'Ketika dunia menolak keberadaannya, Bumi sendiri memilih dia sebagai kaki tangannya'
---
Raka Adiputra hanyalah remaja yatim piatu yang lahir di tengah kerasnya jalanan Jakarta. Dihantam kemiskinan, ditelan ketidakadilan, dan diludahi oleh sistem yang rusak-hidupnya adalah potret kegagalan manusia.
Hingga suatu hari, petir menyambar tubuhnya dan suara purba dari inti bumi berbicara:
"Manusia telah menjadi parasit. Bersihkan mereka."
Dari anak jalanan yang tak dianggap, Raka berubah menjadi senjata kehancuran yang tak bisa dihentikan-algojo yang ditunjuk oleh planet itu sendiri untuk mengakhiri umat manusia.
Kini, kota demi kota menjadi medan perang. Tapi ini bukan tentang balas dendam semata. Ini tentang keadilan bagi planet yang telah mereka rusak.
Apakah Raka benar-benar pahlawan... atau awal dari akhir dunia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aziraa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 6: Kejatuhan Sang Dewa Uang
Jet pribadi Eva melesat di atas Atlantik, membawa Raka melintasi ribuan kilometer menuju jantung kekuasaan finansial global. Pemandangan di bawahnya berubah dari hamparan biru Pasifik menjadi bentangan luas daratan Eurasia, kemudian kembali ke lautan yang berkabut. Dalam keheningan kabin mewah, Raka merenungi kehancuran yang telah ia picu—skandal Richard Sterling di Amerika, keruntuhan Lin Wei di Tingkok. Setiap kehancuran itu baginya adalah serpihan puzzle yang membentuk gambaran sempurna: dunia sedang melemah, satu per satu pilar kesombongan manusia runtuh.
Sensasi dingin yang bersih dalam tubuhnya semakin intens, beresonansi dengan suara Bumi yang terus berbisik. Bisikan itu kini tidak hanya memberinya tujuan, tetapi juga kepuasan. Ia adalah instrumen keadilan yang kejam, sebuah pembalasan atas penderitaannya yang tak terhingga.
Eva duduk di seberangnya, jari-jari lentiknya menari di atas permukaan tablet kristal yang sama. Cahaya biru redup dari layar memantul di iris mata hitam pekatnya, memperlihatkan kalkulasi yang dingin dan metodis. Setiap gerakan jarinya tampak terkoreografi dengan sempurna, seolah ia telah berlatih tarian digital ini selama berabad-abad. Meskipun Raka dapat merasakan setiap denyut nadi di dalam pesawat, dapat mendengar percakapan pilot dengan menara kontrol, Eva tetap menjadi misteri yang tak terpecahkan—sebuah kotak hitam yang menolak untuk dibuka.
"London," Eva berkata tanpa mengangkat pandangannya dari layar, "adalah kuil paling suci bagi agama baru umat manusia." Suaranya mengalir halus, namun ada sesuatu yang menggigit di balik kelembutannya. "Mereka telah menciptakan tuhan yang baru, Raka. Bukan lagi emas atau perak, tetapi sesuatu yang lebih abstrak namun jauh lebih berkuasa—uang digital, derivatif, obligasi yang mengalir seperti darah dalam tubuh peradaban global."
Raka menoleh dari jendela, matanya bertemu dengan tatapan Eva yang dalam. "Bagaimana seseorang menghancurkan sesuatu yang tidak berwujud?"
Eva tersenyum, ekspresi yang tidak pernah mencapai matanya. "Dengan menghancurkan kepercayaan mereka pada ketidakberwujudan itu. Uang adalah ilusi kolektif, Raka. Satu-satunya kekuatan sejatinya adalah keyakinan jutaan orang bahwa ia memiliki nilai. Kita akan memperlihatkan betapa rapuhnya keyakinan itu."
---
Heathrow Airport menyambut mereka dengan hiruk-pikuk yang teratur—sebuah simfoni logistik yang telah disempurnakan selama puluhan tahun. Heat signature dari ribuan orang bergerak dalam pola yang dapat diprediksi, namun Raka merasakan sesuatu yang berbeda di sini. Jika Washington D.C. mengeluarkan aura kekuasaan politik yang keras dan Beijing memancarkan ambisi yang membara, London memiliki getaran yang lebih halus namun lebih dalam—getaran uang yang mengalir dalam jumlah yang tak terbayangkan setiap detiknya.
