Kisah ber-genre fantasi yang menceritakan seorang anak konglomerat di suatu negara yang terjebak hubungan dengan dosennya sendiri. Violia Lavina seorang mahasiswi yang agak "unik" yang entah bagaimana bisa terjebak dengan dosennya sendiri, Leviandre. Dalam hubungan sakral yakni pernikahan.
Katanya terkait bisnis, bisnis gelap? Unit Pertahanan negara? Politik? SECRETS, mari kita lihat rahasia apa saja yang akan terkuak.
Violia said:
Demen ya pak? Tapi maaf, bapak bukan tipe gw.
And Leviandre said:
Berandalan kayak kamu juga benar-benar bukan tipe saya.
Disclaimer, cerita ini adalah cerita pertama dari sayaa, oleh karena itu isi novel ini jauh dari kata sempurna. Serta cerita ini memiliki alur yang santai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FairyMoo_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter Eight
Vio baru keluar dari kamarnya saat jam 8 pagi, hari ini Vio ada kelas siang hingga sore hari. Ia berjalan kearah dapur untuk meminum air putih, Ia mencari-cari sarapannya. Nihil, hal yang dicari Vio tidak ada.
"Lho? Apa-apaan ini? Masa tuh bapak-bapak ga masakin gw sarapan? Tega banget gillaa!" pagi-pagi Vio sudah mulai kesal dengan suaminya itu. "Hahhh, yaudah deh gw beli bubur ayam aja di depan gang."
Vio kembali dengan seporsi bubur ayam ditangannya. Saat masuk dari pintu depan Ia tidak sengaja melihat sepatu-sepatu yang biasa dipakai Levi untuk ngampus masih ada di atas rak sepatu. Tadi saat keluar Ia menggunakan pintu samping jadi tak melihat itu, apakah Levi tidak pergi ngampus? Pikir Vio.
Ia menyimpan bubur yang ia beli dan pergi keatas untuk memastikan apakah Levi masih dikamarnya, bisa saja dosennya itu telat bangun. Vio sudah sampai di depan pintu kamar Levi, ia memencet tombol bel beberapa kali. Lalu pintu kamar otomatis terbuka, hal itu bisa terjadi jika tombol samping tempat tidur dipencet dan otomatis pintu itu terbuka.
Saat pintu terbuka Vio heran karena tidak menemukan pemilik kamar itu di balik pintu, lalu ia mendorong sedikit pintu kamar itu dan ia dapat melihat Levi yang masih terbaring di kasurnya. Vio langsung masuk, jika pintu terbuka otomatis itu berarti Levi tidak bisa bangun dari sana.
"Lho pak? Kenapa belum bangun udah siang ini." herannya. Vio menangkap wajah Levi yang pucat dan keringat di pelipisnya. Lalu ia mencoba meletakkan tangannya di dahi suaminya itu dan ia mendapati Levi sedang demam.
"Wahh, lagi deman nih." ucap Vio pada Levi. "Pak! denger gw ga sih? Masih sadar kan?!" ucap Vio karena orang yang Ia ajak bicara tak meresponnya. Levi hanya bergerak tak nyaman sambil meringis pelan.
"Huhhh, ternyata bapak Leviandre juga bisa sakit." ucapnya kepada orang yang terkulai sakit di depannya. Setelah itu Vio keluar dan meninggalkan dosennya itu di kamarnya. Tenang saja Vio tidak setega itu orangnya.
Ia kembali dengan membawa semangkuk bubur ayam dan gelas berisi air putih beserta beberapa botol obat di atas mapan itu.
"Pak, bangun ga lo?! Bangun dulu ih!!" kata Vio sambil mengguncang kasar badan Levi. Sang suami mulai membuka matanya dengan sendu dan meringis merasakan sakit di kepalanya.
"Ini makan dulu abis itu makan obat." ucapnya sembari menunjuk makanan yang telah ia siapkan dan disimpannya di atas meja samping kasur. Lalu Vio kembali meninggalkan Levi sendiri.
Beberapa saat kemudian Vio kembali ke kamar itu sambil membawa air dingin dan handuk kecil. Ia dapat melihat Levi yang tidak bergerak dari posisinya tadi.
"Pak, gabisa bangun ya?" tanyanya sebab Levi terlihat sangat lemah. Ia menaruh baskom air di bawah dan mulai mendudukkan Levi dan menyandarkannya di sandaran kasur. Levi membuka matanya, tatapannya sayu dan matanya memerah.
