Siapa yang ingin hidup dalam kekurangan semuanya pasti mau hidup serba berkecukupan. Tapi itu takdir tak seorang pun tau hidup mereka akan seperti apa.
Ira seorang ibu rumah yang dulu berada diatas di hantam badai hingga terjatuh kebawah.
Mana dulu yang mengaku sebagai saudara? Tak satu pun ada yang peduli. Suaminya terpaksa jadi ojol untuk mencukupi kebutuhan hidup. Akankah hidup Ira berubah?Lantas bagaimana dengan keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ima susanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Hidup ini sebuah perjalanan bukan sebuah perbandingan. Maka jangan membandingkan posisimu dengan orang lain, kita memang hidup di bumi yang sama tapi dengan takdir yang berbeda.
Posisi Ira dan keluarganya saat ini mungkin sedang di bawah dan saudara - saudaranya tengah berada di atas. Itu sudah lumrah terjadi dalam kehidupan.
Di bawah bukan berarti rendah, diatas belum tentu juga mulia. Harta tidak menjamin hidup seseorang tapi tanpa harta juga tidak bisa apa - apa.
Ira selalu bersyukur dengan kehidupannya yang sekarang. Ia hanya akan mengeluh pada sang pemilik segalanya. Hamparan sajadah jadi saksi bisu keluh kesahnya.
"Bu, besok bisa datang ambil ijazah adek kan?" tanya Dhani pada ibunya.
"Eh apa? tadi kamu ngomong apa, nak?" Ira tersadar dari lamunannya.
"Ibu lagi mikir apa?" tanya Dhani sambil menatap lekat ibunya.
"Tidak, ibu tidak melamun, nak." sunggut Ira dengan senyum di paksakan.
"Melamun sih tidak tapi benggong, aku ajak ibu bicara tapi pikiran ibu entah kemana." gerutu Dhani.
"Maaf, mungkin ibu cuma lagi berpikir tentang keluarga kita aja."
"Ada apa dengan keluarga kita, bu?" tanya Dhani kepo.
"Biasalah bude kamu."
"Bude Mia, kenapa lagi bu?"
"Ga taulah, sudah biarkan saja. Tadi kamu ngomong apa?" Ira mengalihkan pembicaraan agar putranya tak lagi bertanya terlalu jauh.
"Besok ibu bisakan ambil ijazah aku ke sekolah , sekalian ada pengumuman siapa yang memperoleh nilai terbaik."
"Insya Allah, jam berapa kita kesekolah besok?"
"Suruh simpulnya sih jam tujuh tiga puluh sih, tapi kita berangkat jam tujuh aja dari rumah, bu."
"Baik kalau begitu. Malam ini kamu jangan bergadang biar ga kesiangan. Sudah sana kekamar kamu, tidur." usir Ira pada putra bungsunya.
Dhani mencium pipi ibunya baru masuk kekamarnya. Anak kedua Ira ini memang sedikit manja padanya tapi terhadap orang lain berbeda sikapnya. Berbeda dengan putra pertamanya yang terkesan agak kaku, bicara saja sepertinya saja. Tapi jika sudah marah mengerikan.
"Kok belum tidur, dek?" tegur suaminya.
"Ini juga mau tidur mas, mas mau ngapain?" tanya Ira.
"Tadi pas bangun mas ga liat kamu tidur disamping mas, makanya mas cariin. Ga taunya duduk di sini. Ngapain?" selidik Haris.
"Habis ngobrol sana Dhani, mas."
"Mana coachnya?" tanya Haris karna tidak menemukan anak keduanya itu.
"Barusan masuk kamar. Udah yuk kita tidur, sudah malam." ajak Ira sambil menarik tangan suaminya. Haris begitu patuh menurut saja kemana langkah kami istrinya.
"Ngomong apa kalian berdua?" Haris penasaran lalu bertanya pada Ira.
"Besok ambil ijazah ke sekolahanya. Pasti besok komite minta urungan lagi."
"Urungan mulu, kenapa mesti memanjakan gurunya seperti itu terus. Kasihan orang tua yang ga punya duit di mintain terus." ungkap Haris kesal. Sudah beberapa kali komite kelas Dhani meminta uang ini uang itulah.
"Iya, mas. Tapi mau gimana lagi, ga diikuti salah. Mereka pasti ngomong gini ' Terakhir ini masa ga ada sih, udah sekolah gratis, dapat bantuan, masa di minta kolekan segini aja ngeluh'." Ira menirukan gaya ketua komite kelas Dhani meminta koleksi pada wali murid.
"Sudahlah, dek. Udah malam, mas ngantuk." Haris memejamkan matanya dan saja lama terdengar dengkuran halus suaminya pertanda suaminya sudah tertidur. Tak lama Ira juga mengikuti jejak suaminya.
...****************...
Assalamualaikum kk, terimakasih supportnya dan jangan lupa tinggalkan jejak berupa like dan komen dan vote yang banyak biar thor semakin semangat untuk melanjutkannya bab selanjutnya 😘😘🙏🙏🙏
nauzubillah mindalik