Adara terpaksa menerima kehadiran seorang madu di rumah tangganya, dia tidak dapat berbuat apa-apa karena sang suami dan mertua yang begitu kekeuh menghadirkan madu tersebut. Madu bukannya manis, tapi terasa begitu menyakitkan bagi Adara.
Awalnya Adara merasa sanggup bila dirinya berbagi suami, tapi nyatanya tidak. Hatinya terasa begitu sakit saat melihat sang suami dan adik madunya sedang berduaan. Apalagi hubungan sang mertua yang terlihat sangat dekat dengan adik madunya. Ditambah lagi suami dan mertuanya juga memperlakukan sang adik madu dengan begitu istimewa, bak seorang putri yang harus selalu dilayani dan tidak boleh melakukan pekerjaan apapun. Berbanding terbalik dengan Adara yang harus mengerjakan semua pekerjaan rumah termasuk menyiapkan kebutuhan sang adik madu.
Hati Adara sangat sakit menerima perlakuan tidak adil tersebut.
Sejauh mana Adara sanggup bertahan membina rumah tangganya yang tak sehat lagi?
Yuk ikuti terus cerita ini. InsyaAllah happy ending.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 01Khaira Lubna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluar
Berdiri aku di depan cermin meja rias, memutarkan tubuh ku, memindai setiap inci penampilan ku.
''Em, sempurna,'' gumamku lirih dengan sebuah senyuman tersungging indah dibibir ini.
Bukan aku memuji diriku sendiri, tapi kata orang-orang yang mengenalku, aku memiliki paras yang boleh dikatakan sempurna.
Hidung mancung, bibir tipis bewarna merah muda, alis tebal serta bulu mata lentik. Pun kulit wajahku, putih mulus sedari lahir meskipun tanpa perawatan. Rambutku lurus lebat bewarna hitam berkilau. Entah diwarisi dari siapa paras sempurna ku ini, tapi yang pasti aku selalu merasa bersyukur atas apa yang ada pada diri ini.
Saat aku masih gadis, banyak kaum pria yang datang, secara terang-terangan ingin menjadikan aku kekasih bahkan istri mereka, tapi aku menolak mereka mentah-mentah. Dan pada akhirnya, entah kenapa aku terpikat oleh pesona Mas Erlang. Dia yang setiap hari nya selalu menyempatkan diri datang ke panti membawa bingkisan yang berupa makanan serta barang-barang lain untuk anak-anak, membuat aku terpesona kerena kebaikannya. Tidak hanya itu, aku akui, wajah Mas Erlang cukup tampan untuk dikagumi.
*
Aku keluar dari kamar, berjalan berlenggak lenggok dengan sepatu hak tinggi yang aku pakai. Suara langkahku memecahkan kesunyian di rumah bertingkat tiga tersebut. Tas berwarna merah bertengger di bahu ku.
Karena terlalu fokus ingin segera sampai ke tempat tujuan ku, hingga membuat aku tak menyadari kehadiran Mama yang tengah duduk di sofa ruang tengah. Dia menyapa, hingga memaksa aku menoleh kearahnya. Aih, buang-buang waktu saja. Pikirku.
''Lagaknya, sok cantik! Padahal dompet kosong melompong!'' sindir Mama tersenyum sinis. Dia melihat ku dari ujung kaki hingga kepala.
''Ma, aku izin keluar sebentar, ya. Tadi aku juga sudah minta izin kok sama suami ku,'' aku hendak menyalami tangan Mama mertua, tapi beliau tak menyambut uluran tangan ku, yang ada beliau malah menarik tangannya agar tak bisa aku sentuh.
''Keluar aja! Nggak usah pulang sekalian!''
''Tadi saat disuruh masak katanya badannya masih lemes. Lah ... Ini, dasar wanita nggak guna!'' ujar Mama lagi dengan wajah masam.
''Aku mau cari makan diluar Ma,''
''Emang kamu punya uang?''
''Em, ada. Cepek,'' aku memperlihatkan selembar uang lima ribu kehadapan Mama.
''Hahaha, bego banget sih kamu!'' tawa Mama pecah. Sepertinya beliau percaya dengan apa yang aku katakan. Baguslah.
''Mama kenapa sendiri? Mana menantu kesayangan Mama?'' tanyaku mengalihkan topik pembicaraan.
''Tidak usah banyak tanya kamu! Sana, enyah lah kamu dari hadapan saya! Muak saya melihat wajah kamu yang sok kecantikan itu! Mending buruan kamu cari makanan yang dijual dipinggir jalan, karena uang yang kamu punya hanya mampu membeli jajanan anak-anak. Hahaha ...,'' lagi-lagi tawa Mama pecah dengan kepala menggeleng-geleng. Mungkin Mama menganggap aku memang tidak punya uang untuk membeli makanan yang layak untuk aku santap.