"Nih, bisa makan sendiri ga?" tanya Vio melembut. Ada sedikit rasa kasihan melihat dosennya itu dalam keadaan begini. Melihat Levi yang tak berdaya, Vio mulai menyuapkan bubur itu padanya, ia harus bersabar menunggu Levi menyuap makanan yang ia suapkan. Setelah 5 sendok bubur masuk ke dalam mulutnya Levi sudah menolak untuk makan lagi. Vio langsung memberikan obat untuknya, dan kembali membaringkannya.
Vio mulai membasahi handuk dan menempelkannya di dahi Levi sebagai kompresan. Vio dapat mengetahui penyebab demam dosennya ini adalah kelelahan juga banyak pikiran. Saat pelatihan ILUSIONS pertolongan pertama dan pengobatan sakit-sakit yang mungkin terjadi dalam keadaan melakukan penyerangan wajib dilatih kepada anggota.
"Gw tinggal ngampus gapapa ya pak? Aman kan?" tanyanya, biasa sih dalam sehari demam ini bisa turun kalau minum obat dan istirahat. Levi mengangguk lemah mengizinkan Vio pergi ngampus.
"Okedeh, ini obat di sini nanti siang dimakan ya, sebelum makan obat makan roti, itu udah gw siapin. Gw pulangnya agak sore ya." lapor Vio dan ia segera keluar kamar untuk siap-siap pergi dan Levi yang ditinggal melanjutkan tidurnya.
... ✥...
Sekarang langit sudah mulai meng-jingga dan Vio baru saja memasuki halaman rumahnya. Ia masuk dan segera mengarah ke kamar Levi untuk mengecek keadaannya. Saat memasuki kamar, Vio terkejut melihat gelas yang pecah dan obat yang berserakan di lantai samping kasur. Ia cepat menghampiri Levi yang semakin pucat dan menggigil di atas tempat tidurnya.
"Pak!! Lo kenapa anjirrr?!" Vio berusaha menyadarkan Levi yang menggigil dengan keringat bercucuran di sekitar wajahnya.
Sepertinya Levi menjatuhkan mapan saat ingin makan obat tadi siang. Vio keluar mengambil air hangat untuk Levi makan obat dan untuk mengompernya juga.
"Pak bangun dulu ini harus cepet dimakan, ayo bangun!!" titah Vio sambil berusaha membangunkan Levi dari posisi berbaring.
Levi meminum obatnya sambil di tolong Vio setelah itu ia kembali berbaring, masih dengan keadaan menggigil.
Vio mulai membasahi handuk dengan air hangat dan mengusap-usap wajah Levi menggunakan handuk itu dan menaruhnya di dahinya. Vio memesan makanan untuk mereka makan malam, ia membelikan Levi sup ayam karena dapat meredakan gejala demam menggigil.
Vio terus di samping Levi untuk merawatnya, ia terus mengganti kompresan agar tetap hangat. "Pak, gw turun dulu ya makanan kita udah di bawah ni, ngambilnya dulu." ucapnya sembari meninggalkan kamar.
Vio kembali dengan satu mangkuk sup dan gelas berisi air jahe hangat. "Bangun, ini makan dulu biar cepat sembuh." ucap Vio yang sudah memposisikan diri untuk membantu Levi bangun. Sebab Levi masih menggigil jadi Vio harus menyuapkan makan itu ke mulutnya.
Keduanya tidak bersuara Vio hanya menyuapkan makan dan Levi menerima, hingga selesai makan, Levi kembali berbaring dan Vio lanjut mengganti kompresan untuk suaminya itu. Vio memakaikan kaos kaki pada Levi dan menyelimutinya setelah itu ia terus menjaga agar kompresan Levi tetap hangat hingga malam menyapa.
... ✥...
Levi mulai membuka matanya keadaannya sudah membaik dan kepalanya tidak sesakit kemarin. Ia beberapa kali mengerjapkan matanya guna memfokuskan indra penglihatannya. Ia bangun dari posisi tidurnya dan menemukan Vio yang tertidur di samping kasurnya dengan keadaan duduk di kursi dan tidur ke tepi kasurnya.
Matanya melihat beberapa piring kotor serta gelas yang berada di meja nakas samping tempat tidurnya dan menggeleng pelan lalu kembali melihat Vio yang masih terlelap dengan baju ngampusnya kemarin.
