"Assalamualaikum.." Teriakku saat aku memasuki rumah nenek.
Iya namaku Arsi usiaku 14 tahun, aku duduk di bangku sekolah menengah pertama. Aku anak bungsu dari tiga bersaudara, dan aku adalah perempuan satu-satunya di keluargaku maupun keluarga besarku.
Aku lebih sering menginap dirumah nenek meskipun rumah mereka sederhana dan kuno menurutku, tapi aku nyaman tinggal disinik. Rumah berbahan kayu jati khas pedesaan karena rumah nenek berada di atas bukit kapur yang masih asri dan sejuk tanpa adanya asap kendaraan. Berbeda dengan rumah orang tuaku yang berada di kota yang penuh dengan kemacetan dan banyak asap kendaraan maupun asap dari pabrik. Jarak dari rumah dan rumah nenek tidaklah jauh hanya perlu waktu dua puluh menit untuk sampai dirumah nenek. Selain itu kenapa aku lebih betah tinggal disini, salah satunya adalah disini banyak sepupuku yang sering menginap disini.
" Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatu," jawab nenek dari dalam rumah sedang membawa nampan yang berisi nasi putih yang akan dijemur didepan rumah.
"Dari mana ndok?" lanjutnya lagi.
"Dari rumah temen, nek." Jawabku sambil mencium punggung tangan nenek.
"Yasudah, sana makan siang dulu. Belum makan kan?"
"Hehe, nenek tau aja kalau aku lagi laper belum makan." Aku langsung menuju dapur dan mencuci tangan terlebih dahulu.
Selesai makan aku langsung menuju kamar yang biasanya aku tempati bila sedang dirumah nenek, namun setelah aku memasuki kamar itu aku melihat ada sebuah tempat tidur kuno yang terbuat dari kayu jati. Ranjang coklat dengan ukiran naga dan juga bunga hampir ada di setiap sudut. Aku mengamati dengan seksama, tanpa pikir panjang aku lagi merebahkan tubuhku, dan memejamkan mataku.
"Kek, itu tempat tidur koleksi baru ya?" tanyaku pada kakek yang sedang menikmati secangkir kopi diruang tamu. Aku langsung duduk disampingnya dan mengambil dan memakan singkong rebus yang masih hangat hasil kebun sendiri.
"Bagus kan, itu kakek beli dari Darto orang yang tinggal di desa N itu loh."
"Arsi gak tau kek, siapa itu Darto?"
"Orang kaya yang punya tambang batu disebelah rumah Budemu itu loh" aku hanya mengangguk tanda mengerti dari ucapan kakek itu.
Kakek adalah kolektor barang antik maupun barang lama yang unik dan langka. Kakek biasanya membeli dengan harga puluhan maupun ratusan ribu saja, tergantung barangnya masih bagus apa sudah jelek. Namun bila sudah jatuh ditangan kakek, barang itu akan disulap menjadi barang yang bernilai tinggi. Bayangkan saja satu tempat tidur saja hanya dihargai lima ratus ribu rupiah atau lebih, namun setelah diperbaiki dan dikasih cat maka akan laku dengan harga jutaan bahkan puluhan juta.
Hampir tiga minggu sudah aku tidak ke rumah nenek dan kakek, karena liburanan sekolah ayah mengajakku pulang ke kampung halaman ayah yang berada diluar pulau Jawa.
"Kakek." Aku memanggil kakek dan langsung menghampirivdan memeluknya yang sedang duduk di teras rumah.
"Ndok, baru datang bukannya salam malah langsung meluk kakek. Kangen kamu ndok dengan kakek mu ini?"
"Waalaikumsalam." Jawab kak Imam sepupuku yang duduk di samping kakek.
"Oh iya, assalamualaikum"
"Telat." Jawabnya lagi dengan sewot.
Kakek hanya tertawa melihatku sedang bertengkar dengan kak Imam.
Malam ini aku memutuskan untuk menginap di rumah kakek, setelah mengikuti acara pengajian di masjid. Kebiasaan orang-orang di desa bila Kamis malam selalu ada pengajian yang diadakan di masjid setempat. Selesai mengikuti pengajian itu aku langsung merebahkan tubuhku ditempat tidur yang biasa aku tempati. Waktu menunjukkan pukul 11.49, aku masih terjaga dan membalas chat dari grup WhatsApp sekolah. Tiba-tiba ada bau kemenyan dan asap dibawah kakiku, aku hanya melihatnya tanpa ada rasa curiga sama sekali. Kupikir itu hanya sebuah asap obat nyamuk yang aku bakar tadi sebelum tidur, dan asal dari kemenyan itu sendiri mungkin dari kakek yang sedang membakarnya dikandang sapi kebiasaan kakek bila malam suka membakar kemenyan agar sapi tidak dikerumuni nyamuk.
