Takdir mempertemukan Deanda Federer yang hanya seorang gadis miskin dengan seorang Putra Mahkota Alvero Adalvino dari Kerajaan Gracetian. Negara dengan sistem pemerintahan monarki absolut, di mana ucapan Raja adalah hukum mutlak.
Alvero dikenal tampan, cerdas, sekaligus sosok pengusaha hebat, namun juga dikenal keras, arogan, dingin, sekaligus dikenal playboy karena tidak pernah bersama dengan gadis yang sama lebih dari satu bulan. Namun beberapa rumor juga menyebutkan bahwa Alvero seorang gay. Untuk meredam rumor dan mempertahankan posisinya sebagai calon Raja sekaligus untuk dapat membalas dendam, Alvero sengaja menjebak Deanda untuk menikah dengannya.
Bagaimanakah perjalanan cinta mereka? Kenapa harus Deanda yang dipilih oleh Alvero? Dan apakah Deanda bisa menerima Alvero dan jatuh cinta padanya dengan perbedaan status yang begitu jauh? Ikuti perjalanan cinta mereka yang penuh perjuangan sekaligus romantis.
Cerita ini hanya fiksi semata, maaf jika ada kesamaan tokoh, nama, dll
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JE270608, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KUNJUNGAN DUKE EVAN
Selamat pagi Nona Deanda, apakah semalam Anda bisa tidur dengan nyenyak? Maaf, saya hanya menyampaikan pesan dari Tuan Alvi untuk waktu yang diberikan oleh Tuan Alvi untuk Nona Deanda memikirkan penawaran dari Tuan Alvi dimajukan sehari, menjadi 6 hari, sehingga mulai hari ini waktu Nona tinggal 5 hari lagi.
Deanda hanya bisa menarik nafas dalam-dalam melihat pesan baru dari Ernest yang mengatakan tentang pengurangan hari yang diberikan kepadanya untuk memikirkan penawaran dari Alvi, dan Deanda yakin ini ada hubungannya dengan pesan semalam yang dia kirimkan kepada Ernest. Deanda yakin 100 persen bahwa pesan terakhir yang dia terima dari Ernest yang menuliskannya adalah Alvi, bukan lagi Ernest. Dan Deanda tahu pasti Alvi pasti merasa tidak enak hati karena pesan-pesannya kepada Ernest kemarin malam sehingga ada keputusan seperti itu pagi ini.
Ah, ternyata begitu sulit untuk membuat hati Tuan Alvi senang dan begitu mudah untuk membuat hatinya tidak senang, Deanda berkata dalam hati sambil menutup layar handphonenya, kembali sibuk dengan kotak-kotak roti yang siap untuk dikirimkan kepada para pelanggan yang sudah memesannya yang sudah menjadi tugasnya sehari-hari.
Sekilas Deanda melirik ke arah Abella dan Adrian yang sedang sibuk menyiapkan adonan roti dan diawasi oleh Logan. Sejak diterima kerja di toko roti ini, sebenarnya keinginan Deanda adalah berkutat dengan bagian pembuatan roti. Apalagi sebenarnya bagian pembuatan roti itu sangat sesuai dengan Deanda yang sebenarnya merupakan mahasiswi yang lulus dari jurusan pengolahan makanan. Namun, Logan tidak pernah memberinya ijin untuk Deanda berpindah dari tugas melayani pelanggan dan mengirimkan pesanan para pelanggan.
Logan bukannya tidak ingin Deanda masuk ke bagian produksi, namun keberadaan Deanda yang cantik sekaligus gesit sudah mendatangkan banyak pelanggan dan para pemesan roti merasa selalu puas jika Deanda yang mengantarnya. Bagi Logan Deanda akan lebih banyak menghasilkan keuntungan jika dia berada di tempatnya sekarang daripada di bagian pembuatan roti. Apalagi beberapa laki-laki kaya baik muda dan tua banyak yang begitu menyukai keberadaan Deanda, termasuk Baron Nico yang bahkan bersedia memberikan sejumlah uang yang cukup besar kepada Logan jika bisa berhasil membujuk Deanda untuk mau menikah dengannya. Melihat itu, mana mungkin Logan membiarkan Deanda berpindah ke bagian pembuatan roti.
"Deanda," Suara panggilan dari Reyna, istri Logan sedikit membuat Deanda yang sedang asyik melihat bagaimana roti diproses tersentak, membuat Reyna tersenyum.