Identitas diplomatik yang telah disiapkan Eva berfungsi dengan sempurna, membuka setiap pintu pemeriksaan seperti kunci universal. Raka mengamati bagaimana sistem bekerja di sekitarnya—petugas imigrasi yang mengangguk hormat, pemindai retina yang menyala hijau, dan jalur khusus yang membawa mereka langsung ke dalam kota tanpa hambatan. Kekuatan Eva tidak hanya terletak pada teknologi yang ia kuasai, tetapi juga pada jaringan yang telah ia bangun di setiap sudut dunia.
Perjalanan dari bandara menuju pusat kota London memberikan Raka kesempatan untuk merasakan nadi kota ini secara langsung. Udara musim gugur yang dingin membawa aroma campuran—kopi mahal dari kedai-kedai eksklusif, parfum mewah dari para bankir yang terburu-buru, dan sesuatu yang lebih dalam: aroma logam dan kertas yang telah diolah menjadi instrumen kekuasaan.
Bangunan-bangunan tua London berdiri kokoh, namun di antara mereka menjulang menara-menara kaca modern yang memancarkan cahaya biru dari ribuan layar komputer. Raka dapat "melihat" aliran data yang mengalir di antara gedung-gedung tersebut—sungai-sungai digital yang membawa triliunan dolar, euro, dan yen dalam bentuk sinyal elektronik. Kemampuan kognitifnya yang telah terasah memungkinkan dia untuk merasakan fluktuasi pasar saham, mendeteksi pola-pola perdagangan, bahkan menangkap fragmen percakapan terenkripsi antara para fund manager yang merancang strategi investasi bernilai miliaran dolar.
"Apakah kau merasakannya?" Eva bertanya, suaranya hampir berbisik. "Denyutan jantung kapitalisme global?"
Raka mengangguk. Ia merasakannya—seperti medan elektromagnetik raksasa yang mengitari seluruh kota, menggetarkan setiap atom udara dengan frekuensi uang yang mengalir tanpa henti.
---
Target mereka berdiri megah di distrik keuangan London—sebuah menara yang terbuat dari kaca dan baja, menjulang ke langit seperti katedral modern. Global Financial Exchange, atau GFX, bukan sekadar bursa saham. Ia adalah jantung dari sistem sirkulasi ekonomi global, memompa triliunan dolar melalui pembuluh darah digital yang menghubungkan setiap bank, setiap perusahaan, setiap pension fund di dunia.
"Mereka menyebutnya 'the heartbeat of global commerce,'" Eva menjelaskan saat mereka berdiri di seberang jalan, mengamati aliran manusia yang tak pernah berhenti masuk dan keluar dari gedung itu. "Setiap detik, ratusan ribu transaksi diproses di sana. Ketika GFX berdetak, seluruh dunia merasakan getarannya. Dan ketika GFX berhenti..."
"Dunia akan tersedak," Raka menyelesaikan kalimat Eva.
"Tepat sekali." Eva menoleh kepadanya, matanya berkilat dengan kegembiraan yang mengerikan. "Kehancuran politik hanya memengaruhi satu negara. Kehancuran finansial menyapu seluruh peradaban. Ini adalah serangan jantung pada sistem yang akan membuat mereka menyadari betapa rapuhnya fondasi dunia yang mereka bangun."
---
Infiltrasi digital ke dalam sistem GFX memerlukan pendekatan yang berbeda dari target-target sebelumnya. Ini bukan lagi tentang membongkar satu individu, tetapi tentang menciptakan krisis kepercayaan yang akan menyebar seperti virus di seluruh sistem finansial global. Eva telah memetakan setiap kelemahan dalam arsitektur digital GFX, setiap celah yang dapat dieksploitasi untuk menciptakan kekacauan yang tampak natural namun sistemik.
