Kisah gadis ekstrover bertemu dengan dokter introvert..
Awal pertemuan mereka, sang gadis tidak sengaja melukai dokter itu. Namun siapa sangka, dari insiden itu keduanya semakin dekat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Fey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
********
Kemudian Edo pun tersenyum memikirkannya.
" Tunggu di sini, saya mau ganti pakaian sebentar. " ucap Edo yang hendak beranjak naik keatas menuju kamarnya.
" Em! " jawab Suina mengangguk.
" Ingat! jangan coba coba untuk menyentuh kucing itu, faham? " ucap Edo memperingatkannya.
" Em! " jawab Suina faham.
Edo pun langsung beranjak keatas.
" Hi! " ucap Suina yang hendak mendekati kucing itu.
Seketika kucing itu langsung menggeram, karena merasa terancam ketika Suina mendekatinya.
" Suina! " ucap Edo memperhatikan gerak geriknya dari tangga.
" Nggak kok, aku hanya ingin memeriksa lukanya saja. bukan menyentuhnya. " jawab Suina.
Edo pun hanya bisa menggeleng, melihat tingkah keras kepala gadis itu.
Kemudian dengan cepat ia naik menuju kamarnya.
Beberapa menit kemudian, Edo turun sambil membawa kotak obat.
Di lihatnya gadis itu sedang duduk di depan kucing dengan jarak yang cukup jauh.
" Maaf dok! aku ambil satu apel di meja makan. aku ikut lapar karena melihat kucing itu makan. " ucap Suina.
" Ayo bersihkan lukamu. " ucap Edo menuju sofa dan mulai mengeluarkan beberapa obat.
" Nggak usah dok, nggak apa apa kok. ini hanya luka kecil aja, paling besok juga sembuh. " jawab Suina.
" Duduk Suina. " ucap Edo.
" Tapi aku baik baik aja kok dok, nanti aku bersiin sendiri lukanya di rumah. " jawab Suina yang terus keras kepala.
Melihat gadis itu yang terus membantah ucapanya, Edo pun langsung menatapnya datar seolah olah kesal.
" Dokter terlalu berat tangan. " ucap Suina takut, karena mengingat cara Edo mengeringkan rambutnya tadi yang menurutnya cukup kasar.
" Kemarilah. " ucap Edo.
Suina pun mengalah, kemudian mendekat duduk di sampingnya.
" Tau nggak, kamu adalah orang pertama yang memanggil saya dengan sebutan 'berat tangan' seperti itu. " ucap Edo.
" Itu karena semua pasien dokter dalam pengaruh obat bius, makanya mereka nggak sadar kalau dokternya orang yang berat tangan. " jawab Suina.
Edo pun kaget mendengarnya, karena gadis itu masih mengingat perkataanya tadi.
" Memangnya dokter pernah melakukan operasi pada pasien yang sadar? " tanya Suina pensaran.
" Nggak. " jawab Edo menggeleng.
" Tuh kan! makanya mereka nggak tau kalau dokter orangnya 'berat tangan' karena nggak sadar. " ucap Suina.
Edo hanya bisa menggeleng tersenyum, mendengar pemikiran Suina terhadapnya.
" Oh ya dok, dokter mau beri nama apa kucing itu? " tanya Suina tidak henti hentinya.
" Ulurkan tanganmu. " pinta Edo yang hendak mengobati lukanya.
Dengan cepat Suina pun mengulurkan tanganya.
" Aw! " jerit Suina begitu Edo membersihkan lukanya.
" Tahan sebentar. " ucap Edo yang terus membersihkannya.
" Pelan pelan dok, perih banget. " jawab Suina.
" Udah tau perih, terus kenapa kamu masih saja ingin menyentuh kucing liar? " ucap Edo heran.
" Aku cuma kasihan aja, menurutku. kucing ataupun anjing liar tanpa ada yang mengurusnya, seperti seseorang yang kehilangan kasih sayang orang tuanya saja. dari kecil aku sudah kehilangan ibuku, ayahku lah yang bersusah payah dalam merawat dan membesarkanku. " jelas Suina sambil mengingat masa lalunya.