Reyna merupakan istri Logan yang juga merupakan bos di toko roti ini. Sifatnya sangat berbanding terbalik dengan Logan. Jika Logan sangat kasar, Reyna begitu lembut. Jika Logan begitu menyukai uang, bagi Reyna uang yang ada padanya merupakan rejeki yang harus dibagi dengan orang lain. Jika Logan begitu berhasrat untuk mencari keuntungan dengan keberadaan Deanda, Reyna selalu berusaha untuk melindungi Deanda seperti anaknya sendiri.
"Ah, Nyonya Reyna, ada apa?" Deanda segera menjawab panggilan dari majikan perempuannya.
"Hari ini ada pesanan khusus, sample (contoh) dari toko roti kita untuk ke depannya dijadikan sebagai hidangan untuk snack para pegawai di kantor pusat perusahaan Adalvino. Bisakah kamu mengantarnya setelah kamu mengantar pesanan itu?" Mata Deanda langsung membulat mendengar Reyna menyebutkan tentang perusahaan Adalvino, perusahaan milik keluarga kerajaan dimana Putra Mahkota Alvero Adalvino merupakan pimpinan tertinggi di tempat itu.
Selama ini setiap Deanda melewati gedung bertingkat dengan 125 lantai di dalamnya, yang merupakan bangunan kantor pusat perusahaan Adalvino, Deanda selalu memandangi gedung itu dengan tatapan kagum. Bangunan pencakar langit yang masuk ke dalam kategori 5 gedung tertinggi di dunia itu selalu membuatnya membayangkan bagaimana indahnya penataan ruangan di dalamnya dan bagaimana tampannya sang Putra Mahkota Alvero Adalvino saat bekerja di ruang kerjanya yang pasti mewah dan besar. Membayangkan itu Deanda langsung menyungingkan senyum senang di bibirnya.
"Tentu saja Nyonya, dengan senang hati saya akan mengantarnya ke sana," Reyna langsung tersenyum mendengar jawaban dari Deanda.
"Karena ini sample yang cukup penting, tolong agar kamu memastikan sample ini diterima dengan baik tanpa cacat sedikitpun," Mendengar peringatan dari Reyna tentang pentingnya sample itu Deanda langsung menganggukkan kepalanya dengan cepat.
"Baiklah kalau begitu, sebentar aku siapkan sambil menunggumu kembali dari mengantarkan pesanan itu," Reyna berkata sambil menunjuk ke arah kotak roti yang sedang dipegang oleh Deanda.
"Baik Nyonya Reyna," Dengan senyum cerita Deanda segera merapikan kota-kotak roti pesanan itu dan mengangkatnya, berencana membawanya keluar dari ruang produksi ketika tiba-tiba dilihatnya salah satu pegwai tampak berlarian masuk ke dalam ruang produksi roti dan hampir menabrak Deanda yang sedang membawa tumpukan kotak roti.
Untung saja Deanda memiliki keseimbangan tubuh yang baik karena seringnya berlatih beladiri, sehingga dia bisa mempertahankan posisi tubuhnya bersama dengan kotak-kotak roti itu agar tidak terjatuh, walaupun untuk itu Deanda harus memutar tubuhnya sambil memegang erat tumpukan kotak roti itu. Namun tindakan pegawai laki-laki itu sukses membuat Logan marah karena takut saat dia memikirkan bagaimana dia harus kehilangan uang jika kotak-kotak roti pesanan itu terjatuh dan tidak bisa lagi dijual.
"Maaf Deanda, aku tidak sengaja," Teman kerja Deanda itu segera meminta maaf sambil dengan sedikit membungkukkan tubuhnya ke arah Deanda yang langsung menganggukkan kepalanya dengan senyum di wajahnya tanpa terlihat marah sama sekali.
"Dasar! Sebenarnya apa yang ada di otakmu! Bagaimana bisa kamu berlarian seperti itu di area ruang produksi roti!" Logan langsung mendekat ke arah pegawai itu dan memukul kepalanya dengan gulungan kertas yang ada di tangannya.
"Maaf Tuan Logan, tapi ini benar-benar penting, saya tidak berbohong. Kalau tidak penting saya tidak mungkin seberani ini langsung menerobos masuk ke ruang produksi untuk menemui Tuan Logan," Logan mendengus kesal mendengar pembelaan diri dari pegawai itu.
