Dengan sisa-sisa tenaganya, akhirnya Anggapala berhasil membuat tempat untuk berteduh. Ia menyekah keringatnya dengan sebuah kain lusuh. Dalam kondisi seperti itu, terdengar dari samping suara langkah beberapa orang yang mendekatinya.
Mereka akhirnya hidup bersama dengan tujuan membangun sebuah tatanan kehidupan yang pada akhirnya banyak orang-orang yang hidup di daerah itu. Hingga dalam beberapa bulan saja, daerah itu menjadi tempat persinggahan para pedagang yang hendak ke arah Barat.
Pada akhirnya daerah itu sekarang menjadi sebuah daerah yang mempunyai banyak unsur seni dan budaya, bahkan daerah Cikeusik atau Gegesik mendapat julukan Kampung Seni.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB VI PURI SWANTIPURA
Di bangsal pedukuhan masih terjadi rembugan antara Ki Dukuh dengan para Kerani dan juga beberapa warga yang setia. Ki Bugulun sangat bangga dengan semangat para warganya yang selalu hidup saling membantu , walaupun di antara mereka tidak hanya satu daerah , namun mereka saling menghargai adat budaya asalnya. Konon , daerah Cikeusik atau Gegesik ini terdiri dari gabungan beberapa daerah , selain dari Krangkeng yang memiliki watak keras juga ada yang berasal dari wilayah Jawa , seperti dari Purwokerto , Bumiayu , Tegal dan Purbalingga. Ada juga yang berasal dari suku Sunda seperti daerah Garut , Majalengka , Kuningan , dan wilayah Sunda lainnya. Sehingga orang Gegesik pada zaman sekarang itu bahasanya lain dengan suku Sunda atau Jawa. Masyarakat di Gegesik ini sering menyebutnya bahasa Jawokan atau bahasa Bagongan. Di samping itu , orang Gegesik yang merantau di daerah lain , sangat mudah untuk mengucapkan bahasa di tanah rantau. Itu kelebihan dari orang Gegesik yang bisa beradaptasi bahasa , baik logatnya ataupun dialeknya.
Dengan perangai yang penuh wibawa , Ki Bugulun berkata , " Swantipura adalah tempat untuk kita bermunajat , nanti kita buat bangunan khusus yang mampu memuat 40 orang , di samping untuk beribadah di situ dengan khusyu juga nantinya dijadikan tempat untuk menguji keyakinan di antara warga , tapi kalian harus mengerti juga , di Swantipura bukanlah sesuatu yang dipuja melainkan hanya sebagai tempat , aku tugaskan Bulhun untuk mengurusnya , kira-kira di mana kita bangun Bulhun ? " tanya Ki Bugulun .
" Saya kira di samping bangsal saja Ki , di situ tanahnya lebih tinggi , andai nanti hujan lebat tentu tidak banjir" sahut Bulhun.
" Betul Ki , nanti tempat itu dapat dilihat dari berbagai sudut pedukuhan , bisa jadi banyak warga yang betah di situ dan harapan kita menjadikan masyarakat yang berkeyakinan akan segera terwujud , " lanjut Madropi.
" *Semoga saja begitu " jawab Ki Bugulun*.
*Pada akhirnya rembugan mereka terlaksana juga. Bangunan Swantipura berdiri dengan megahnya , tempat itu dijadikan sebagai tempat beribadah juga tempat untuk bermusyawarah. Konon di tempat itulah berdiri Masjid Gegesik pertama kali , yaitu setelah masuknya Islam kelak di zaman Wali Sanga dengan nama Masjid Makomah dan sekarang menjadi Masjid Al Barkah*.
Menurut cerita dan dongeng para leluhur bahwasanya pedukuhan Cikeusik pertama kali didirikan sekitar tahun 928 M. Pada masa kepemimpinan Ki Bugulun itulah banyak nama ataupun sebutan-sebutan baik adat ataupun jenis makanan olahan warga. Hingga sekarang masih ada peninggalan mereka walau hanya sebatas beberapa bukti yang masih ada. Kita lanjut.
*Setelah puri Swantipura dibuat dan beberapa bangunan lain juga dibangun seperti Gapura Cakrayudha , Sungai Cangkring , juga Menara Adikarya , serta Balai Panjang. Pada masa itu juga dibuka lahan perkampungan dengan nama Tanah Jipangkara*.
*Untuk memenuhi kebutuhan perumahan saat itu , Ki Bugulun bersama warganya membuka lahan baru. Di tempat itu sekarang terdapat Makom Ki Raja Pandhita. Pada awalnya , lahan itu adalah sebuah kampung warga yang menjadi tempat untuk membangun rumah , tetapi karena banyak musibah dan juga bala , maka tanah itu jarang yang menghuni. Al kisah , suatu hari tatkala selesai membangun Gapura , di bangsal pedukuhan Ki Bugulun beserta para Kerani juga para Beukeul sedang reriungan*.