" Ah! tapi itu hanya masa lalu, yang jelas aku hanya kasihan aja melihat mereka hidup terlantar di jalanan. " lanjut Suina sambil tertawa.
Mendengar cerita gadis itu, Edo langsung tersentuh mendengarnya.
Karena walaupun memiliki masa lalu yang sedih setelah kehilangan seseorang yang ia cintai, Suina masih bisa tersenyum lebar ketika sedang mengingatnya.
" Oh ya, dokter belum menjawab pertanyaanku. " ucap Suina.
" Pertanyaan apa? " tanya Edo sambil lanjut mengobati lukanya.
" Untuk nama kucing itu, dokter mau beri nama dia apa? " jawab Suina.
" Nama kucing? " ucap Edo bingung.
" Em! " jawab Suina mengangguk.
" Entahlah, saya belum memikirkannya. kamu ada ide? " jawab Edo sambil bertanya.
" Mmm.. gimana kalau kita kasih nama putih aja? " tanya Suina.
" Kenapa harus putih? " tanya Edo penasaran dengan nama itu.
" Kan bulunya putih, jadi kita kasih nama putih aja. biar mudah ingatnya. " jawab Suina.
Edo pun tidak keberatan dan menyetujui ide gadis itu.
" Baiklah. " jawab Edo.
Suina langsung tersenyum senang mendengarnya.
Tiba tiba kucing itu bersuara, seolah olah menyukai nama yang Suina berikan.
" Tuh lihat! Kayaknya dia suka deh sama nama barunya itu." Ucap Suina berseru ceria sambil melihat ke arah kucing yang baru saja mereka beri nama.
Edo hanya tersenyum, tangannya sibuk mengobati luka di tangan Suina.
"Dia memang terlihat senang," sahut Edo yang juga merasa demikian.
"Eh, dok, aku boleh main-main ke sini lagi nggak buat ketemu dia?" tanya Suina dengan mata berbinar.
Edo menghela napas sejenak kemudian menjawabnya.
" Suina, saya belum memutuskan untuk mengadopsi kucing ini, loh." Jawab Edo.
"Ah, pasti dokter akan adopsi dia. Dokter kan orang baik, plus dokter juga dokter ahli bedah jantung. Pasti punya hati yang besar buat bantuin ngerawat kucing itu. " ujarnya sambil menunjuk ke kucing itu dengan yakin.
Mendengar itu, Edo hanya bisa tersenyum kecil.
"Kamu ini bisa aja, Suina!" Ucap Edo.
"Kok bisa-bisanya kamu nyambungin adopsi kucing sama dokter bedah jantung? " Tanya Edo tertawa .
" Tapi Dok, sebagai dokter bedah jantung, pasti paham deh gimana kerja hati atau perasaan seseorang " Jawab Suina dengan nada sedikit menekan.
"Haha, kamu ini… Cinta dan hati itu beda, Suina." Ucap Edo menanggapi sambil tersenyum kecil.
"Eh, tapi Dok, aku nggak ngomongin soal cinta ya. Cinta itu urusan otak tau!" Suina menegaskan, tak mau kalah.
"Yang aku maksud tuh kebaikan, Dok. Kebaikan itu lahir dari hati yang tulus, nggak ada hubungannya sama yang namanya cinta. " Suina melanjutkan, sambil menatap Edo dengan senyum hangatnya.
Edo pun lagi lagi di buat kaget dengan pemikiran gadis itu.
Suina benar benar bisa membuatnya terdiam kagum, dengan semua tindakan dan cara berfikir yang selalu ia perlihatkan.
***
Keesokan harinya, di rumah sakit Edo mulai di sibukkan dengan pekerjaanya sebagai dokter.
Dengan di temani Sus Mia, ia memeriksa keadaan pasiennya satu persatu.
" Ibu jangan terlalu banyak bergerak, dan perbanyak istirahat. " ucap Edo kepada salah satu pasiennya.
" Terima kasih dok. " jawab pasien itu.
Tiba tiba beberapa keluarga pasien pun datang.
Salah satunya langsung menghampiri Edo dan bertanya.
" Dok! apa keadaanya sudah lebih baik? " tanya orang itu cemas.
