NovelToon NovelToon
Ashes Of The Fallen Throne

Ashes Of The Fallen Throne

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Epik Petualangan / Budidaya dan Peningkatan / Perperangan / Barat
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Mooney moon

Perjalanan seorang pemuda bernama Cassius dalam mencari kekuatan untuk mengungkap misteri keruntuhan kerajaan yang dulu merupakan tempat tinggalnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mooney moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sihir air dan es

Angin lembut meniup rambut mereka, membawa hawa baru. Bukan dari aroma bara, tapi dari air dan es yang sebentar lagi akan diajak bermain oleh Cassius dan gurunya yang pemalas, namun penuh kejutan.

Mulgur menguap panjang, duduk bersila di atas batu datar dengan posisi seperti guru tua yang tak terlalu tertarik untuk mengajar. Cassius berdiri di depannya, masih sedikit berkeringat dari latihan bersama Jormund.

"Apa kau yakin sudah mau lanjut latihan lagi? Urat-uratmu bahkan belum sempat minta ampun,” kata Mulgur sambil mencabut biji dari buah aneh di giginya yang baru saja dia makan.

Cassius mengangguk. “Aku ingin belajar sekarang. Kau pernah bilang akan mengajariku sihir air dan es. Dan saat ini aku belum kelelahan.”

Vala, yang semula hanya memperhatikan dari kejauhan, kini berpindah ke tempat yang lebih dekat. Matanya setengah menyipit, separuh penasaran. “Kau yakin ingin berganti elemen secepat itu? Api belum selesai, sekarang air dan es?”

“Dunia tak akan tunggu satu elemen dalam satu waktu,” jawab Cassius santai. “lagipula aku juga ingin tahu sejauh mana batasku.”

Mulgur mendecak pelan, tapi wajahnya menyungging senyum. “Baiklah, bocah keras kepala. Kita mulai dari awal yang benar. Tarik napas. Tenangkan pikiranmu. Jangan pikirkan air di luar. Fokus pada aliran dalam tubuhmu.”

Ia mengetuk-ngetukkan tongkatnya ke tanah. “Sihir air dan es dari dalam tubuh bukan soal kekuatan. Ini soal niat dan keseimbangan. Kau akan menarik kelembaban dari energimu sendiri, lalu menyalurkannya keluar sebagai bentuk yang bisa dikendalikan.”

Cassius mulai memejamkan mata, menarik napas panjang seperti saat bersama Jormund, tapi kali ini... rasanya berbeda. Tidak ada hawa panas. Yang ada hanya sunyi, diam, lembut, hening seperti danau di pagi hari.

Mulgur berbicara dengan suara pelan, hampir seperti bisikan.

“Bayangkan air itu seperti bagian tubuhmu sendiri, seperti darah. Kau tidak memerintah darahmu mengalir, ia hanya tahu ke mana harus pergi. Begitu juga dengan ini, jangan paksa keluar. Undang dia.”

Cassius menenggelamkan dirinya dalam ritme napas.

Perlahan, dari telapak tangannya muncul kelembaban samar. Setetes air terbentuk di atas telapak tangannya. Bergetar, rapuh, tapi nyata.

“Jangan tegang,” kata Mulgur cepat. “Biarkan dia tinggal. Biarkan dia tumbuh.”

Setetes itu menjadi dua, lalu tiga. Uap tipis keluar dari kulit Cassius, lalu terkondensasi menjadi bulir air yang menggumpal di atas telapak tangan. Sebuah bola air kecil terbentuk, mengambang dengan perlahan.

Cassius membuka mata dan tersenyum kecil.

“Berhasil terbentuk..” kata Vala dari belakang, nada suaranya kali ini tidak sinis. “Dalam waktu yang hanya sesingkat ini?.”

Mulgur tertawa pendek. “Oh, tunggu saja bagian es.”

Cassius mengalihkan fokusnya. Energi di tubuhnya dia padatkan, dia tekan... dan perlahan, air di tangannya mulai kehilangan bentuk cairnya. Mengkristal. Tapi belum jadi es sepenuhnya, lebih mirip seperti gumpalan salju dingin yang setengah membeku.

“Jangan buru-buru. Es bukan hasil dari tekanan. Es adalah diam, dan hawa dingin datang dari ketenangan.”

Cassius kembali memejamkan mata, menyesuaikan ritme napasnya. Kali ini, alih-alih menekan energi, ia memperlambat alirannya. Rasa dingin mulai muncul, menjalar dari dada, menyebar ke lengan. Satu napas, dua, dan klik, air itu membeku. Sebuah pecahan es bening berbentuk tetes air mengambang di atas tangannya, diam dan tidak bergetar.

Mulgur bersiul. “Hah! Tidak buruk. Untuk anak yang baru saja mencium api.”

Cassius mengangkat es itu, lalu membiarkannya jatuh dan pecah ke tanah. Ia menarik napas dalam.

