MENGEJAR CINTA MAS-MAS DINGIN

Darren terdiam, ia sendiri tidak tau pasti apa yang ia rasakan saat ini.

Lalu, Darren kembali meraih tangan Jeje. "Biar ku antar pulang," kata Darren dan Jeje yang belum mendapatkan jawaban atas pertanyaannya itu kembali mengibaskan tangannya dan Jeje pun kembali melanjutkan langkahnya.

Jeje menahan air matanya supaya tidak jatuh, ia tidak ingin terlihat kalau ia cinta sendirian.

Lalu, Darren yang berdiri itu pun mulai mengikutinya dan Darren mulai sedikit bercerita, "Aku tidak tau perasaan ku padanya seperti apa, tapi bukankah kita sudah sepakat akan menjalaninya dan tidak membahas dia?"

Jeje yang terus berjalan itu pun menghentikan langkah kakinya.

"Ya, benar. Itulah kesepakatan kami dan jika dia siap, dia akan melamarku," ucap Je dalam hati, Jeje pun menghentikan langkah kakinya dan Darren kembali meraih tangannya.

"Sabar," ucap Darren dan air mata Je langsung menetes, segera Je menghapus air matanya dan Jeje pun mengangguk.

Lalu, Darren mengajak Jeje kembali ke rumah Salsa untuk mengambil mobilnya dan Jeje menolak.

"Tapi di sini gelap, Je. Mana di bawah pohon mangga, memangnya kamu tidak takut?" tanya Darren seraya menunjuk pohon mangga tersebut dan Jeje pun akhirnya mau ikut dengannya.

Keduanya berjalan santai seraya saling bercerita dan Darren mengatakan kalau dirinya mengagumi Jeje yang begitu sabar dan tidak pernah marah padanya.

"Tapi, aku juga punya batas kesabaran, Mas!" kata Jeje dalam hati.

Lalu, setibanya di depan rumah Salsa, Jeje menghentikan langkahnya. "Aku tunggu di sini," kata Jeje seraya menatap Darren.

"Ok," jawab singkat Darren dan Darren yang akan pulang itu harus pamit pada temannya dan di dalam semua orang sedang diam.

Ya, baru saja Akmal bertanya pada istrinya, apa yang telah ia katakan sehingga membuat Jeje pergi begitu saja.

Dan Salsa menjawab kalau dirinya hanya setuju jika Darren akhirnya bersama Rossi.

Akmal dan Justin hanya bisa diam, walau sejujurnya setuju dengan Salsa, tetapi, mereka bisa apa jika Darren sudah memutuskan.

"Kalian kenapa, kenapa semua diam?" tanya Darren yang baru masuk, Darren mengambil tas kecilnya yang tergeletak di meja ruang tengah.

"Tidak apa, mana Je?" tanya Justin, ia sedikit tidak tega pada gadis itu.

"Ada, dia nunggu di luar, kalau begitu aku pamit dulu," kata Darren dan semua orang mengangguk.

Lalu, Justin kembali mengingatkan Salsa, "Sa, tidak seharusnya kita seperti itu. Jeje datang setelah Rossi, jauh setelah Rossi pergi, Sa!"

"Tetap saja, aku yang paling tau bagaimana perasaan Rossi!" jawab Salsa, ia pun segera bangun dan masuk ke kamarnya.

"Sudah, pulang sana!" kata Akmal pada Justin dan Justin melempar bantal sofa ke arahnya.

Darren yang mendengar itu pun tak mengapa, sekarang, ia sudah di mobilnya dan Jeje baru saja masuk.

"Kita beli martabak dulu," ajak Darren pada Jeje dan Jeje mengangguk.

Selama perjalanan, keduanya hanya diam dan Darren merasa sedikit sebal karena semua orang selalu mengingatkan Rossi padanya.

"Pasti dia sedang memikirkan Rossi," kata Jeje dalam hati.

"Astaga, entah mengapa, aku merasa ada diantara kalian," ucap Je dalam hati dan Jeje pun memilih untuk tidur, Je begitu pulas sampai tak merasakan kalau sekarang sudah ada di depan rumah.

Darren membangunkannya.

"Je, sudah sampai," kata Darren seraya mengusap punggung tangan Jeje dan Jeje pun membuka mata.

"Aku mau martabak coklat kacang jangan lupa pakai wijen," kata Je seraya menatap Darren dan Darren tersenyum.