" Pasien sudah lebih baik pak. " jawab Sus Mia.
" Iya pak, keadaan pasien sudah mulai membaik dari sebelumnnya. " jawab Edo.
" Syukurlah, terima kasih dok. " ucap orang itu yang merasa sangat lega.
" Buk, saya minta maaf kalau selama ini sudah buat ibu kecewa. saya janji kedepanya tidak akan berbuat hal itu lagi. " lanjut orang itu pada sang ibu.
Edo pun tersenyum mendengarnya, karena melihat hubungan mereka sudah membaik.
" Ada seseorang yang mengatakan kepada saya, bahwa kebaikan datang dari hati yang tulus. saya harap hubungan keluarga kalian cepat membaik. " ucap Edo tiba tiba.
Semua yang ada di ruangan itu, langsung terkesan mendengarnya. begitu pun dengan sus Mia.
" Kalau begitu, kami permisi dulu. " pamit Edo.
" Iya dok, terima kasih banyak. " jawab mereka.
Ia dan Sus Mia pun keluar menuju ketempat pasien selanjutnya.
" Kebaikan datang dari hati? " ucap Sus Mia terheran heran.
" Dok! itu sama sekali tidak terdengar seperti dokter, loh. " lanjut Sus Mia terkesan dengan kata kata yang Edo ucapkan.
" Saya hanya mendengarnya dari seseorang saja. " jawab Edo tersenyum ketika memikirkan ucapan Suina itu padanya.
" Cepat sus. " ajak Edo yang sudah berjalan lebih dulu keruangan pasien selanjutnya.
Dengan cepat keduanya mulai melakukan pemeriksaan kembali, kepada pasien yang harus di tangani hari ini.
***
Menjelang malam Edo sudah dalam perjalanan pulang menuju rumah orang tuanya.
Sesuai permintaan sang ayah, Edo menyempatkan diri untuk pulang dan menghadiri acara makan malam itu walaupun berat hati.
Dalam perjalanan menuju kesana, tiba tiba ponselnya berdering.
Di lihatnya nama ibunya yang muncul di layar ponselnya, dengan cepat pria itu mengangkatnya.
"Edo, kamu di mana? Semua orang udah nungguin nih!" suara ibunya terdengar cemas dari ujung telepon.
"Iya, Bu. Edo sudah di jalan, cuma kena macet sedikit." Jawab Edo sambil mencoba menenangkan ibunya.
"Cepetan ya, Do. Semua orang sudah menunggumu. " seru ibunya lagi, menambah rasa gelisah.
"Iya, Bu. Edo akan usahakan tiba dengan cepat. " Jawab Edo meyakinkan sekaligus berusaha mempercepat laju mobilnya di tengah kemacetan.
Ibunya pun langsung mematikan panggilannya, karena tidak enak dengan Cindi dan maminya.
" Edo sudah dalam perjalanan kesini, cuma katanya jalanan sedikit macet karena dia baru selesai dari rumah sakit. " ucap ibunya itu.
" Nggak apa apa kok buk, kita bisa mengerti. namanya juga jam pulang kerja, jadi memang macet. " ucap calon besannya itu yang tidak mempermasalahkan keterlambatan Edo.
" Bukanya hari ini hari libur, kenapa dia kerumah sakit? " tanya ayahnya bingung.
" Ada operasi darurat, jadi Edo harus datang walaupun hari liburnya. " jawab ibunya.
" Maaf ya Cindi buk, karena sudah buat kalian menuggu. " lanjutnya yang terus merasa tidak enak.
" Nggak apa apa kok tante. " jawab Cindi sambil tersenyum manis.
Setengah jam kemudian, Edo pun tiba di rumah orang tuanya.
Begitu keluar dari mobil, salah seorang asister rumah tangga mereka langsung menyambutnya.
" Selamat malam tuan muda. " sapa mereka.
" Selamat malam mbak. " jawab Edo ramah.
" Mbak, tolong bantu saya untuk bawa barang barang ini kedalam. " pinta Edo.
" Baik tuan. " jawabnya.
Edo pun masuk kedalam menemui kedua orang tuanya dan juga Cindi beserta maminya.
