Hujan deras terus mengguyur kota dan seisinya, petir yang sesekali menyambar membuat suasana hujan menjadi ricuh dan menggelegar, tiupan angin kencang yang sampai menerbangkan potongan besi atap rumah seakan menambah rasa riuh di luar sana. Namun, hal itu tak sekalipun menarik perhatian seorang pria berumur 24 tahun itu.
Nathan Adrian, itulah namanya, sesosok pria bertubuh tinggi dengan porsi tubuh yang normal bagi seorang pria pada umumnya. Pria itu duduk di sebuah kursi sambil menyalakan laptopnya, karena menunggu selesainya loading yang tampak di layar lapotopnya, sesekali pria itu menatap keluar jendela, melihat derasnya hujan di luar sana, ia pun bangkit berjalan menuju jendela dan dengan suara lirih ia berkata.
“Ternyata hujannya cukup deras,” katanya sambil menatap langit abu-abu kehitaman.
“Kenapa melihat hujan ini ... aku jadi teringat akan dia?”
***
3 tahun yang lalu
06:58 AM.
*Kereta Express tujuan Jakarta Kota akan segera memasuki peron di jalur 2, harap berdiri di belakang garis kuning
“Huuhh ... akhirnya aku sempat juga, datang sebelum keretanya sampai,” kata pria itu sambil menghela nafas lega.
Pria itu melangkahkan kakinya menuju bagian pinggir peron, namun, langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara orang terjatuh, tepat tidak jauh dari tempat ia berdiri, dengan segera pria itu melangkahkan kakinya menuju wanita itu.
“Kau baik-baik saja?” kata pria itu sambil menjulurkan tangannya yang berniat untuk membantu wanita itu untuk bangun.
“Ahh ... iya, aku baik-baik saja, terima kasih,” kata wanita itu.
Pria itu terdiam karena terpukau melihat sesosok wanita yang baru saja ia bantu tadi.
“Bi-bisakah ... kau berhenti menatapku seperti itu,” kata wanita itu yang memalingkan pandangannya karena merasa dirinya diperhatikan oleh pria dihadapannya.
“Ma-maaf, aku tidak bermaksud begitu.”
“Tidak apa. Perkenalkan, namaku Alisya Sofia,” ucap wanita itu sambil menjulurkan tangannya.
“I-iya salam kenal, namaku Nathan Adrian,” kata pria itu yang menjawab juluran tangan wanita itu dengan menjabat tangannya.
“Apa kau ingin pergi bekerja?” tanya wanita itu yang menyebutkan dirinya Alisya.
“Yahh ... begitulah, karena aku tinggal sendiri, mau tidak mau aku harus bekerja.”
“Heh? Berarti kau sama dengan ku,” kata Alisya sambil tersenyum.
Itulah pertama kalinya Nathan dan Alisya bertemu. Kebetulan, karena tujuan stasiun mereka sama, jadi mereka berdua lebih sering bercakap-cakap dari pada memainkan ponsel mereka ketika di dalam kereta.
“Kamu pulang kerja jam berapa?” kata Nathan penasaran.
“Hmm ... biasanya sihh jam 5, memangnya kenapa?” kata Alisya kembali bertanya.
“Ahh tidak, aku hanya ingin tau saja.” Ucap Nathan sambil tersenyum yang membuat wanita itu terheran-heran.
***
17:12 PM.
Sore hari dengan langit berwarna jingga menandakan bahwa matahari sudah hampir menyelesai tugasnya pada hari itu, tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang berada di stasiun yang masih menunggu akan tibanya kereta listrik.
Seorang wanita anggun berjalan pelan mencari sebuah tempat duduk yang kosong, terlihat dari raut wajahnya ia tampak agak kelelahan usai bekerja.
Ia terus berjalan mencari tempat duduk, akan tetapi langkahnya terhenti setelah melihat seseorang yang sepertinya ia kenal.
“Nathan?” kata Alisya yang melihat sesosok pria yang ia temui pagi ini, kemudian menghampirinya.