“Lalu... selanjutnya?” tanyanya.

Setelah pecahan es itu jatuh dan mencair di tanah, Mulgur melangkah perlahan ke arah Cassius, menyenderkan tongkatnya di bahu.

"Bagus. Tapi itu baru permukaannya saja. Sekarang kau harus membuat tubuhmu lebih terbiasa. Gunakan sihir ini seperti kau melempar bola api yang sudah jadi mainan harianmu itu. Lakukan sampai tubuhmu bisa mengakses elemen ini tanpa berpikir.”

Cassius mengangguk. Ia berdiri tegak, mengangkat kedua tangan ke depan.

“Baik. Aku akan mulai sekarang.”

Mulgur melangkah mundur, duduk kembali di atas batu. “Ingat, jangan berpikir keras. Biarkan tubuhmu belajar sendiri.”

Vala menyilangkan tangan, memperhatikan dengan tatapan tajam namun diam-diam tertarik. Ia belum pernah melihat manusia belajar secepat Cassius, atau sekeras kepala itu.

Cassius menarik napas. Dalam sekali.

Dari telapak tangan kanannya, bola air kecil terbentuk. Ia tahan beberapa detik, lalu larutkan. Lalu ulangi. Air, larut, bentuk lagi. Kali ini dengan bentuk berbeda, aliran, tetesan, lalu kabut.

Kemudian ia mencoba membekukannya. Butiran es, peluru kecil es, ujung serpihan halus yang berkilau di udara. Semakin lama, semakin cepat. Tangannya bergerak cekatan, matanya tajam menatap bentuk sihirnya sendiri. Wajahnya tetap tenang, tapi kulitnya mulai pucat.

“Dia terlalu memaksakan diri,” gumam Vala.

Ia mengambil satu langkah maju. “Cassius, kau akan kehabisan energi sihir jika terus—”

“Aku tahu kapasitasku,” potong Cassius, suaranya datar namun tegas. “Tak perlu khawatir.”

Vala mengernyit, tapi berhenti. Ia belum cukup mengenal Cassius untuk tahu sejauh mana ucapan itu bisa dipercaya. Tapi...

Tiga detik kemudian, tubuh Cassius sedikit goyah. Empat detik kemudian, hidungnya berdarah. Cairan merah segar mengalir dari lubang hidungnya. Dan di detik kelima, ia tumbang.

Tubuhnya ambruk ke tanah dengan suara gebrakan yang cukup membuat Vala langsung terkejut. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran, ia pun berlari. “Cassius!”

Namun belum sempat ia sampai, Mulgur mengangkat tangannya, menghentikan langkahnya dengan satu kata.

“Tunggu.”

Vala menoleh cepat. “Apa!? Dia bisa saja kehilangan nyawa jika dibiarkan!”

“Tidak,” jawab Mulgur pelan. “Percayalah. Biarkan saja dia.”

Vala menggeleng, napasnya mulai meninggi karena panik yang dipendam. “Kenapa!? Dia kehilangan kesadaran! Kau pikir ini bagian dari latihan juga!?”

Mulgur tidak menjawab. Ia hanya menunjuk ke arah tubuh Cassius. Dan saat Vala menoleh kembali—

Cassius sudah bangkit. Perlahan, tapi mantap. Ia berdiri kembali, wajahnya masih sedikit pucat, tapi matanya terbuka penuh. Nafasnya tenang, stabil, dan tak ada sedikit pun luka atau darah yang tersisa di wajahnya. Seolah-olah ia tak pernah tumbang sama sekali.

“...Apa?” Vala berbisik, tak percaya dengan yang dilihatnya. “Baru saja... dia...”

“Loomb,” kata Mulgur sambil mengambil buah baru dari balik pakaiannya.

Vala menoleh tajam. “Apa maksudmu?”

“Loomb miliknya, yang satu itu punya kemampuan regenerasi. Bukan sekadar penyembuhan luka. Tapi pemulihan penuh. Fisik, otot, bahkan keadaan energi sihir dalam tubuhnya. Bahkan, sekalipun luka atau kerusakan itu sudah sangat fatal.”

Vala masih memandang Cassius, yang kini kembali menciptakan air di atas telapak tangannya, seolah tumbangnya tadi tak pernah terjadi. “...Itu bukan sihir penyembuhan biasa,” gumamnya. “Cepat sekali.”

Mulgur mengangguk. “Bukan sihir ataupun efek dari ramuan. Itu... insting tubuhnya. Loomb itu menyatu dengan kehendaknya, dan bekerja seperti pengaman. Diam-diam, tapi menyelamatkan.”

1
Mưa buồn
Semangat thor, jangan males update ya.
Kovács Natália
Keren, thor udah sukses buat cerita yang bikin deg-degan!
yongobongo11:11
Gak sabar nih thor, gimana kelanjutan cerita nya? Update yuk sekarang!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!