" Assalamualaikum. " ucap Edo masuk.
" Waalaikumussalam. " jawab mereka semua secara bersamaan.
" Maaf Edo terlambat. " ucap Edo.
" Nggak apa apa, kita bisa mengerti kok. " jawab ibunya Cindi.
" Akhirnya tante bisa bertemu denganmu secara langsung. " lanjutnya lagi yang sangat senang melihat Edo.
Edo hanya tersenyum mendengarnya.
" Berarti tante nggak perlu memperkenalkan kalian lagi kan? karena kalian juga sudah beberapa kali bertemu. " ucapnya lagi.
" Tidak perlu buk, Edo juga sudah mengenal Cindi dengan baik. " jawab sang ayahnya.
" Baguslah kalau begitu. " ucapnya ikut sedang mendengarnya.
" Iya buk. " jawab Edo tersenyum, kemudian melirik Cindi.
" Gimana kabarmu? " tanya Edo pada gadis itu.
" Cukup bagus. " jawab Cindi tersenyum singkat.
" Apa yang kamu beli Do? " tanya ibunya yang melihat beberapa paper bag di bawa oleh salah satu asisten rumah tangga mereka.
" Makanan ringan. " jawab Edo.
" Apa kamu membelinya untuk Cindi? " tanya ibunya tersenyum senang.
" Benarkah? coba tante lihat? " imbuh ibunya Cindi yang terlihat senang sekaligus penasaran.
Asisten rumah tangga mereka itu pun langsung memberikannya pada ibunya.
Dengan cepat ibunya Edo mulai mengeluarkan satu persatu.
" Es krim, Kue dan juga.. apa ini Do? " tanya ibunya kaget karena melihat satu barang yang seperti terlihat asing di dalam paper bag itu.
" Itu makanan kucing buk. " jawab Edo.
" Makanan kucing? untuk apa kamu membeli makanan kucing? " tanya ibunya kaget.
" Itu punya Edo, mbak tolong masukkan kembali kedalam mobil. " lanjut Edo sambil memberikannya kembali kepada sang asisten rumah tangga.
" Baik tuan. " jawabnya dan segera keluar menuju mobil.
" Kamu pelihara kucing? " tanya ayahnya.
" Iya ayah. " jawab Edo.
Suasana pun langsung berubah hening seketika.
" Gimana kalau kita pindah kemeja makan saja, semuanya sudah siap. " ajak ibunya yang mengalihkan suasana.
" Iya. " jawab ibunya Cindi.
Mereka pun langsung beranjak pindah kemeja makan.
Makan malam pun di mulai dengan begitu tenang.
" Oh ya Cin, kamu sedang sibuk apa akhir akhir ini? " tanya ibunya Edo penasaran.
" Selain sibuk mengajar dan juga bisnis, Cindi sedang melakukan penelitian beberapa hal tante, karena ada rencana untuk menerbitkan buku baru. " jawab Cindi.
" Itu bagus, om benar benar bangga dengan semua pencapaianmu. di umur yang masih sangat muda, kamu berhasil mencapai berbagai macam hal dengan kerja kerasmu sendiri. " puji ayahnya Edo.
" Terima kasih om, Cindi juga masih belajar. " jawab Cindi yang merendah ketika di puji seperti itu.
" Oh ya Dr.Edo, kalau boleh aku tau. apa jenis kucing yang dokter pelihara? " lanjut Cindi sambil melihat pria itu.
" Dia kucing biasa, saya mengadopsinya karena terlantar di jalan. kebetulah kucing itu manis dan sedang hamil, makanya saya berinisiatif untuk merawatnya. " jawab Edo.
" Bukankah itu terlalu menjijikan? " ucap ayahnya terdengar seperti tidak suka.
" Tapi om, menurut Cindi. tindakan Dr.Edo tidaklah buruk, karena ia telah menyelamatkan satu nyawa bahkan lebih. kebanyakan orang orang tidak perduli dengan hal seperti itu, tapi Dr.Edo berhasil menunjukan sisi lain dari dirinya sebagai seorang dokter dalam menyelamatkan nyawa sekecil apapun itu. " ucap Cindi memuji tindakan pria itu.