Ia tersenyum tipis mengingat Vio yang merawatnya kemarin. Ia merasakan keberadaan bundanya di dekatnya semalaman itu. Beberapa detik ekspresinya yang awalnya sedikit tersenyum kembali mendatar melihat Vio.
Beberapa saat kemudian sinar matahari masuk melalui pintu kaca yang mengarah ke teras kamar dan menyilau tepat ke mata Vio yang masih di posisi tidurnya. Ia memerjapkan mata dan meregangkan badannya yang kaku, lalu ia menyadari orang yang di rawatnya kemarin sudah tidak ada di depannya dan ia melihat selimut orang itu telah berpindah menyelimuti badannya.
"Lho, lho kemana nih orangnya?" heran Vio, ia melihat nakas di mana ia meletakkan semua piring dan gelas kotor sudah rapi.
Ia turun dan berjalan kearah dapur, benar saja Ia melihat orang yang seperti ingin mati kemarin sedang memasak di sana.
"Udah sembuh tuh yang main masak-masak aja?" tanya Vio menghampiri Levi dan duduk di meja bar sembari melihat Levi yang membuat nasi goreng.
"Sudah lumayan." jawabnya singkat. Vio memasang wajah cengo mendengar jawaban singkat dari Levi. "Ini nasi goreng dimakan." ucap Levi sambil membawa dua porsi nasi goreng kearah meja makan.
Vio ikut menuju meja makan untuk menyantap sarapannya, mereka duduk berhadapan dan mulai makan.
"Terimakasih." ucap Levi memulai pembicaraan di tengah acara makan mereka. Vio mengangkat kepalanya dan menatap orang di depannya. Vio mengangkat sebelah alisnya "Gitu aja?".
"Emangnya kamu mau apa? Ga ikhlas ya kamu ngerawat saya?" tanya Levi dengan nada datarnya.
"Bukan ga ikhlas ya pak, kali aja gitu bapak mau kasih gw hadiah sebagai ucapan terimakasih, kalo ga ada gw kemarin, ga tau deh bakalan jadi apa bapak." ucap Vio mulai kembali ke acara makannya.
"Kamu mau sesuatu?" tanya Levi yang membuat Vio kembali menatap Levi dan mulai tersenyum.
"Mau dong, tapi ga sekarang deh mau pikir-pikir dulu gw maunya apa, nanti pas gw minta jangan ngeles lupa ya!" jawabnya semangat. "Nolong kok pamrih sih." gumam Levi pelan.
"Bapak gausah ngajar dulu deh keknya, nanti bisa-bisa sakitnya mulai lagi." kata Vio memperingati Levi.
"Kamu nyuruh saya ga masuk biar saya ga masuk kelas kamu ya?" balas Levi.
"Heh! Ga gitu ya!! Gw itu bilangin baik-baik agar bapak ga sakit lagi, kemarin gw kira bapak mau pergi dari ni dunia. Demam aja kek udah mau end tuh." ucapnya mengingat keadaan Levi yang hanya demam karena kelelahan.
"Terserah kamu aja, ingat biarpun saya ga ngajar tugasnya tetap ada jangan pikir kamu bakalan dapat jam kosong di kelas saya." ucap Levi sembari menyerahkan piring yang telah kosong bekasnya makan ke arah Vio. "Ini jangan lupa di cuci ya." ucapnya.
"Lho kok gitu? kan nanti ada art yang dateng yaudah mereka aja yang cuci." Balas Vio heran. "Sesuai peraturan, sekalian jangan setengah-setengah gitu. Saya juga sudah meminta para art untuk tidak mengurusi masalah dapur, saya hanya menyuruh mereka membersihkan rumah ini agar tak berdebu dan tetap bersih." Jelas Levi dan langsung pergi dari sana.
Vio sudah siap untuk pergi ngampus dan saat ia melewati ruang tengah ia melihat Levi masih dengan pakaian rumahannya dan sedang sibuk dengan laptop di pangkuannya.
Vio tersenyum, itu artinya Levi tidak akan mengajar hari ini dan kelasnya akan kosong. Biarpun ada tugas setidaknya Ia tidak perlu mendengarkan penjelasan dari Levi di kelas. Karena Levi mode dosen cukup mengerikan saat mengajar, tidak ada kelonggaran peraturan saat Ia mengajar.