*
Aku tiba ditempat tujuan, disebuah restoran yang menjual berbagai macam makanan. Restoran yang menjual berbagai macam menu makanan yang harganya cukup murah dengan rasa pas di lidah. Aku memesan nasi goreng telur dadar, dan minumannya jus jeruk. Entahlah, rasanya aku ingin minum yang segar-segar, agar tubuh ku terasa lebih fresh.
Tidak butuh waktu lama untuk aku menunggu, akhirnya pesanan ku datang. Tanpa membuang-buang waktu, aku langsung menyantap makanan yang tampak nikmat dengan asap masih mengepul diatasnya.
*
Aku membayar makanan ku tadi di kasir, lalu setelah itu aku berjalan keluar dari Restoran. Aku berdiri di depan Restoran, menunggu taksi online yang aku pesan datang.
Sambil menunggu, aku membuka dompet ku.
''Alhamdulillah, masih banyak sisanya,'' gumamku. Uang yang dikasih oleh Mas Erlang tadi masih menyisakan mata merah sebanyak 8 lembar, sementara yang tadi malam belum di sentuh sama sekali. Ternyata, dengan cara bersikap manis kepada Mas Erlang, bisa membuat dia memberikan uang dengan mudah kepada ku. Mudah-mudahan Mas Erlang tidak mengatakan kepada Mama kalau dia telah memberikan uang belanja cukup banyak kepada ku. Kalau sampai Mama tahu, bisa-bisa wanita tua itu murka, karena sedari dulu beliau tidak pernah suka melihat aku bahagia.
Aku akan mengumpulkan uang yang banyak dari Mas Erlang, lalu setelah uang terkumpul aku akan menggugat cerai dirinya. Karena kalau menunggu Mas Erlang yang menalak ku, aku rasa itu tak mungkin dan tak tahu entah kapan.
Sudah ada sepuluh menit aku menunggu di depan Restoran, tapi taksi yang aku pesan tak kunjung datang. Kaki aku pun sudah pegal, karena aku yang tak terbiasa memakai sepatu hak tinggi. Aku memutuskan untuk memakai sepatu hak tinggi tadi karena ingin terlihat keren di depan Mama.
Akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi supir taksi, dan katanya dia tidak bisa menjemput ku karena ban mobilnya mendadak bocor saat diperjalanan hendak ke mari.
''Ah, sial banget sih!'' gumamku.
Aku lalu meninggalkan area restoran, berjalan kaki dijalan raya yang tampak ramai oleh berbagai macam jenis kendaraan.
''Tapi berjalan kaki seperti ini asyik juga ternyata,'' gumamku lagi dengan senyum mengembang. Aku merasa ada kebebasan dan kelegaan di diri ini.
Aku berjongkok sebentar, melepaskan sepatu hak tinggi yang aku pakai, karena semakin lama rasanya semakin tak nyaman saja.
''Hah, begini lebih baik,'' kataku lagi. Kini kedua tanganku sudah menjinjing sepatu hak tinggi bewarna merah. Aku terus berjalan tanpa alas tidak tahu tujuan. Selama aku masih merasa nyaman, maka aku akan terus berjalan. Ke salon nya nanti sajalah, pikir ku.
Banyak orang yang ingin memberikan tumpangan secara cuma-cuma kepadaku, tapi aku menolaknya.
''Cantik-cantik jalan kaki, kasihan sekali kamu. Mari Nona cantik, duduk di samping Mas,''
''Ayo naik, Neng. Biar Abang bawa ke penghulu,''
Kata para pria yang kelihatan sekali ganjen nya. Tapi aku sama sekali tidak mengindahkan perkataan mereka, sehingga aku di cap sebagai wanita sombong dan sok jual mahal.
Hingga tiba di dekat persimpangan, aku merasa kehausan, keringat pun sudah mengalir dari kening ku. Panas yang cukup terik sudah mulai menyinari bumi.
Aku hendak menyebrang jalan, membeli minuman yang ada di kedai sebrang jalan.
Namun.
Tit ....!
Sebuah kendaraan roda empat hampir saja menabrak tubuh ini kalau sang pengemudi tidak segera menginjak pedal rem. Hanya tinggal semeter lagi jarak tubuh ku dan kendaraan roda empat itu.
''Aaa ...'' teriakku repleks.
Aku lihat seseorang keluar dari dalam mobil. Karena tidak ingin mendapatkan masalah atau dimarahi oleh sang pengemudi, akhirnya aku berlari meninggalkan lokasi.
''Hei, tunggu dulu!'' seru orang tersebut.
Aku kira dia akan kembali ke dalam mobilnya, namun nyatanya dia malah mengejar ku.
Hah, ada-ada saja.
Bersambung.
saga kasihan Thor😢😢
dan semoga rajin lagi Up nya 😍