“Ahh ... akhirnya kau pulang juga,” ucap Nathan sambil tersenyum.
“Sejak kapan kamu berada di sini?” tanya Alisya.
“Baru setengah jam yang lalu, karena aku pulang kerja jam 16:30 PM,” kata Nathan.
“Jadi, dari tadi kamu di sini hanya untuk menungguku?” tanya Alisya yang dilanjutkan dengan anggukan kepala Nathan.
“Maafkan aku kalau begitu, aku tidak tahu kalau kamu menungguku.”
“tidak apa-apa kok, ini juga karena keinginanku sendiri. Soalnya, semenjak bertemu denganmu tadi pagi, aku merasa perjalanan di kereta tidak lagi membosankan.”
“Hmm? Bukankah kau mempunyai ponsel? Kenapa tidak memainkannya saja?”
“Aku lebih suka berbicara dengan seseorang, tapi kalau berbicara dengan orang yang tak kukenal aku tidak terlalu suka akan hal itu.”
“Bukankah aku juga orang asing bagimu? Kita bahkan baru bertemu tadi pagi."
"Hmm walaupun begitu, tapi sejak pertama kali bertemu denganmu, aku merasa ... kau bukanlah orang asing lagi bagiku," ucap Nathan.
"Heh? Apa itu? Pengakuan cinta?" ucap Alisya sambil tersenyum.
"Te-tentu saja bukan," ucap Nathan geram akan tetapi ia tersenyum.
Semenjak hari itu, Nathan dan Alisya saat berangkat ataupun pulang kerja selalu pergi bersama, mereka bertemu di stasiun pukul 07:00 AM saat berangkat dan pulang bertemu pukul 17:00 PM. Seperti biasa, Nathan selalu menunggu di stasiun selama setengah jam hanya untuk pulang bersama Alisya.
Beberapa hari telah berlalu. Saat akhir pekan, Nathan meminta kepada Alisya untuk mengajaknya jalan, dan wanita itu hanya menganggukkan kepala sambil menunjukkan senyum manisnya tanda ia menyetujui ajakan Nathan.
“Jadi kenapa kita sampai kesini?” ucap Alisya sambil tersenyum.
“Yahh ... a-anggap saja kita sedang refreshing,” kata Nathan sambil memalingkan pandangannya.
“Hmm dasar, kukira ini kencan atau semacamnya.”
“Ke-kencan?! H-hei kau tau kan, kita bukan anak kecil lagi.”
“Tapi apa salahnya bersikap seperti anak kecil?” kata Alisya yang membuat pria di hadapannya terkejut.
“Kalau begitu, bolehkah untuk sementara aku bersikap seperti anak kecil?”
“Boleh saja, tidak ada salahnya kan?”
“Kalau begitu ... “ kata Nathan sambil berdiri menghampiri wanita di hadapannya, lalu meraih kedua tangan wanita itu sambil meneruskan kata-katanya.
“Maukah untuk sementara ini kita berpacaran?” kata Nathan dengan percaya diri.
“H-hei ... bukankah ini terlalu mendadak?” ucap Alisya yang mulai gugup.
“Salah sendiri, kau yang mengatakan tidak apa-apa jika aku bersikap seperti anak kecil,” ucap Nathan sambil tersenyum.
“Kena aku dehh ... “ ucap Alisya sambil tersenyum pasrah.
“Jadi, apakah kamu mau?”
“Umm ... i-iya aku mau,” ucap wanita itu sambil menganggukkan kepalanya.
Sejak hari itu, Alisya dan Nathan menjalani kehidupannya dengan memiliki hubungan khusus akan tetapi, kehidupan mereka dalam sehari-hari tetap tidak berubah, bahkan mereka lebih giat bekerja untuk bisa bertemu sekaligus mengumpulkan uang untuk kehidupan mereka kelak.
Hari demi hari, pekan demi pekan, bulan demi bulan pun telah berlalu. Sudah 2 tahun sejak mereka berpacaran, malam itu sempat terlintas dipikiran Nathan untuk segera melanjutkan hubungannya dengan Alisya, karena itu, ia pergi ke toko emas berniat untuk membeli sebuah cincin.