Namun bau kemenyan itu berubah menjadi bau bunga dan wewangian yang sangat menyengat, dan asap itu sendiri semakin banyak dan juga tebal. Tiba-tiba aku tak bisa menggerakkan seluruh badanku, mulutku serasa terkunci hanya mataku saja yang bisa bergerak. Dan dari bawah kaki ku dari asap yang tebal tadi muncullah sesosok seorang perempuan yang sangat cantik dengan kebaya tempo dulu dan menggunakan bawahan kain batik, rambut disanggul dan memakai konde bunga melati juga selendang yang dikalungkan di lehernya.
Aku ingin teriak memanggil kakek maupun nenek, namun aku gak bisa membuka mulutku. Hanya mataku yang memandang wanita itu dengan rasa takut. Namun sosok itu berubah menjadi jelek dan sangat jelek dengan bau busuk dan amis, serta wajahnya yang tadi cantik sekarang terlihat keriput dengan kuku-kuku jari tangan yang sangat tajam yang siap untuk menggores wajahku. Darah menetes dari sudut matanya yang melotot dan juga senyum yang menyeringai. Aku gemetar ketakutan, aku belum bisa menggerakkan tubuhku seluruh tubuhku rasanya kaku.
Dia mencengkram erat leherku lalu menyekikku dengan kuat. Aku berpikir bila saat ini aku mati, aku belum sempat membahagiakan orang-orang terdekatku terutama ayah dan ibu, kakek juga nenek. Masih banyak mimpi yang ingin aku raih, masih banyak harapan yang belum sempat aku perjuangkan. Dan dosaku masih banyak, karena aku manusia penuh dengan dosa.
Tiba-tiba mahkluk itu terlempar kebawah, aku melihat kakek mendorong mahkluk itu kesamping ku hingga mahluk itu jatuh tersungkur kebawah. Setelah mahkluk itu melepaskan tangannya dari leherku aku terbatuk-batuk dan bisa menggerakkan tubuhku. Kakek teriak memanggilnya namaku, namun aku setengah sadar karena kehabisan nafas. Kakek membopong tubuhku sebelum mahluk itu bangun, namun sebelum sampai didepan pintu mahkluk itu berhasil memegang kaki kakek hingga kakek terjatuh denganku.
Mahluk itu langsung mencekik kakek dengan satu tangannya, dan melemparkan kakek kesamping meja belajar dan menabrak tempat sampah. Mahluk itu mendekatiku dan mengangkat tubuhku dengan satu tangannya, lalu menggores tanganku dengan kuku panjangnya. Darah segar menetes, mengalir deras dari tanganku. Lalu mahluk itu menjilati darah yang menetes dengan lidahnya tanpa rasa jijik. Lalu mahluk itu terlempar bersama tubuhku yang terlempar menabrak lemari, karena kakek bangun dan.mendorongnya. Mahluk itu berdiri dan menghampiri kakek yang masih berdiri, lalu mahluk itu mencekik kakek hingga tubuhnya terangkat ke atas.
"Kakek"
Dari arah pintu kak Imam masuk dan langsung mencoba menolong kakek, namun sekali mahluk itu menghempaskan tangannya kak Imam terlempar diatas ranjang. Aku hanya bisa menangis tanpa bisa berbuat apa-apa.
Kak Imam berdiri dan langsung memukul mahkluk itu dengan kursi yang ada di samping meja belajarku, usahanya kak Imam tidaklah sia-sia. Mahkluk itu melepaskan cekikan pada kakek, yang langsung terjatuh dan terbatuk-batuk. Lalu mahluk itu langsung menuju kak Imam dan mendorong kak Imam kearah tembok hingga kepalanya membentur tembok dan darah segar mengalir dari jidatnya.
Setelah kak Imam lemah tak berdaya, mahluk itu menghampiriku dan menarik tanganku kearah ranjang mahluk itu lalu mencekik leherku kembali,
Tiba-tiba dari arah pintu datanglah nenek dengan seorang lelaki memakai kopiah dengan tasbih ditangannya sambil membacakan doa-doa, lalu mahkluk itu memandang kearah pak ustadz dengan mata melotot. Mahluk itu mencoba menggapai pak ustadz namun pak ustadz sudah sigap menghindarinya.
"Aku ingin tumbal, gadis itu milikku jangan ganggu aku" teriak mahluk itu sambil menyerang pak ustadz tadi.
"Kau siapa, dan dari mana asal mu?"
"Aku penghuni ranjang itu, ranjang tempat sesembahan yang diberikan tuanku padaku"
Tiba-tiba mahkluk itu kepanasan dan berubah menjadi asap dan hilang seketika.