" Tapi kan kamu bisa mengadopsi kucing yang asal usulnya lebih jelas, kenapa harus kucing liar? banyak tempat kucing yang bagus bahkan bersertifikat di kota ini. " tanya ayahnya yang masih keberatan dengan tindakan Edo.
" Memang banyak ayah, tapi Edo sudah merasa cocok dengan kucing itu. " jawab Edo.
" Kucing liar juga tidak terlalu buruk om, beberapa kucing liar bahkan lebih pintar dari kucing mahal. kucing mahal juga akan menghabiskan cukup banyak uang untuk pelatihan dan perawatan mereka, tapi nyatanya mereka tidak belajar apa apa hanya buang buang uang kita saja. " imbu Cindi yang terus membela Edo.
" Kamu benar Cin, entah itu manusia ataupun hewan. mereka harus mempelajari aturan aturan sosial, membuat mereka terlatih itu bisa menghindari beberapa hal penting. " ucap ayahnya.
" Tapi tidak ada gunanya melatih kucing dengan pemiliknya yang buruk. itu hanya menambah tekanan pada diri kucing itu saja. " imbuh Edo tiba-tiba.
" Kucing itu sudah mencoba yang terbaik, menurut Edo yang membutuhkan pelatihan bukanlah kucingnya melainkan pemiliknya. " lanjutnya lagi terdengar seperti menyindir ayahnya.
" Bukan begitu Prof. Cindi? " ucap Edo yang meminta pendapat gadis itu.
" Benar sekali Dr.Edo, aku sepemikiran dengan dokter. " jawab Cindi.
Sementara ayahnya merasa tersindir mendengar ucapan putranya itu, ia menatap Edo dengan tatapan tajam menahan amarah.
Makan malam tersebut, terasa seperti bukan pertemuan calon menantu dan besan. melainkan terasa seperti perdebatan ayah dan anak dalam menyinggung beberapa hal.
Dua jam kemudian, Edo mengantar Cindi menuju mobilnya. sementara ibunya masih berada di dalam tengah mengobrol bersama kedua orang tua Edo.
" Ketegangan saat makan malam tadi benar benar sangat menarik. " ucap Cindi.
" Maaf saya telah merusak acara makan malam kalian. " jawab Edo.
" Jangan terlalu di fikirkan, aku rasa kita di besarkan di lingkungan yang serupa. " ucap Cindi sambil tertawa.
" Saya minta maaf karena tidak menunggumu saat makan siang itu. " ucap Edo menyinggung kejadian beberapa hari yang lalu.
" Karena saya harus melakukan operasi penting hari itu, jadi tidak punya banyak waktu. " lanjut Edo.
" Seharusnya aku yang meminta maaf, karena datang dengan sangat terlambat. aku lupa betapa berharganya waktu bagi seorang dokter. " jawab Cindi.
Edo pun tersenyum, kemudian membukakan pintu mobil gadis itu.
" Jika kita bertemu lagi, apakah dokter akan datang sekalipun itu perintah om? " tanya Cindi penasaran.
" Apa kamu ingin bertemu dengan saya hanya karena ayahku yang melakukannya? " ucap Edo yang malah balik bertanya.
" Mm... tidak juga. " jawab Cindi menggeleng.
" Saya tidak menyalahkanmu, hanya saja. tolong di fikirkan baik baik, karena tidak mudah menjalin hubungan dengan seorang dokter bedah jantung. " ucap Edo.
" Saya bukan orang yang romantis, bahkan sering tidak punya waktu dalam melakukan berbagai macam hal seperti itu. saya makan dengan sangat cepat dan kurang tidur, bahkan hampir di bilang tidak punya kehidupan sosial. karena seperti yang kamu bilang tadi, waktu sangatlah berharga bagi seorang dokter. jadi menurut saya, menjalin hubungan dengan orang yang seperti itu sangatlah membosankan. " lanjut Edo mengungkapkan semua yang ada di fikirannya.
Cindi pun tersenyum tipis mendengarnya.
" Sepertinya dokter tipe orang yang percaya diri, aku juga merasa demikiran. sepertinya kita memang tidak terlalu cocok. " jawab Cindi yang merasa tersinggung.
