Dali menggigit kuat lidah Dimas hingga darah menetes dari mulutnya.
Dimas panik sambil berkata dengan cedal. “Apa yang kamu lakukan.” Sambil mundur perlahan dari atas ranjang.
Dali hanyaa tertawa kejam. “Hahahaha!” Dengan mata yang memerah dan seolah-olah ingin membunuh.
Kemudian Dali mendekati Dimas sambil berkata. “Aku akan membalaskan luka harus dibalas dengan luka. Atau luka akan dibalas dengan kematian.” Dengan tatapan yang sadis Dali terus mendekati Dimas.
Dimas merasa ketakutan dan membuat ia berlari, sedang Dali dengan santainya mengikuti Dimas sambil melemparkan benda yang ia jumpai.
Setelah kejadian itu ibuku memohon agar aku tidak di tahan, karena mereka adalah tahu mereka pernah mencampakkan kami.
Aku hanya di kurung di sebuah tempat kecil dan pengap hingga 6 bulan lamanya. Habis itu aku akan bebas.
Itulah kisahku.
~~Tamat~~