"Katakan padaku! Apa yang menurutmu penting itu!"
"Di depan.... Di depan Tuan!" Logan kembali memukul kepala pegawai itu dengan gulungan kertas di tangannya.
"Memang ada apa di luar? Ada perampok? Ada pencuri? Ada pelanggan tidak mau membayar?"
"Tidak Tuan....Di luar.... Diluar ada Duke Evan datang mengunjungi toko roti kita Tuan Logan," Logan langsung terbeliak kaget, tanpa meminta penjelasan lebih lanjut dari pegawai laki-laki itu, Logan langsung melepas celemek di tubuhnya, merapikan pakaian dan rambutnya yang sudah sedikit botak dan dengan bergegas keluar dari ruangan pembuatan kuenya, memastikan apakah benar Duke Evan mengunjungi toko roti miliknya.
Deanda hanya bisa tersenyum geli melihat bagaimana Logan yang tampak begitu bahagia mendengar kehadiran Duke Evan, seorang bangsawan dengan kedudukan tertinggi setelah Raja Vincent Adalvino dan Putra Mahkota Alvero Adalvino. Duke yang memiliki kekuasaan militer tertinggi di atas para bangsawan yang lain di negara ini. Duke Evan, dikenal masih muda namun prestasinya di bidang militer boleh dibilang belum ada yang bisa mengalahkannya, bahkan para senior di atasnya semuanya mengakui kehebatan Duke Evan dalam mengendalikan dan mengembangkan kemiliteran di negara ini.
"Selamat siang Duke Evan.... Selamat datang ke toko roti kami yang sederhana ini," Duke Evan dengan rambut pirang dan mata hijaunya langsung membuat beberapa orang yang melihatnya berdecak kagum karena sosok tampan dan gagahnya, terutama para pengunjung wanita.
Selain sosok Putra Mahkota dan Pangeran Dion Adalvino yang merupakan adik tiri dari Putra Mahkota, Duke Evan merupakan sosok laki-laki yang begitu dikagumi dan dihormati oleh para penduduk negeri Gracetian. Logan tampak begitu bangga dan bahagia melihat kehadiran tiba-tiba dari seorang Duke Evan di toko rotinya yang walaupun merupakan toko roti yang terkenal enak di ibukota kegara Gracetian ini, namun bukanlah toko roti terbesar di kota ini.
"Selamat siang Tuan...." Duke Evan menghentikan kata-katanya karena jujur saja dia tidak tahu nama pria yang sekarang sedang berdiri di depannya dengan pandangan mata tidak percaya.
"Logan! Panggil saja saya dengan nama Logan Duke Evan," Logan langsung menjabat tangan Duke Evan dengan erat dengan mata menatap penuh kekaguman ke arah Duke Evan.
"Ah, Tuan Logan usianya sudah seusia orangtuaku, sudah seharusnya aku memanggil dengan sebutan Tuan Logan," Duke Evan berkata dengan nada ramah dan senyum di wajahnya, membuat para pengunjung toko roti yang memiliki cafe di bagian depan gedungnya itu memandangi Duke Evan dengan senyum di wajah mereka dan bisik-bisik yang menyatakan kekaguman kepada sosok Duke Evan segera terdengar di ruangan itu.
"Kenapa Duke Evan repot-repot datang ke roko roti saya ini? Apa yang kira-kira sudah membawa Duke Evan untuk datang kemari? Apa ada yang bisa saya bantu? "
"Apa Tuan Logan memiliki pegawai yang bernama Deanda Federer?" Logan langsung mengernyitkan dahinya mendengar Duke Evan menanyakan tentang keberadaan Deanda Federer.
"Apa Duke Evan sengaja mengunjungi toko saya untuk bertemu dengan Deanda Federer?" Lohan langsung bertanya dengan wajah begitu terheran-heran sekaligus tidak percaya jika seorang bangsawan dengan kedudukan setinggi Duke Evan ingin bertemu Deanda Federer yang hanyalah seorang gadis biasa dan miskin.
"Benar. Aku ingin bertemu dengan Deanda Federer untuk menyampaikan sebuah undangan pesta dari Duchess Danella, mamaku," Mata Logan yang sudah cukup terbeliak mendengar bahwa Duke Evan sedang mencari Deanda semakin terbeliak begitu mendengar Duke Evan sengaja mencari Deanda untuk memberikan undangan pesta dari keluarganya.