“Sepertinya, cincin itu cocok dengannya,” gumam Nathan setelah melihat-lihat.
“Baiklah, saat pulang kerja besok, aku akan membuat kejutan untuknya,” gumam Nathan sambil tersenyum.
***
17:14 PM.
“Alisya kemana? Kenapa ia belum muncul juga?” gumam Nathan khawatir.
Akan tetapi, kekhawatirannya lenyap setelah ia melihat ponselnya berdering dengan bertuliskan nama Alisya yang terpampang.
“Halo, Alisya kamu dimana?”
“Iya Nathan, maaf aku sekarang sedang terburu-buru karena ada urusan mendadak, tadi aku menyempatkan diri mencarimu, tapi, karena tidak juga menemukanmu, aku langsung masuk kedalam kereta,” kata Alisya pelan dengan nada menyesal.
“Kapan itu?”
“Baru saja kereta yang aku naiki berangkat dari situ.”
“Ohh kereta yang baru jalan tadi.”
“Maaf yaa, padahal kau sudah lama menunggu, tapi aku malah meninggalkanmu.”
“Ahh ... tidak apa, selagi kamu baik-baik saja, baiklah aku tutup ya, keretanya sudah datang.”
“i-iya.”
“Sepertinya besok saja aku memberikannya,” gumam Nathan sambil melangkah masuk kedalam kereta.
Namun, hari esok itu serasa seperti tidak akan pernah datang, karena Nathan mendengar kabar buruk tentang kereta yang dinaiki Alisya mengalami kerusakan mesin dan terbakar saat di perjalanan.
Dengan cepat Nathan bergegas menuju lokasi menggunakan angkutan kota, karena jalur kereta semua ditutup. Tidak sampai setengah jam Nathan sampai di lokasi kejadian itu, akan tetapi, menurut salah seorang yang berada di sana berkata, bahwa seluruh korban sudah dilarikan ke rumah sakit terdekat, tanpa berpikir Nathan langsung berlari menuju rumah sakit itu yang jaraknya tidak jauh dari tempat kejadian.
Sesampainya di sana, Nathan bertanya kepada salah satu suster dan meminta mengantarkannya ke ruang dimana Alisya berada.
“Kenapa kita ke ruang jenazah sus? Saya ingin bertemu Alisya, bukan kesini!”
Suster tetap berjalan sampai di depan seseorang yang berbaring dengan ditutupi kain putih. Lalu, setelah suster membuka kain itu terlihat jelas oleh Nathan, seorang wanita yang ia cintai selama 2 tahun ini.
“Kenapa? Padahal hari ini aku ingin melamarmu, tapi kenapa, kenapa malah jadi seperti ini?” kata Nathan yang mulai meneteskan air mata.
Nathan pun mengambil cincin dari balik sakunya yang sudah ia siapkan, lalu memasangkannya ke jari manis Alisya.
“Ini barang milik saudari Alisya,” kata suster itu sambil memberikan sebuah ponsel.
Nathan hanya mengangguk dan mengambilnya, setelah menyalakannya, Nathan terkejut melihat sebuah pesan yang belum sempat terkirim dan hanya bertuliskan satu kata “Maaf”, melihat itu pecahlah tangisan Nathan sambil menggenggam tangan wanita itu.
***
"Mungkin aku mengingatnya karena hal ini sama halnya dengan kejadian terbakarnya kereta itu, aku tidak memperdulikannya asalkan pusat perhatianku terhadap sesuatu tidak terhalangi oleh sebuah kejadian," ucap Nathan yang masih menatap keluar jendela.
"Dan akhirnya aku menyadari sesuatu, manusia hanya bisa berjuang, merencanakan, dan mengerjakan, akan tetapi tuhan lah yang merestui dan menentukan," ucap Nathan sambil berjalan kembali ke kursinya dan memainkan laptopnya.
Tamat