Arkan Bagaskara seorang duda yang dijodohkan dengan seorang mahasiswanya yang hobi membuat masalah dikelasnya. Arkan merasa diumurnya yang cukup matang menjalin hubungan dengan Febriana Indriana adalah hal yang sulit, dia ingin hubungan yang serius bukan seperti anak remaja yang baru jatuh cinta. Apalagi sifat kekanak-kanakan dan memberontak yang Febri miliki membuat kepalanya sakit. Tapi mau bagaimana lagi keluarganya memiliki hutang budi dengan keluarga Febri dan mau tak mau Arkan harus menikahi Febri. Namun apakah semua berjalan Lancar disaat Febri jatuh Cinta dengan pria yang lebih muda darinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gulla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6
BAB 6
"Kamu ngapain kesini?" Tanya Arkan dengan nada tajam. Ia mengerti pasti Febri punya niat terselubung. Apa mungkin gadis itu sadar kalau ia sudah melihat foto-foto dirinya yang berada di dalam ponsel itu?
Iren langsung mendelik kepada Arkan tidak suka. "Arkan yang lembut sama perempuan." Pria itu menghela napas kemudian mengangguk lemah.
"Ini bu ada titipan dari mama, kata mama Febri di suruh ngasih ini ke Ibu." Ucap Febri. Iren tersenyum senang dan menerimanya.
"Jadi kamu kesini Cuma mau nganterin ini buat ibu, Ya Allah ibu ngerasa direpotin. Loh nak," jadi Febri bukan untuk menemuinya, untuk meminta ponselnya tapi mengantarkan ibunya kue, hati Arkan merasa kecewa. Kemudian Arkan memijat pelipisnya kenapa sekarang ia tidak bisa mengendalikan perasaaanya.
"Tidak apa-apa kok bu, Febri malah seneng. Sekalian silahturahmi sama pak dosen." Arkan mendengus mendengar kalimat terakhir Febri, pasti gadis itu ada maunya sekarang. Tidak mungkin ia datang tanpa ada alasan yang jelas. Tapi mendengar kalimat terakhir Febri membuatnya tersenyum kecil, berarti gadis ini kesini untuk menemuinyakan rasa kecewanya menguap entah kemana.
"Kalau begitu kamu makan di sini yah. Ibu sudah masak." Pinta Iren kapan lagi bisa mengenal calon menantunya lebih dekat, Febri tumbuh menjadi gadis cantik dan manis. Iren tidak pernah menyangka anak kecil yang dulu pernah ia gendong sekarang sudah sebesar ini dan sebentar lagi akan menikah dengan anaknya.
"Tapi bu," Febri berusaha menolak niat kesini untuk mencari cara mengambil ponselnya malah ditawan begini.
"Ayo nanti ibu ngambek loh," Febri terpaksa mengangguk dengan senyum manis, ia tidak ingin terlihat karena terpaksa berada di sini.
"Arkan ke kamar bentar ya bu." Pamit Arkan di sela-sela perbincangan. Ia ingin berganti baju dulu, tidak mungkin kan makan dengan gadis yang disukainya dengan sarung dan baju kokoh sehabis sholat isya di masjid tadi. Febri saja terlihat cantik masa ia tidak. Iren hanya menggeleng-geleng, biasanya juga langsung makan dengan baju itu. dasar anaknya itu mungkin baru kasmaran.
Mata Febri bergerak mengikuti arah pergi Arkan ternyata kamarnya tidak jauh dari ruang tamu ini, hanya beberapa langkah di depannya. Febri menaruh tasnya di meja, lalu berjalan mengikuti ibu Iren. Ia yakin sekali kalau ponselnya di sembunyikan di sana. Febri duduk bersama Iren mengambil makanan ketika Iren mempersilahkan, dosennya itu hadir secara bersamaan dengan baju yang berbeda celana panjang dan kemeja. Iren tertawa melihatnya.
"Kamu mau kemana Arkan, malam-malam begini pakai baju seperti itu." Febri yang melihat itu ikut terkikik, sedang pria itu menggaruk tengkuknya, dia merasa bodoh sekarang karena ingin terlihat tampan malah dirinya kena batunya. Mereka kemudian makan, sambil makan sesekali Iren berbicara pada Febri. Arkan menatap tajam gadis di depanya. Febri yang merasa di awasi menoleh, ia menyadari tatapan Arkan yang tidak biasa padanya. Pria itu memberikan tatapan yang berbeda dari biasanya.
"Bu, Febri mau ambil ponsel sebentar di tas yah." Pamit Febri. Iren mengangguk, sedang Arkan menatap gadis itu curiga. Ponsel bukannya ponsel gadis itu ada didirinya, sudah lebih dari 5 menit gadis itu tak kunjung tiba. Arkan kemudian pamit ke kamarnya sebentar, Iren hanya menggeleng-geleng melihat kelakuan dua anak muda tersebut.
