Xaviera marcella, Remaja usia 17 tahun harus menerima nasib yang buruk. di mana dia tinggal di panti asuhan, selalu dibully dan dijauhi. ia tumbuh menjadi gadis yang pendiam. suatu hari, ia bermimpi bertemu dengan gadis cantik yang meminta pertolongan padanya. itu berlangsung sampai beberapa hari. di saat ia sedang mencari tahu, tiba-tiba kalung permata biru peninggalan ibunya menyala dan membawanya masuk ke sebuah dimensi dan ia pun terhempas di jaman peradaban. hari demi hari ia lalui, hingga ia bertemu dengan gadis yang ada di mimpinya. ternyata gadis tersebut merupakan seorang putri dari negeri duyung. ia pun dijadikan pengawal utama untuk melindungi putri duyung itu.
gimana kisah selanjutnya? akankah Xaviera mampu menjaga putri duyung itu? ikuti kisah selanjutnya hanya di sini🥰
NO PLAGIAT!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Fantasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Xaviera tersadar
Ledakan dahsyat kembali terasa hebat, lihatlah di sana. Ledakan sinar biru yang sangat kuat memporak-porandakan halaman istana dan sekitarnya. Jeritan kedua kurcaci yang tak dapat menahan serangannya pun terdengar keras. Tak lama kemudian, ledakan tersebut mereda dan menampilkan kedua kurcaci yang masih berdiri namun bola matanya memutih. Lalu seketika keduanya pun ambruk ke tanah dan seketika mati di tempat.
Pertarungan sengit pun sudah terselesaikan, semua musuh sudah terbunuh. Para roh duyung itu segera melenyapkan jasad-jasad dengan menghilangkan mereka agar tidak diambil oleh yang memerintah mereka. Area sekitar sudaah hancur lebur, namun terlihat istana masih tetap kokoh. Para roh duyung pun menghilangkan diri untuk menyampaikan pesan pada Debbara.
Mendengar pertarungan sudah mereda, Debbara pun menghela nafasnya. Ia sudah kelelahan mentransfer sebagian energinya pada roh duyung itu. Lalu, para roh duyung mulai berdatangan menghadapnya dan memberikan hormat pada Debbara. "Tuanku ... semua musuh sudah kami selesaikan. Sekarang, kau sudah aman kembali. Namun maafkan kami tuanku, halaman istana sudah hancur dan kami tak dapat memperbaikinya." ujar salah satu dari mereka.
Terlihat Debbara tersenyum tipis mengarah pada mereka semua, "Tak apa ... kalian sudah membantuku untuk mengalahkan mereka. Terima kasih banyak."
"Eu-eum ...." para Roh duyung itu sedikit terkejut sebab Debbara mengucapkan terima kasih pada mereka. Tak heran jika mereka berpikir seperti demikian, sebab dulu Debbara sangat angkuh sehingga mereka segan untuk berhadapan dengan tuannya itu. Namun melihat perubahan sikap tuannya membuat roh duyung itu merasakan senang.
"Kami senang anda selamat, kami akan memberitahukan ratu mengenai keadaanmu di sini tuanku."
Debbara syok mendengar ucapan itu, ia pun bergeleng dengan cepat agar roh duyung tidak menceritakan keadaannya di sini. "Tidak, biar saja ini menjadi kisahku. Dan aku sendiri yang akan mengatakannya pada ibuku. Kalian semua pulanglah, kerjakan tugas kalian semula."
"Baik tuanku, jika seperti itu izinkan kami pergi. Semoga anda selalu selamat di sini."
"Iya, terima kasih ..."
Para roh duyung itu perlahan menghilangkan diri mereka, seketika tubuh Debbara melemas dan ambruk ke lantai. "Euuu... a-aku terlalu banyak... menggunakan tenaga." Tubuhnya yang sakit diakibatkan efek samping penggunaan mantra pemanggil roh tersebut. Terlihat permatanya seolah ada keretakan dan itu akan mengurangi kekuatannya. Namun Debbara tidak memikirkan hal itu, hal yang ia pikirkan yaitu keselamatan dirinya dan juga Xaviera. Ia rela mempertaruhkan sebagian kekuatannya agar bisa tetap hidup. Ia pun segera tertidur untuk menyembuhkan tubuhnya sendiri dari efek samping yang tengah ia rasakan saat ini.
***
Suasana sudah mulai tenang kembali, tidak ada musuh dan pengganggu. Suasana yang sunyi membuat tenang di hati. Xaviera yang sudah lama tertidur, akhirnya ia mengerjapkan matanya. Matanya sedikit berbayang, dan seketika ia melihat kembali langit-langit kamar yang sangat ia kenali. Ini adalah kamar Debbara, kenapa ia dibawa tidur di sini? Ia pun segera membangkitkan tubuhnya dan mengambil posisi duduk. Kepalanya sangat sakit dan pusing. Akibat mimpi aneh, Xaviera sudah tidak merasa begitu kesakitan saat menggerakkan tubuhnya.
Saat ia menolehkan kepalanya mengarah ke sofa, ia terkejut ketika Debbara tertidur di sana. Sementara dirinya di kasur miliknya. Segera ia pun mulai bangun dari kasur itu dan dengan perlahan menghadap Debbara yang tengah tertidur.
"Tuanku, bangunlah ...." awalnya Xaviera hanya membangunkan Debbara, namun matanya terfokus pada permata di dahi Debbara terlihat seperti ada kerusakan. Ia pun penasaran keadaan di luar istana, saat ia melihat ke arah jendela dirinya tambah syok ketika melihat keadaan istana jauh lebih hancur dari yang terakhir ia lihat.