"Kita tidak akan mencuri satu sen pun," Eva menjelaskan sambil memproyeksikan skema kompleks pada tablet kristalnya. "Kita akan menciptakan sesuatu yang jauh lebih menghancurkan—ketidakpercayaan."
Rencana pertama adalah manipulasi algoritma High-Frequency Trading (HFT) yang digunakan oleh bank-bank investasi terbesar. Sistem HFT memproses jutaan transaksi per detik, bergantung pada presisi waktu dalam hitungan mikrodetik. Raka, dengan kemampuan kognitifnya yang luar biasa, dapat menciptakan anomali temporal yang sangat kecil—delay sepersekian detik yang akan membuat algoritma HFT menginterpretasikan data secara salah.
"Bayangkan," Eva berkata dengan nada yang hampir sensual, "jika sistem yang mereka percayai untuk memberikan harga yang akurat tiba-tiba mulai memberikan data yang kontradiktif. Saham Apple dijual seharga $150 di satu bursa, tetapi $149.99 di bursa lain pada saat yang sama. Perbedaan satu sen, tetapi dalam dunia HFT, itu adalah celah yang dapat menghasilkan atau menghancurkan miliaran dolar."
Tahap kedua adalah manipulasi metadata dalam laporan keuangan perusahaan-perusahaan multinasional yang terdaftar di GFX. Bukan mengubah angka-angka secara langsung, tetapi menyisipkan "jejak digital" yang samar—pola-pola dalam timestamp, struktur file, atau bahkan spasi kosong yang dapat diinterpretasikan sebagai tanda pencucian uang atau fraud yang sangat canggih. Data ini tidak akan cukup untuk menjadi bukti konkret, tetapi akan memicu audit internal dan spekulasi media yang akan menggoyahkan kepercayaan investor.
"Kecurigaan," Eva berbisik, "adalah racun yang paling ampuh dalam dunia finansial. Sekali investor mulai ragu, mereka akan menarik modal mereka. Dan ketika modal mulai ditarik dalam jumlah besar..."
"Terjadi bank run," Raka melengkapi.
"Lebih dari itu. Terjadi systemic collapse."
Tahap ketiga adalah yang paling elegan: menciptakan "phantom information" dalam sistem komunikasi internal bank-bank besar. Bukan pesan yang jelas, tetapi gangguan digital yang dapat diinterpretasikan sebagai informasi. Seperti mendengar bisikan di ruang kosong—cukup jelas untuk membuat paranoid, tetapi tidak cukup jelas untuk diverifikasi.
---
**Sudut pandang Julian Vance**
Julian Vance telah menghabiskan tiga dekade hidupnya di lantai perdagangan. Tangannya yang telah berkerut akibat stres dan usia masih bergerak dengan gesit di atas keyboard, matanya yang tajam masih mampu membaca pergerakan pasar dengan presisi yang mengagumkan. Baginya, uang bukan sekadar alat tukar—ia adalah bahasa universal, puisi yang ditulis dalam angka, agama yang dapat memberikan makna pada eksistensi.
Pagi itu dimulai seperti biasa. Layar-layar di depannya menampilkan angka-angka yang bergerak dalam ritme yang sudah ia hafal di luar kepala. Dow Jones naik 0.3%, FTSE 100 stagnan, Nikkei turun 0.7%. Pola normal untuk pembukaan pasar London.
Kemudian, ia melihat sesuatu yang aneh. Sistem HFT-nya menampilkan spread bid-ask yang tidak masuk akal pada saham Royal Dutch Shell. Perbedaan antara harga beli dan jual melompat dari 0.01% menjadi 0.05% dalam hitungan mikrodetik, kemudian kembali normal. Bagi trader biasa, ini hanya glitch kecil. Tetapi Julian bukanlah trader biasa.
"Ada yang tidak beres," gumamnya pada rekan kerjanya, Marcus, yang duduk di meja sebelah.
"Apa maksudmu?" Marcus tidak mengangkat pandangannya dari layar.
"Lihat spread Shell. Ada anomali yang tidak normal."
Marcus melirik sekilas. "Mungkin hanya server lag. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
Tetapi Julian tidak bisa mengabaikan instingnya. Selama tiga puluh tahun, instingnya telah menyelamatkannya dari crash 2008, krisis Yunani, dan berbagai gejolak pasar lainnya. Dan sekarang, instingnya berteriak bahwa ada sesuatu yang sangat salah.