"Ini sudah di depan rumah," kata Darren dan Darren memberikan bingkisan berisi martabak telur, "Ini, Je. Nanti lain kali aku belikan yang kacang coklat," lanjut Darren dan Jeje yang sedikit malu itu menerima bingkisannya.

Lalu, Jeje menunjuk ke arah depan, "Apa itu, Mas?"

Dan Darren mengikuti arah Jeje menunjuk dan Darren tidak melihat apapun, lalu, Jeje mengecup pipinya dan Jeje segera turun dari mobil.

"Terima kasih," ucap Jeje seraya melambaikan tangannya dan Darren tersenyum.

"Astaga, anak itu. Ada-ada saja," kata Darren dan karena hari sudah malam, Darren langsung pulang dan di dalam Jeje mendapatkan pertanyaan dari ayahnya.

"Dari mana kamu?"

"Ada acara, Yah. Jadi, Jeje telat pulang," jawab Jeje seraya meletakkan martabak telur itu di meja ruang tamu.

"Di mana Darren, kenapa tidak pamit dulu," protesnya seraya membuka pintu dan Darren pun sudah tidak ada.

"Mungkin karena sudah malam, jadi Mas Darren tidak mampir, Yah." Jeje mencoba memberikan pengertian.

"Tidak sopan," kata Ayah Jeje dan Jeje menarik nafas dalam.

****

Di rumah Salsa, Akmal sedang membujuk istrinya yang merajuk. "Sayang, untuk memastikan hubungan antara keduanya, lebih baik kamu tanyakan pada Rossi, kasian Jeje kamu judesin," ujar Akmal dan seketika Akmal mendapatkan cubitan di pinggangnya.

"Bilang apa kamu? Aku judes, ya?" tanya Salsa seraya menatap suaminya yang kesakitan dan Salsa menitikkan air matanya.

"Kamu gimana, kamu yang mencubit, tapi nangis sendiri," protes Akmal dan Salsa segera menjatuhkan kepalanya di dada suaminya.

"Aku sedih, aku tidak membayangkan bagaimana perasaan Rossi jika tau Darren mencoba membuka hati untuk wanita lain!"

"Kamu salah, kalau sudah pergi dan meninggal ya harus terima konsekuensinya!" jawab Akmal dan Salsa menatapnya datar.

"Jadi, kalau suatu saat aku marah, terus pergi, kamu tidak akan datang untuk menjemput?" tanyanya datar dan Akmal tersenyum. "Itu lain cerita, sayang. Jangan samakan dengan mereka," jawab Akmal.

Lalu, Salsa mengambil ponselnya, ia menghubungi Rossi dan Rossi yang sudah terlelap itu segera menerima panggilan tersebut.

"Sa, di sini udah tengah malam, ada apa?" tanya Rossi seraya menguap lebar, ia kembali berbaring dan Salsa tak juga bicara.

"Sa, ada apa?" tanya Rossi.

Dan yang ditanya pun menjawab, "Kamu kapan pulang?"

"Astaga, kenapa? Beberapa bulan lagi, kamu udah kangen, ya?" tanya Rossi dan Rossi mendengar Salsa menangis juga terdengar suara Akmal yang menyuruhnya untuk tidur.

"Sa, benar apa kata Akmal, sudah malam, tidurlah!" kata Rossi dan Salsa segera menyampaikan apa yang mengganjal di hatinya itu.

"Darren punya pacar," kata Salsa.

Hening..

Dan masih hening.

Lalu, Rossi menjawab, "Sa, sudah malam, besok aku banyak kerjaan. Aku tidur dulu."

Dan Salsa terdiam, ia menatap Akmal yang sedang menatapnya.

"Dia tidak merespon," lirih Salsa.

"Sudah, lah. Biarkan saja itu jadi urusan mereka," gerutu Akmal dan Salsa pun memilih untuk berbaring bersama Baby.

Sementara itu, di Jepang, Rossi terngiang dengan apa yang Salsa katakan.

"Darren punya pacar."

Dan air matanya menetes, ia pun segera menghapus air mata itu, Rossi yang berbaring kini merubah posisinya menjadi meringkuk.

"Iya, mungkin... selama ini aku yang cinta sendiri, buktinya dia sudah punya pacar," ucap Rossi dengan mata yang terpejam.

Benarkah demikian?

Dukung authornya, ya. Dengan like dan komen, jangan lupa difavoritkan juga, ya.

Yang baik hati boleh kasih bintang lima dan vote/giftnya. Terima kasih yang sudah mendukung.