Kalisha Maheswari diwajibkan menikah karena mendapat wasiat dari mendiang Kakek Neneknya. Dirinya harus menikah dengan laki laki yang sombong dan angkuh.
Bukan tanpa sebab, laki laki itu juga memaksanya untuk menerima pernikahannya karena ingin menyelamatkan harta mendiang kakeknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaJenaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melamar
Rumah sederhana milik Mbah Kusumo memiliki interior khas bangunan Belanda kuno. Di dalam rumah itu ada banyak sekali sertifikat dan medali yang terpajang di dinding lapuk rumahnya.
Mbah Kusumo berjalan menuju istrinya dan meminta menyiapkan beberapa camilan dan minuman untuk rombongan Edward.
"Buatkan ramuan gingseng untuk tamu tamu kita. Mereka pasti kelelahan setelah melakukan perjalanan jauh.", pinta mbah Kusumo kepada istrinya.
"Injih Pak!", sahut mbah Sri, istri Mbah Kusumo.
Mbah Sri pun menuju dapurnya. Sedangkan mbah Kusumo duduk menemani Edward, sekertaris Fian, dan pengacara Teo. Para patwal pun berjaga di luar.
Tiada hentinya Edward menelisik seluk beluk rumah paruh baya itu.
"Rumah ini kecil tapi begitu nyaman untuk ditinggali.", batin Edward.
"Jadi, ada perlu apa nak Ed? Oh ya sebelumnya panggil saya Mbah saja ya!", ujar mbah Kusumo yang sukses menghentikan pandangan Edward.
"Saya datang untuk menikahi cucu Mbah!",ungkap Edward dengan tegas.
"Apa?! Yang benar kamu? Jadi apa yang dikatakan Dwi itu tidak bercanda?", sahut mbah Kusumo yang kaget.
"Jadi Mbah sudah tau?",tanya Edward.
"Pernah suatu hari kakekmu bertamu di rumah kami. Dia ingin meminang cucu kami untukmu. Aku kira dia bercanda. Sebab saat itu, kakekmu berkata dengan disertai gurauan.", penjelasan mbah Kusumo.
"Kalau saya, terserah cucu saya saja!", lanjut Mbah Kusumo.
"Dimana cucunya mbah?", tanya Edward.
"Dia sedang berkeliling kampung. Mungkin sebentar lagi pulang.",jawab mbah Kusumo.
Mbah Sri keluar dengan membawa nampan berisi biskuit dan beberapa gelas teh gingseng buatannya.
"Monggo Nak, diminum selagi hangat.", seru Mbah Sri yang kemudian ikut duduk disebelah Mbah Kusumo. Mbah Kusumo pun menjelaskan maksud dari kedatangan Edward. Mbah Sri pun kaget tak percaya. Ia mengira saat itu , teman suaminya hanya bercanda.
"Silahkan diminum.", tutur mbah Kusumo.
"Mbah! Simbah!!", teriak seseorang dari luar.
"Mbah!! Mbah ten pundi?!!", teriak lagi seseorang diluar sana.
(Arti: Mbah!! Mbah dimana?!!")
Sontak mbah Kusumo dan istrinya beserta tiga tamunya pun melangkah keluar melihat keributan apa yang terjadi.
"Mbah?!!!", teriak Kalisha sambil memeluk kakek dan neneknya.
"Syukurlah! panjenengan mboten nopo-nopo?!", ucap Khalisa dengan terengah-engah.
(Arti : Syukurlah! kalian tidak apa apa.)
"Tenang dulu cah ayu! Onok opo?!", tanya Mbah Sri.
(Arti: Tenang dulu cah ayu! Ada apa?)
Setelah mengatur nafasnya ia pun menjawab pertanyaan neneknya.
"Kula wau ningali griya saking tebih enten katah pulisi. Kula khawatir Mbah ten panjenengan sedoyo." , ungkap Kalisha.
(Arti: Aku melihat dari kejauhan di rumah ada banyak sekali polisi.)
"Tenang cah ayu! Mbah Ndak papa!",ujar mbah Kusumo yang berusaha menenangkan cucunya.
"Wis ayo masuk nduk! Ayo dikenalke Mbah kale tamune mbah."