Dalam jam-jam berikutnya, anomali kecil mulai bermunculan di berbagai saham. Tidak cukup besar untuk memicu alarm sistem, tetapi cukup konsisten untuk membuat Julian semakin gelisah. Kemudian, muncul laporan audit mendadak pada beberapa perusahaan multinasional. Tidak ada tuduhan konkret, hanya "investigasi rutin" yang tiba-tiba dilakukan secara serentak.
"Ini terlalu kebetulan," Julian berkata pada dirinya sendiri.
Desas-desus mulai beredar di lantai perdagangan. Bisikan tentang "irregularities" dalam sistem perdagangan, spekulasi tentang manipulasi pasar yang canggih, teori konspirasi tentang serangan cyber yang terkoordinasi. Dalam dunia di mana informasi adalah kekuatan, kurangnya informasi yang jelas menciptakan vacuum yang diisi oleh ketakutan dan spekulasi.
Julian melihat rekan-rekannya mulai bertingkah dengan cara yang tidak biasa. Mereka berbicara dengan suara yang lebih rendah, pandangan mata yang lebih waspada, gestur yang lebih defensif. Paranoid adalah penyakit menular di lantai perdagangan, dan Julian merasakan gejalanya mulai menyebar.
Kemudian, pada pukul 10:47 GMT, yang tak terduga terjadi.
Sistem perdagangan elektronik GFX tiba-tiba freeze. Tidak ada crash, tidak ada error message yang jelas, hanya layar yang menampilkan "PROCESSING..." tanpa batas waktu. Selama lima menit yang terasa seperti lima jam, triliunan dolar terjebak dalam limbo digital.
Julian merasakan keringat dingin membasahi kemeja putihnya. Ini bukan sekedar technical glitch. Ini adalah sesuatu yang jauh lebih serius. Ketika sistem kembali online, pasar telah berubah secara fundamental. Kepercayaan yang telah dibangun selama puluhan tahun runtuh dalam hitungan menit.
Harga saham blue-chip anjlok dengan kecepatan yang menakutkan. Investor panik, menarik dana mereka dari pasar. Algoritma trading yang dirancang untuk menghindari kerugian malah mempercepat penurunan dengan menjual secara otomatis ketika harga turun di bawah threshold tertentu.
"Ini bukan natural market correction," Julian berbisik, menatap layar yang kini didominasi oleh warna merah. "Ini adalah sabotase."
Tiga puluh tahun membangun portfolio, reputation, dan kepercayaan, hancur dalam satu hari. Uang pensiun yang telah ia kumpulkan, investasi untuk pendidikan anak-anaknya, rencana masa depan yang telah ia susun dengan cermat—semuanya menguap bersama angka-angka merah di layar.
Yang paling menyakitkan bukan kehilangan uang, tetapi kehilangan kepercayaan pada sistem yang telah ia dedikasikan hidupnya. Selama ini, ia percaya bahwa pasar adalah mekanisme yang fair, bahwa sistem keuangan global adalah meritokrasi yang memberikan reward kepada mereka yang bekerja keras dan pintar. Sekarang, ia menyadari betapa naifnya pemikiran itu.
"Siapa yang melakukan ini?" ia berteriak di tengah kekacauan lantai perdagangan. "Siapa yang menghancurkan semuanya?"
Tetapi tidak ada jawaban. Hanya teriakan keputusasaan dari ratusan trader lain yang mengalami nasib serupa.
---
Dari sebuah rooftop bar yang menghadap langsung ke menara GFX, Raka dan Eva menyaksikan kekacauan yang mereka ciptakan. Layar berita di bar menampilkan breaking news tentang "unprecedented market volatility" dan "systemic failure in global trading systems." Anchor berita berbicara dengan nada yang mencoba terdengar tenang, tetapi ketegangan di wajah mereka mengungkapkan kebenaran yang sesungguhnya.
"London Stock Exchange turun 12% dalam satu hari," anchor melaporkan. "Ini adalah penurunan terburuk sejak krisis keuangan 2008. Otoritas finansial belum dapat memberikan penjelasan yang memuaskan tentang penyebab kekacauan ini."