"Violia, tunggu dulu." ucap Levi yang menghentikan pergerakan Vio yang hendak berjalan keluar rumah. Ia berbalik dan menatap penuh tanya.
"Kamu yang bilang saya sakit ke ayah saya ya?" tanya nya. "Iya, kemarin ayah bapak tuh berkali-kali nelpon jadi gw angkat dan bilang bapak lagi sakit." jawab Vio seadanya.
"Hm, nanti sore ayah saya bakalan kesini. Ingat kita harus tetap bersandiwara di depannya." Ucap Levi.
"Lho kok gitu?" padahal rencana Vio malam ini mau ngumpul di markas untuk menyiapkan segala sesuatu untuk kegiatan mereka esok harinya yang ingin memasang jebakan.
"Ya udah itu juga karena kamu, kamu yang bilang saya sakit." ucapnya cuek. "Yaudah deh iya." Vio langsung berlalu keluar rumah dan Ia langsung pergi ke kampus.
... ✥...
Vio telah kembali dari kampusnya, ia langsung memebersihkan diri dan bersiap karena mertuanya akan berkunjung dan ia harus berekting sebagai sepasang suami istri yang bahagia dan saling menerima didepan mertuanya itu seperti perjanjian mereka.
Ia telah selesai dan turun ke ruang tengah mendapati Levi yang sedang duduk menonton berita di televisi. Vio menghampirinya dan duduk di sofa yang berada di samping Levi dan memainkan ponselnya.
Tak lama setelah itu bel rumah mereka pun berbunyi, mereka saling bertatapan dan mengangguk. Lalu mereka keluar bersama untuk menyambut tamu yang telah mereka tunggu sedari tadi. Saat membuka pintu mereka terkejut karena orang tua kedua belah pihak datang bersamaan.
"Lho? mama ama papa kok disini juga?" heran Vio melihat kedua orang tuanya juga datang.
"Kenapa sih Vi, orang mama mau main kerumah kalian, dan mama juga mau jenguk menantu mama yang katanya sakit." ucap Lilian sembari masuk ke rumah itu saat dipersilahkan Levi.
"Tadi Lian nelpon papa katanya dia mau main kesini dan ngajak papa juga lalu kata mamamu dia mau ikut dan buat makanan untuk Levi, sekalian liat-liat rumah kalian katanya. Ini pasti berakhir jadi pesta pindahan." jelas papanya pada Vio sambil mereka melihat-lihat rumah.
Vio menatap Levi dengan tatapan panik, Levi hanya dapat mengangguk kecil. Pasalnya jika mamanya berencana membuat pesta kecil-kecilan pasti mereka bakalan lama di sini dan mereka harus terus bersandiwara, itu yang Vio pikirkan.
"Levi, gimana udah enakkan badannya?" tanya mertuanya. "Hari ini udah sembuh kok ma, Levi ga ngerasain sakit lagi. Itu cuman kecapean kok." ujar Levi sambil tersenyum.
Liliana terlihat lega mendengar jawaban Levi "Bagus kalo gitu!".
"Ini mama udah belanja bahan masakan, malam ini kita makan sepuasnya ya!" ucap mamanya excited sambil memperlihatkan banyak bahan makanan yang Ia bawa.
"Vio sini, kita masak." ajak mamanya, Vio yang hendak duduk di ruang tengah itu menatap mamanya lelah. "Ma, mama tau Vio ga bisa masak ma." ucapnya.
"Lho? Kamu belum bisa masak? Jadi yang masakin Levi siapa Vi? Masa kamu belum belajar masak? Setidaknya masak nasi goreng gitu?" tanya mamanya beruntun. Vio menggaruk kepalanya yang tak gatal, dan tiba-tiba..
"Ga papa ma, Vio sedang berusaha. Belajar dari nol itu ga mudah kan Vi?" sahut Levi sambil merangkul Vio dari samping dan tersenyum melihatnya.
Mata Vio masih membulat tanda dirinya terkejut. "Mata kamu itu lho, mau ketahuan ya?" bisik Levi tepat di telinganya. Vio langsung menetralkan ekspresinya dan ikut tersenyum.
"Beneran? Aaa senangnya mama! Kalau gitu sini-sini mama ajarin masak sekalian." ucap mamanya senang, apalagi melihat interaksi mereka yang sangat akrab di matanya. Dengan terpaksa Vio mendatangi dapur dan bergabung dengan mamanya sedangkan Levi duduk di ruang santai sambil ngobrol dengan Ayah dan mertuanya.