(Arti: Masuk dulu sini. Biar si mbah kenalkan tamunya mbah).
Saat itu, Kalisha benar benar tak memperdulikan sekelilingnya. Ia hanya fokus kepada kedua paruh baya tersebut. Kalisha pun duduk dan melihat kepada tamu yang akan diperkenalkan kakeknya. Namun dalam sepersekian detik, ia pun berdiri lagi.
" Eh eh kamu!!! Mau apa kamu?! Jangan sakiti Simbah saya ya!", teriak Kalisha.
"Loh loh kamu kenapa toh nduk?! Bajumu kenapa kok kotor?",tanya Mbah Kusumo yang baru sadar dengan keadaan cucunya yang kotor dan berbau sedikit tidak sedap.
"Mbah, Niki orang orang sing ora nduweni sopan santun. Niki kale gerombolan polisi ten ngajeng niku ora ana sing nduwe akhlak!", gerutu Kalisha dengan menunjuk ke arah Edward.
(Arti : Mbah, ini orang tidak tau sopan santun Mbah! Dia dan gerombolannya itu tidak punya akhlak!)
"Loh maksudmu piye toh nduk? Ini cucunya teman Simbah yang di kota!",sahut Mbah sri.
"Mbah, Kalisha wau sepedaan. Lah cah Lanang Iki muntah. Muntahe niku ten baju Kula. Cah Iki ora nyuwun pangapura malah ngemei kertas nikiloh.",ungkap Kalisha yang menunjukkan sebuah cek.
(Arti: Mbah, Khalisa tadi sepedaan. Lah laki laki ini muntah. Muntahnya dibaju Kalisha. Laki laki ini nggak minta maaf malah ngasih kertas ini.)
"Ya Allah Nduk, ya wis ganti sik Kono!",ucap Mbah sri sambil mengiring Kalisha masuk.
(Arti : Ya Allah nak, ya sudah ganti dulu sana.)
Edward, sekertaris Fian, dan pengacara Teo pun tidak mengerti apa yang dikatakan Khalisa. Mereka hanya menangkap satu hal, bahwa gadis yang ia temui tadi adalah cucu Mbah Kusumo dan Mbah Sri. Artinya, gadis itulah yang akan menjadi istri Edward.
"Maaf ya nak Ed! Karena cucu saya membuat keributan.",ujar mbah Kusumo.
"Iya Mbah tidak apa. Jadi bagaimana Mbah? Apa cucu mbah bersedia menjadi istri saya?", tanya Edward.
Khalisa yang mendengar pertanyaan Edward pun berlari menuju Edward dengan kesal.
"Saya tidak Sudi menikah denganmu! Laki laki yang sombong!!",teriak Khalisa kepada Edward.
"Nduk nduk! Sudah!! Tidak sopan begitu sama tamu!",sahut mbah Kusumo yang membuat Khalisa pun kembali masuk ke dalam lagi.
"Begini saja nak Ed, saya akan menanyai dia kalau sudah agak tenang. Nanti saya akan menghubungi nak Ed, biar tidak jauh jauh pergi ke rumah saya. Bagaimana?" ,tawar mbah Kusumo.
"Apa tidak bisa sekarang saja pak?",tanya Sekertaris Fian yang melihat tuan mudanya kecewa.
"Maaf , percuma nak. Besok saya akan memberi jawaban.",jawab mbah Kusumo yang membuat tiga orang itu tidak bisa berbuat apa apa.
Akhirnya rombongan Edward pun berpamitan pulang. Namun sebelum itu, Mbah kusumo meminta untuk meminum ramuan yang telah disiapkan oleh Mbah kusumo. Untuk menghormati Mbah kusumo, mereka pun meminumnya. Merekapun cepat cepat berpamitan pulang.
Setelah berada di dalam mobil, Edward pun mengumpat.
"Kalau bukan karena kakek, akan ku hancurkan satu keluarga itu! Cucunya saja seperti gadis nakal, apalagi orang tuanya. Minuman apa itu! Tidak enak sama sekali! Setelah ini aku mau ke rumah sakit! Cek semua badan!!", gerutu Edward.
Rombongan Edward pun berjalan menembus pekatnya kabut untuk kembali pulang ke kota.