Edo langsung merasa lega mendengar penuturan gadis itu, karena Cindi mengerti maksudnya.
" Terima kasih untuk makan malamnya. " ucap Cindi kemudian masuk kedalam mobilnya.
" Maaf untuk semuanya. " jawab Edo.
Gadis itu langsung melajukan mobilnya keluar dari halaman rumah mewah orang tua Edo.
Dalam perjalanan pulang, tiba tiba gadis itu merasa seperti ada yang mengikuti mobilnya dari belakang.
Namun ia tidak terlalu menanggapinya, dan semakin melajukan mobilnya menuju rumah.
Tiba tiba mobil yang mengikutinya dari belakang, melaju dengan sangat cepat dan langsung menghalang mobilnya di depan.
" Sialan! " gumam Cindi yang langsung menghentikan mobilnya karena kaget.
Dengan cepat ia keluar menatap mobil itu marah.
Tidak berselang lama, keluarlah seorang pria yang tidak lain adalah Rey sepupu Edo.
" Kau cari masalah ya? " tanya Cindi kesal.
Namun Rey hanya tersenyum sambil menatapnya, seolah olah punya tujuan tertentu mengikuti gadis itu.
Sementara itu, di jalan pulang. Edo terus saja memikirkan perkataan Suina.
Tanpa sadar pria itu tersenyum, karena merasa Suina benar benar berhasil membuatnya kepikiran.
***
Dua hari berlalu, pukul 8 malam. Edo baru saja tiba di rumahnya, setelah bekerja seharian, pria itu tampak sangat kelelahan.
" Dok! " panggil seseorang tiba tiba.
Dengan cepat Edo keluar dari mobilnya, kemudian menuju gerbang depan.
" Suina? kamu ngapain malam malam jalan sendirian? " tanya Edo kaget.
" Bukanya sudah saya bilang itu bahaya. " lanjutnya lagi karena merasa cemas.
" Aku kesini untuk mengantarkan ini, sudah beberapa kali aku selalu mampir kesini. tapi dokter nggak ada di rumah, dan juga putih nggak terlihat di sekitar sini. " jawab Suina sambil memeluk satu kantong besar makanan kucing.
" Apa dokter memutuskan untuk mengadopsinya? " tanya Suina penasaran.
" Aku janji kok, jika dokter benar benar mengadopsinya. aku akan bantu dokter untuk merawatnya. " ucap Suina penuh harap.
Edo pun tersenyum mendengar ocehan gadis itu.
Tiba tiba kucing itu muncul dari belakang Edo, sambil mengeluskan kepalanya kekaki pria itu seolah olah nyaman denganya.
Melihat hal itu, Suina langsung tersenyum lebar.
" OMG! putih! " ucap Suina senang kemudian langsung ingin mengelus kucing itu.
Begitu tanganya hendak menyentuhnya, dengan cepat kucing itu langsung menggeram seperti merasa terancam dengan tindakan Suina.
Seketika Suina kaget kemudian langsung menjauh.
" Seperti keinginanmu, saya akan mengadopsi kucing ini. " jawab Edo.
" Tapi sebagai syaratnya, kamu harus membantu saya untuk merawatnya. karena saya sering menghabiskan waktu di rumah sakit, jadi tidak punya waktu banyak untuk merawat kucing ini. " lanjut Edo.
" Em! pasti dok, dokter tenang saja. aku pasti akan bantu. " jawab Suina dengan sangat senang.
" Dan juga! " ucap Edo yang masih belum selesai.
" Apa lagi? " tanya Suina bingung.
" Jangan pernah menyentuh kucing ini, jika ia sedang aktif aktifnya. kamu bisa kena cakar atau gigitannya lagi. " ucap Edo mengingatkan.
Suina pun langsung tersenyum mendengarnya.
" Dokter tenang aja, aku nggak bakalan lakuin itu. " jawab Suina patuh.
Gadis itu benar benar sangat senang, karena akhirnya bisa melihat kucing itu ada yang merawatnya dan tidak hidup terlantar lagi jalan.
###NEXT###