Charlotte Hasana, wanita cantik dengan tubuh perawakan mungil, ramping dan cantik. Ayahnya menikah lagi dengan seorang wanita yang begitu materialistis. Ibu Tiri Charlotte berencana menikahkan dirinya kepada laki-laki tua kaya raya namun seorang Gay. Charlotte menentang keras keinginan Ibu tirinya. Karena itu, Charlotte berencana kabur dengan dandanan berbeda dari biasanya. Dia memoles wajahnya begitu jelek.
Namun ketika dirinya kabur, dia bertemu dengan laki-laki yang mengancam hidupnya. Hingga karena suatu alasan, Charlotte terpaksa melakukan hubungan satu malam dengan laki-laki itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nanayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
“Apa alasanmu melakukan itu? Kau ingin menarik perhatianku?” tanya Xavier seraya menatap intens Charlotte dibawah lampu yang temaram.
Tubuh Charlotte seolah mematung. Dirinya tak berani mengangkat kepalanya menatap laki-laki itu. Punggungnya berkeringat dingin. Suaranya serasa tercekat hanya untuk sekedar menjawab. Namun, jika dirinya melakukan itu, mungkin saja laki-laki itu bisa mengenali suaranya. Tanpa diduga sebuah ide terlintas dipikirannya. Bagaimana jika dirinya pura-pura bisu? Ah, itu ide terbaik yang dia miliki saat ini.
Charlotte mulai menggerakkan tangannya mengibas-ibaskan didepan laki-laki itu. Memberikan isyarat, jika perkataan laki-laki itu tidaklah benar. Charlotte mencoba menahan bibirnya agar tidak bersuara.
“Bicara yang jelas. Kau masih punya mulut kan?!” sergah Xavier tak sabar.
Charlotte kembali menggeleng. Bibirnya tertutup rapat. Tidak ada satupun suara yang didengar Xavier dari gadis itu. Xavier melihat tubuh gadis itu dengan seksama, tidak ada satu pun yang bisa diunggulkan oleh gadis itu. Dia kurus lemah dan pakaiannya juga kotor. Wajahnya tidak cantik. Xavier memalingkan wajahnya merasa kesal.
Dean yang melihat wajah tak senang Tuan Mudanya segera bertindak. “Bawa gadis ini keluar. Cepat!”
“B-baik Tuan.” Manajer Klub segera menarik Charlotte pergi dari ruangan itu dan membawanya keluar dengan kasar.
“Pergi dari sini sekarang, sebelum aku memecatmu!” seru Manajer Klub seraya kembali masuk kedalam ruangan.
Charlotte segera berlari menuju toilet. Dia menutup pintu dan duduk dikloset dengan dada naik-turun. Dia merasa lega telah berhasil melepaskan diri dari laki-laki itu. Tidak sekalipun terpikirkan olehnya jika laki-laki itu datang ke tempat kerjanya saat ini. Dia begitu terkejut hingga jantungnya tak berhenti berdetak cepat. Sampai sekarang pun, tubuh Charlotte terasa lemas. Dia mencoba menenangkan diri disana.
“Bagaimana jika aku bertemu dengannya lagi? Apa yang harus kulakukan? Argh, semoga saja dia tidak kesini lagi. Aku bisa mati perlahan.....” Lirih Charlotte.
Charlotte memutuskan kembali bekerja. Namun dia menghindari ruangan yang berada dekat dengan keberadaan laki-laki itu. Dia memilih membersihkan toilet wanita sampai dirasa situasi aman.
^
Keesokan harinya, Charlotte berangkat kerja di Klub. Dia berharap hari ini dia tidak terlibat masalah baru lagi. Semua yang terjadi kemarin semoga tidak terulang lagi. Charlotte benar-benar bingung harus melakukan apa jika bertemu dengan laki-laki itu lagi.
Saat baru masuk ke dalam, Manajer Klub yang kemarin memarahinya, ternyata sudah duduk dikursi menatap Charlotte dengan tajam. Charlotte sudah melupakan perilakunya kemarin, dia memilih menyapa Manajer itu dengan ramah.
“Selamat pagi Tuan.”
“Ngapain kamu kesini lagi?”
“Hah? Maksud Tuan?”
“Mulai hari ini, kamu tidak dipekerjaan lagi disini. Akibat ulahmu kemarin Tuan Xavier marah. Kamu tahu, jika dia tamu yang sangat penting di Klub ini!”
“Tapi kenapa saya dipecat Tuan. Saya sudah menebus kesalahan saya dengan membersihkan sepatunya.”
“Sekarang ini kamu banyak bicara sekali ya. Tapi kenapa kemarin kamu hanya diam seperti orang bisu hah?! Tidak tahu malu.” Seru Manajer klub.
Manajer itu berniat pergi, namun Charlotte kembali memanggilnya. “Tuan, tolong beri saya kesempatan lagi. Saya berjanji akan bekerja lebih baik.”
“Tidak ada kesempatan lagi. Kamu sudah membuat Klub ini malu akibat perbuatanmu kemarin. Sekarang lebih baik kamu pergi dari sini. Saya tidak ingin melihat wajahmu lagi.”
“Tapi Tuan-“
“Kamu dengar ucapan saya kan? Cepat pergi dari sini!”
“La-lalu bagaimana dengan uang jaminan saya Tuan?”
“Uang katamu? Kamu itu sudah beruntung tidak kumintai ganti rugi. Enak saja mau ambil uang itu! Tidak tahu diri sekali kamu ya. Lebih baik cepat pergi dari sini sebelum aku perintahkan orang untuk menyeretmu keluar!!”
Manajer itu berteriak lantang, lalu pergi meninggalkan Charlotte. Charlotte terpaksa pergi dari sana, berjalan gontai keluar Klub. Dia merasa sedih. Beginikah rasanya hidup tanpa orang tua? Kenapa menjadi sesulit ini. JIka saja ibunya masih ada, dia tidak akan kesulitan seperti sekarang. Tapi ya sudahlah, inilah takdir yang harus ia jalani.
Charlotte mengeluarkan ponselnya dan berniat mengirim pesan di Grup chat sahabatnya. Dia ingin meminta tolong pada 2 sahabatnya yang sudah berteman dengannya sejak SMP. Saat dia kabur dari rumah dia belum sempat memberitahu mereka. Hanya mereka berdua, satu-satunya cara agar bisa membantunya keluar dari jalan buntu.