"Apa yang sudah terjadi?"
Debbara yang mendengar suara aneh segera terbangun dari tidurnya. Lalu ia melihat sosok yang berdiri menghadap jendela. Ia pun terbelalak ketika melihat Xaviera sudah terbangun dari pingsannya dan sudah bisa berdiri.
"Xaviera?"
Suara Debbara membuat Xaviera menoleh ke arahnya, "Tuanku? Apa yang sudah terjadi? Mengapa kamu tidur di sofa? Dan lagi, area istana mengapa lebih hancur dari sebelumnya?" Mendengar rentetan pertanyaan Xaviera membuat Debbara terdiam. Ia pun segera berdiri namun tubuhnya masih lemah jadi hampir terjatuh kembali. Tapi, tubuhnya segera tertangkap oleh Xaviera dan Debbara pun dipindahkan ke kasurnya.
"Apa kau ingin tahu yang sebenarnya Xaviera?"
"Ya, aku ingin tahu ... apa yang terjadi ketika diriku tak sadarkan diri?"
Debbara pun terdiam sejenak, ia menghela nafasnya dalam dan melihat Xaviera dengan serius. "Setelah pertarungan hebat melawan monster besar, kau pingsan selama kurang lebih 5 hari Xaviera. Aku sudah mencoba mengobatimu namun tidak membuat kau sadar. Lalu saat kau masih tak sadarkan diri, tiba-tiba ada monster yang menyerang istana ini."
Xaviera terkejut ketika mendengar ada yang menyerang istana ini, "apa?! Siapa yang menyerang istana?"
"Akupun tak tahu pasti, mereka itu bertubuh kecil dan berjumlah 7 orang. Namun saat hendak menyerang, mereka tak dapat masuk karena ada perisai melindungi istana ini. Mereka membuat kekacauan, akupun tak bisa berbuat banyak terlebih dirimu sedang pingsan. Aku juga harus menjaga dirimu agar tetap aman Xaviera."
"Lalu, siapa yang mengalahkan mereka?"
"Eum... karena aku tidak bisa berhadapan langsung, maka aku menggunakan mantra terlarang dari kaumku. Yaitu memanggil roh duyung yang memiliki kekuatan luar biasa. Mereka hanya bisa terpanggil jika berketurunan bangsawan, dan karena pemanggilan itu aku harus mengorbankan sebagian kekuatanku Xaviera. Tapi tak apa, karena keadaan terdesak aku melakukan hal itu untuk menyelamatkan diriku dan juga dirimu."
Xaviera kembali terbelalak mendengar Debbara mempertaruhkan kekuatannya untuk menjadikan resiko atas pemanggilan roh tersebut hanya demi dirinya. Lalu ia teringat akan permata Debbara yang retak, "apakah retakan di permatamu disebabkan oleh hal ini Debbara?"
Debbara memasang senyum tipis dan mengangguk. "Ya, itu adalah resiko yang ditanggung bagi yang berhasil memanggil para roh duyung. Walaupun aku harus mempertaruhkan kekuatanku, setidaknya mereka bisa kalah dan kita masih tetap hidup. Sekarang, aku tidak bisa menggunakan kekuatanku dengan maksimal. Yang hanya bisa kulakukan hanyalah berubah menjadi duyung tidak bisa menggunakan sihir layaknya dulu."
"Apa permatamu tidak bisa diperbaiki? Bukankah kau ada gudang permata? Perbaikilah..."
Debbara menggelengkan kepalanya, "tidak bisa, Efek kerusakan ini permanent. Tidak bisa diperbaiki karena itu adalah pengorbanan. Walau diganti dengan yang baru, tidak akan bekerja selayaknya permata asli dari lahir."
Xaviera terdiam membisu, ia tidak bisa mengatakan apapun lagi. Hatinya sangat sedih ketika Debbara mempertaruhkan dirinya agar membuat dirinya aman. Bahkan ia sekarang tidak bisa seperti dulu lagi. Ada rasa bersalah di hati kecilnya, ia kemudian menatap Debbara dengan mata yang berkaca-kaca. Ia menyesal karena menyusahkan Debbara.
"T-tuanku... maaf jika kamu harus mempertaruhkan kekuatanmu demi diriku. Andai aku bisa sadar cepat, maka hal ini tidak akan terjadi." Baru pertama kali Xaviera menangis dengan rasa bersalah pada Debbara. Dan itu membuat Debbara tersenyum tipis.
"Tak apa... dibandingkan dengan pengorbananmu untukku, ini tak ada apa-apanya. Kau sudah berulangkali menyelamatkan hidupku dengan mempertaruhkan nyawamu. Aku hanya melakukan hal kecil yang sudah kau lakukan padaku. Aku tidak terlalu ambil hati sebab jasamu padaku Xaviera. Yang kupertaruhkan hanyalah kekuatanku, sementara dirimu itu nyawa. Dan kau berharga untukku."
Mendengar itu, Xaviera kembali terdiam. Ia pun menatap Xaviera dengan tatapan sendunya. Dengan cepat ia menghapus air matanya dan memeluk Debbara selayaknya teman. Debbara yang terkejut diperlakukan seperti itu hanya terdiam. Namun ia pun terhanyut dalam rasa hangat yang ada di pelukan itu. Ia pun membalas pelukan Xaviera dan menenangkannya agar tidak merasa bersalah berlebihan padanya.
"Terima kasih Debbara, aku akan menjadi yang terkuat untuk melindungimu. Aku janji, aku akan membawamu pulang dengan selamat menuju istanamu kembali."