Arkan berjalan menuju ruang tamu, ia mengangkat alis tidak menemukan Febri disana. Kemudian teringat ponsel Febri yang berada di kamarnya. Arkan langsung memasuki kamarnya, persis seperti dugaannya gadis itu benar-benar nekat. Astaga akan jadi apa kehidupannya menikahi gadis seperti Febri.
Febri yang belum menyadari kehadirannya, Arkan langsung menutup pintu dan menguncinya. Dia harus memberi gadis itu pelajaran.
Arkan mendekat tepat berada di belakang gadis itu yang masih berusaha mencari sesuatu di dalam lacinya.
"Sedang cari apa?"
"Ponsel' jawab Febri asal. Kemudian ia sadar bahwa ada orang selain dia. Matanya terkejut, Arkan tersenyum senang melihat wajah ketakutan itu.
"Kamu ngapain disini?" pertanyaan bodoh dari Febri keluar membuat Arkan terkekeh.
"Seharusnya saya yang mengatakan itu. kamu sedang apa di sini nona?"
"Dikamar saya."
"Aaaku," Febri yang berdiri di depan Arkan berdiri kikuk, ia tidak pernah merasa ketakutan seperti ini. apalagi sama Arkan apa karena efek berada di kamar laki-laki itu. Ia melirik pintu kamar yang ternyata terkunci. Ia mengutuk dirinya yang ceroboh.
"Kamu tahu tidak Febri, berada di kamar laki-laki itu berbahaya." Ucap Arkan sambil memegang bahu Febri.
"Kamu tahu apa yang akan terjadi." Arkan menatap tajam Febri.
"Aku, maafkan aku Pak Arkan." Febri melepaskan diri dari Arkan.
Arkan semakin mendekatkan diri, sedang Febri semakin mundur hingga membuatnya jatuh ke ranjang milik Arkan. Kemudian Arkan mengunci tubuh Febri dibawahnya dan menghirup aroma gadis itu sebentar. Arkan menyukai Aroma tubuh Febri, tubuh mungil itu terasa pas didalam rengkuhannya. Sedangkan Tubuh Febri bergetar merasakan sentuhan napas Arkan. Rasanya seperti kupu-kupu berterbangan diperutnya diiringi debaran jantung miliknya. Febri sempat mendengar debaran jantung milik Arkan. Apa Arkan merasakan apa yang ia rasakan? Tapi tatapan Arkan sangatlah tajam tapi lebih berbeda, entahlah tatapan itu sulit ia artikan.
"Ini peringatan Febri untuk tidak masuk ke dalam kamar laki-laki tanpa ijin. Jangan pernah melakukan itu selama belum ada ikatan diantara kalian berdua. Berjanji padaku tidak akan bersikap ceroboh lagi seperti ini." Arkan meniup napas ke telinga Febri membuatnya bergetar dan memejamkan mata. Bayangan diruangan Arkan dulu hadir apakah Arkan akan menyentuhnya seperti dulu. Namun tidak ada sentuhan, ia merasakan kehilangan.
Arkan menarik napas dia tahu yang dia lakukan tadi juga adalah hal yang salah. berada satu ruangan dengan wanita yang bukan mahramnya itu ternyata berat apalagi berada di kamarnya sendiri. Memikirkan itu saja bisa membuat nalurinya ingin berbuat lebih, tapi ia tidak boleh gegabah ia harus menjaga gadis ini bukan merusaknya. Ia harus membimbing gadis ini bukan membawanya kejalan yang tidak benar.
"Iya pak Arkan. Maafkan Febri." Arkan menarik dirinya dari Febri yang tadi berada dibawah rengkuhannya. Setelah mendengar suara Febri. Ia harus cepat keluar dan berpikir jernih sebelum hal yang tidak-tidak terjadi dan ibunya akan berpikir macam-macam padanya. Memang bukannya kamu sudah berbuat macam-macam padanya. Arkan merutuki dirinya yang akhir-akhir ini kelewat batas.
"Soal ponsel besok kamu bisa menemui saya untuk mengambilnya." Suara Arkan tiba-tiba menjadi rendah. Apa karena sudah lama menyendiri ia jadi begini perasaan ia baru cerai sekitar dua tahun yang lalu.
Febri yang masih syok dengan kejadian tadi baru sadar ketika pria itu menghilang dari kamar. Febri memegang detak jantungnya yang penuh dengan gemuruh debaran. Apakah dia jatuh cinta pada dosen yang menyebalkan itu? Bisik batinya.
****
Follow Instagram author @wgulla_
Wattpad: @wgulla_
buat yang mau lebih dekat dengan Author
mohon maaf kak author cantik
batuk nih dudanya meresahkan