Raka merasakan kepuasan yang dingin mengalir dalam darahnya. Bukan kepuasan sadis, tetapi sesuatu yang lebih dalam—perasaan bahwa keadilan telah ditegakkan, bahwa sistem yang korup telah menerima pembalasan yang setimpal.
"Mereka menyebut uang sebagai tuhan," Eva berkata sambil mengaduk gin tonicnya dengan perlahan. "Sekarang mereka tahu betapa rapuhnya tuhan mereka. Satu sentuhan kecil, dan seluruh kuil mereka runtuh."
Raka mengamati wajah-wajah di bar. Para banker dan fund manager yang biasanya memancarkan kepercayaan diri kini tampak pucat dan gelisah. Mereka berbicara dalam bisikan, mengirim pesan darurat, mencoba memahami apa yang terjadi pada dunia mereka.
"Ini berbeda dari sebelumnya," Raka mengakui. "Richard Sterling dan Lin Wei adalah individu. Ini... ini memengaruhi jutaan orang."
Eva menoleh kepadanya, mata hitamnya berkilat dengan sesuatu yang sulit didefinisikan. "Karena kehancuran finansial adalah virus yang paling efektif, Raka. Ia menyebar tanpa batas geografis, menyerang setiap keluarga yang bergantung pada sistem ini, setiap pensiun yang diinvestasikan dalam saham, setiap bisnis kecil yang membutuhkan kredit bank."
Raka merenungkan kata-kata Eva. Ia melihat keluar jendela, memandang kota London yang mulai merasakan getaran kehancuran. Di suatu tempat di sana, ada keluarga yang kehilangan tabungan mereka, ada entrepreneur yang tidak bisa mendapatkan pinjaman untuk mengembangkan bisnis, ada pensiunan yang melihat dana pensiun mereka menguap.
Untuk sesaat, sesuatu yang mirip dengan keraguan muncul di benaknya. Tetapi kemudian, bisikan Bumi yang akrab mengalir dalam pikirannya, mengingatkannya pada penderitaan yang telah ia alami, pada ketidakadilan yang telah ia saksikan, pada kebobrokan sistem yang telah menghancurkan begitu banyak kehidupan.
"Mereka membangun imperium mereka di atas penderitaan orang lain," ia berkata, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Eva. "Kini mereka merasakan bagaimana rasanya menjadi korban dari sistem mereka sendiri."
Eva tersenyum dengan kepuasan yang dingin. "Tepat sekali. Dan ini baru permulaan, Raka. London hanya satu simpul dalam jaringan global. Kita telah melemahkan fondasi finansial mereka. Sekarang, saatnya untuk menyerang pilar keamanan mereka."
Ia mengeluarkan tablet kristalnya dan menunjukkan peta dunia dengan berbagai titik yang berkedip. "Berlin, Raka. Kota di mana mereka menyimpan rahasia-rahasia militer mereka, di mana mereka mengkoordinasikan kekuatan pertahanan yang mereka pikir tidak tertembus."
Raka mengangguk, merasakan dingin yang akrab menyelimuti tubuhnya. Kejatuhan GFX akan mengirim gelombang kejut ke setiap sudut dunia finansial. Efek domino yang mereka ciptakan kini telah menjadi tsunami yang akan menyapu bersih kepercayaan pada sistem ekonomi global.
Setiap jeritan keputusasaan dari para bankir dan investor yang jatuh adalah konfirmasi bahwa misinya benar. Setiap kehancuran yang ia saksikan adalah langkah menuju dunia yang lebih adil, di mana sistem yang korup tidak lagi dapat bertahan.
Ketika malam turun di London, kota yang biasanya berkilau dengan cahaya kemewahan kini tampak suram. Namun bagi Raka, kegelapan ini bukanlah akhir—ia adalah awal dari fajar baru yang akan terbit setelah badai kehancuran berlalu. Dan dalam kegelapan itu, ia merasakan panggilan yang semakin kuat untuk melanjutkan misi pemurniannya ke jantung kekuatan militer Eropa.