"Gimana nikah sama dosen sendiri? Enak ga? Enak ga?" tanya mamanya excited sambil mereka memebersihkan beberapa bahan masakan. "Apa sih ma, orang baru juga 4 harian nikah." jawab Vio.
"Ya itu, pas pengantin baru itu bagian paling serunya, mama liat udah akrab tuh kalian. Malahan kalian benar-benar terlihat seperti orang yang menikah karena saling mencintai." ucapnya lagi.
"Atau jangan-jangan kalian sebenarnya saling suka dalam diam dan seneng dinikahkan ya?" sambungnya lagi. Vio menatap mamanya heran, kenapa mamanya bisa sesenang itu membicarakan perjodohan mereka ini.
"Terserah mama aja deh mikirnya." pasrah Vio, lanjut membersihkan bahan makanan yang lain.
"Berarti bener dong?! yaampun seneng banget mama!" senangnya ia mendengar hal itu biarpun sebenarnya tidak ada pembenaran pemikirannya dari kalimat Vio sebelumnya.
Beberapa saat setelahnya banyak makanan enak telah tersusun rapi di atas meja makan, dan mereka semua segera berkumpul di meja itu.
"Papa bawa hadiah, karena ini hari spesial untuk perayaan rumah baru, dan Levi udah sembuh kan? Kita bisa minum ini!" girang papa Vio sambil memperlihatkan dua botol wine di tangannya.
"Sudah, itu belakangan sekarang kita makan malam dulu." ujar mama Vio. Lalu mereka makan sambil berbincang ringan.
... ✥...
Mereka berkumpul di ruang keluarga setelah makan malam. Mereka minum-minum sambil berbicara santai di sana. "Wah, udah jam segini ternyata." kode Vio dengan melihat jam yang ada di dinding.
"Oh iya ya? Udah larut ternyata." balas ayah Levi. "Eh, gimana kalau kita nginep aja? Kita kan abis minum-minum gaboleh nyetir nih. Yuk nginep yuk!" usul mama Vio. Vio terkejut mendengar kata-kata menginap yang keluar dari mulut ibunya.
"Bener juga tuh, gimana kalau kami nginep boleh kan?" tanya ayah Levi sembari melihatnya.
"Terserah kalian aja." jawabnya Levi sengenanya. "Yaudah kalo gitu kita nginep aja malam ini." putus papa Vio.
"Yaudah mari Levi antar ke kamar, lewat sini kamarnya ada di lantai dua." kata Levi sembari berdiri dan mengarahkan jalan.
Vio hanya mengekor di belakang tanpa sepatah kata pun hingga orang tua mereka sudah menempati kamar masing-masing, mereka berdua berjalan kelantai tiga tempat kamar mereka.
Sesampainya di depan kamar Vio, saat ia hendak memasuki kamar, Levi menahannya. "Kamu mau kemana? Malam ini kita harus tidur bersama." ujar Levi yang membuat Vio melototkan matanya.
"Apa-apan dah, gamau gw!" balas Vio. "Kamu mau kita ketahuan orang tua kita? Kamu ga berpikir nanti mereka bakalan mastiin keadaan kita? Saya ga yakin mereka udah percaya dengan hubungan kita ini." ujar Levi.
Vio terdiam memikirkan ajakan Levi. "Yaudah ayo." ujar Vio dan berjalan lebih dahulu mengarah ke pintu depan kamar Levi. Levi segera membuka kunci pintunya lalu mereka masuk kesana.
Vio masuk dan melihat-lihat keadaan kamar Levi yang bernuansa elegan man yang didominasi warna putih dengan perpaduan warna grey. Ia memang sudah memasuki kamar Levi tapi waktu itu keadaannya tak sesuai untuk menikmati suasana kamarnya.
...»»---->To Be Continued<----««...
...Helloo~ kita udah di chapter delapan nihhh...
...Masa belum mau komen disini? Komen dong kasih kritik dan sarannya. Ini kan cerita pertama aku jadi aku butuh pencerahan😔...
...Misal kalo aku ga di tegur, misal ngetik salah apa kek gitu salah kan maluuu😔...
......Kamar baginda Levi🙇♀️......
...Bye Byee~ See you in next part👋🏻...