" *Sungguh sebuah mahakarya kita , beberapa bangunan kita telah dirikan , tinggal kita pikirkan untuk kenyamanan warga , yaitu tempat huni. Adakah usul dan saran dari kalian ?" tanya Ki Bugulun. Sambil minum bandrek , Madropi menjawab , " enaknya di tanah yang banyak ilalang saja Ki , di situ tentu lebih nyaman , begitu orang datang ke pedukuhan kita ini , mereka akan menjumpai bangunan-bangunan baru , bisa jadi nantinya para pendatang mau untuk menetap di sini " katanya*.
" *Iya bisa seperti itu , tapi katanya tanah itu banyak ular berbisa , juga kelihatannya angker , nanti bagaimana dengan warga kita ," ujar Ki Bugulun*.
" *Tapi kalau banyak yang menghuni kan bisa hilang juga pemahaman seperti itu ", kata Mahdi*.
" *Ya sudah nanti kita ke sana ", sambung Ki Bugulun*.
*Mereka akhirnya ke tempat yang dituju , dan setelah sampai di tempat itu , Ki Bugulun bersama para Kerani memandang hamparan yang ditumbuhi ilalang , sangat rimbun juga , bisa jadi banyak hewan berbahaya , pikir mereka*.
*Setelah terjadi perbincangan di antara mereka , pada akhirnya , " Besok kalian bersama warga lain yang siap membantu mulai bekerja membersihkan ilalang-ilalangnya ," kata Ki Bugulun*.
" *Baik Ki , nanti saya upayakan supaya rencana kita ini berhasil ," jawab Bulhun*.
*Keesokan harinya , pekerjaanpun dimulai. Para Kerani dan para Beukeul beserta para warga yang sudah dihimpun mulai membersihkan ilalang. Baru berjalan beberapa waktu saja sudah ada 2 orang yang digigit ular berbisa. Tetapi hal itu tidak mengendurkan niat mereka. Yang sakit segera diobati , yang kena keganjilan pikirannya pun segera disembuhkan.*
*Tiap hari mereka bekarja keras tanpa rasa takut sedikitpun. Banyak ular berbisa yang dibunuh dan dibakar , sehingga membuat keadaan lebih aman. Di samping itu ada juga seperti orang kesurupan , tapi semuanya dapat teratasi*.
*Pada akhirnya setelah empat bulan lebih , hamparan itu bebas dar ilalang , tampak begiu luas. Dari tempat itu sangat jelas memandang alas Kodra. Setelah melihat langsung hamparan luas itu , Ki Bugulun berdiri di tengah-tengah hamparan itu. Sambil memandang sekeliling , beliau berkata , " Jipangkara* ".
" *Saudara-saudara , kalian bekerja tanpa kenal capek , lelah apalagi takut , berjuang demi mewujudkan harapan , untuk itu , hamparan ini , kawasan ini , lokasi ini kita sebut Tanah Jipangkara , semoga saja menjadi tempat yang damai dan penuh kemulyaan , " kata Ki Bugulun*.
*Akhirnya banyak juga warga yang membangun tempat hunian di tanah itu. Tetapi setelah ditempati oleh beberapa warga , malapetaka pun terjadi. Banyak warga yang mendadak sakit , lalu meninggal , pagi sakit , sore meninggal , begitu pun kalau sore sakit , paginya meninggal. Hal itu yang membuat semua warga akhirnya meninggalkan tempat itu. Hingga tempat yang begitu digarap dengan susah payah akhirnya menjadi tempat yang kosong. Maka untuk memanfaatkan tempat itu , dijadikanlah sawah garapan*.
*Waktu terus berlalu , Ki Bugulun membangun Cikeusik selama 26 tahun. Menjelang usia senja , beliau menunjuk Mardi sebagai penggantinya*.
" *Saudara-saudaraku , kalian aku anggap sebagai anak-anakku , begini......usiaku bertambah , tenagaku berkurang , bahkan pikiranku tidak seperti dulu lagi. Untuk itu aku utus Mardi sebagai penggantinya , patuhilah perintahnya , jadikan dia pemimpin kalian , adapun bila ada masalah , maka berembuglah , bahas bersama-sama , supaya tidak jadi salah paham , adapun diriku ini , ingin menikmati masa akhir hidupku di Swantipuri. Ingat....kalian saudara , kalian sedarah , sebagai manusia yang mudah-mudahan kelak akan bermanfaat bagi sesama ," kata Ki Bugulun*.
" *Baik Ki , akan saya jalankan amanat Panjenengan ini dengan sepenuh hati , saya juga berharap penuh kepada saudara-saudaraku ini agar selalu bekerjasama baik suka maupun duka , tidak menutup kemungkinan nantinya bila saya kurang baik ataupun mengalami ketidakbenaran , tolong kasih saran , ini amanah ," kata Mardi*.
*Beberapa saat setelah Ki Bugulun memberi mandat kepada Mardi , akhirnya dengan bantuan orang-orang setianya , beliau hidup di tanah sebelah Swantipura. Tempat beliau sekarang disebut tanah unduk*.
*Mardi kini menjadi ketua pedukuhan , beliau mendapat julukan Ki Rukem. Mengapa julukan itu buat dirinya* ?
Q.Sambling Gegesiklor
Cirebon
Jawa Barat