Jangan lupa untuk follow Ig: naendia9
Karina Zanetta, gadis remaja yang cantik namun sayangnya terkenal dengan sikap dingin dan cueknya bahkan dia dapat julukan Ice cube di sekolahan. Tapi suatu momen Karina di tembak oleh Davino Abimanyu, pria tampan yang kebetulan sangat populer di sekolahan.
"Elo mau gak jadi pacar gue?!" ucap Davin.
Dan saat itu juga seisi sekolahan dibuat heboh oleh tingkah Davin yang menyatakan rasa suka pada Karina. Namun sayangnya Karina belum menjawab iya ataupun menolak perasaan cinta Davin, karena Karina menyukai pria lain dan berharap yang menyatakan cinta itu pria itu bukan Davin.
Dan disisi lain Davin sudah dijodohkan sama kedua orang tuanya dengan Jovita, bahkan mereka setelah lulus akan segera dinikahkan.
Bagaimana kelanjutan kisah cinta Karina? Apakah Karina akan bisa mencintai Davin dengan tulus hati atau Karina masih berharap dengan Crush-nya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naendia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semua Terasa Sunyi 2
Dasar Davin begok! Emang Karina adalah biang masalah semua ini! Cewek sialan!!" teriak Jovita sambil menghentakkan kakinya di lantai.
"Seharusnya tadi gue gak bantu dia!" Keluh Jovita. Jovita lantas berjalan ke kamarnya.
***
Sementara itu Davin yang sudah di rumah sakit, ia menunggu Karina akibat obat bius yang di berikan Dokter Laksmi.
Davin yang duduk di samping ranjang Karina teringat akan ucapan dokter Laksmi barusan, "maksud dokter Laksmi tadi apaan yak?" gumam Davin sembari memegangi dagu nya dan berfikir keras.
"Bi.. binta."
"Bi- biiinta."
Davin yang sedang berfikir keras itu tersadar dengan ucapan Karina yang terus menerus memanggil nama Binta.
Davin lantas bangkit dari duduk nya dan memegangi tangan Karina, "Karina! Elo udah sadar!"
"Bin- ta," ucap Karina melemah sambil masih menutup kedua matanya.
"Rin!"ujar Davin sambil membelai lembut kepala Karina beberapa saat.
Perlahan Karina membuka matanya, terlihat samar di mata Karina sampai Karina masih memfokuskan kembali pandangannya. Sampai akhirnya terlihat jelas kalau yang ada di hadapan dirinya adalah Davin.
"Davin?" Ucap Karina yang kesadarannya belom stabil. Karina berusaha bangun dari tidurnya. Tapi, Davin dengan sigap melarang Karina dan memaksanya tidur lagi.
"Elo gak boleh banyak gerak Rin." Karina kemudian, tanpa sengaja memegang baju Davin yang basah, "baju elo kenapa basah gini?" ujar Karna yang masih saja menoleh keseluruh ruangan.
"Terus Binta mana?" Seru Karina.
Belom sempat Davin menjawb semua pertanyaaan Karina, lagi - lagi Karina berusaha turun dari ranjang nya. Tapi, dengan sigap Davin menahan Karina yang memaksa untuk turun dari ranjang.
Hanya sekali dekapan Davin berhasil memeluk seluruh tubuh Karina. Namun, bukan Karina ia akan tetap terus meronta sampai ke inginan nya terpenuhi. Davin juga tak mau kalah dekapan Davin yang begitu kuat juga menghalangi pergerakan Karina.
"Lepasin gue Davin!! Gue mau ketemu Binta!" teriak Karina ia juga masih saja meronta - ront dalam dekapan Davin.
"Dia pergi rin! Dia pergi! Dia udah balik! Elo tenang dulu. Elo gak bisa dalam keadaan begini maksain ketemu Binta. Ingat luka elo bakalan kebuka lagi dan elo-"
"Gue gak peduli! Gue mau ketemu Binta! Gue mau ketemu dia Davin!"teriak Karina lagi.
Tak berselang lama Dokter Laksmi dan Bi Irah masuk ke dalam ruangan, setelah mendengar teriakan Karina.
Terlihat Karina dalam dekapan Davin, "elo harus sembuh dulu rin! Gue mohon," ujar Davin lirih sembari masih mendekap Karina dengan erat.
"Gue mohon elo sembuh dulu rin," pinta Davin lagi dalam bisikan telinga Karina.
"Tapi, gue-"
Belum sempat menyelesaikan kata - katanya dokter Laksmi dengan segera bergegeas berjalan ke arah Karina sembari memegang suntikan yang ada di saku jasnya.
Segera dokter Laksmi mengeluarkan suntikan di sakunya kemudian ia suntikkan pada pergelangan tangannya yang di infus.
Karina yang menoleh dokter Laksmi yang ada di belakang Davin dalam sekejap langsung lemah kembali. Matanya menatap tajam sang dokter sebelum Karina menutupkan matanya kembali dan terpejam lemas dalam dekapan Davin.
"Maafkan saya Miss. Karina, saya harus melakukan ini,"ujar sang dokter menatap Karina yang sedang di tidurkan kembali oleh Davin.
Setelah menidurkan Karina ke ranjangnya Davin menoleh ke belakang nya yang terdepat dokter Laksmi di sana, "Kenapa dokter lakukan itu!" tegas Davin.
"Apa kamu mau, terus - terusan melihat Miss. Karina yang sedang histeris seperti itu!" Mendengar ucapan sang dokter Davin terdiam. Terlhat masuk akal juga perkataan sang dokter Laksmi, walaupun Davin tak suka dengan cara sang dokter.
Dokter Laksmi kemudian menatap Bi Irah yang masih di depan pintu masuk ruangan Karina.
Bi Irah dengan sedikit takut berjalan masuk begitu juga pak Eko yang baru ssaja masuk dalam ruangan Karina.
Pak Eko terlihat terkejut melihat semua pada menegang, "apa yang terjadi?" tanya pak Eko seraya menutup pintu ruangan. Kemudian reflek mengikuti langkah Bi Irah.
"Kita harus telefon orang tuanya, bagaimana pun orang tuanya harus tau apa yang terjadi dengan anak nya," jelas sang dokter.
"Tapi-" bi irah masih ragi - ragu dengn dokter Laksmi.
"Memang dari tadi orang tua Karina belom tau kondisi Karina begini?" kini gantian Dain bertanya. Pasalnya juga Davin sebenernya juga kurang tau tentang latar belakang Karina yang selama ini di sembunyikan oleh Karina sendiri.
"Kedua orang tua Karina berada di Jerman," jawab singkat sang dokter, sambil menatap Davin yang berdiri di samping sang Dokter.
Dengan berat hati bi Irah meng iyakan usulan sang dokter Laksmi. "Saya yang akan menelfon orang tuanya," ujar sang Dokter yang berdiri disamping ranjang Karina dengan menatap Karina dengan kedua tangan sang yang masuk dalam saku jas putih nya.
"Bagaiana pun orang tua Miss. Karina sudah membantu usaha orang tua saya di rumah sakit ini, kalau bukan Karena Pak Arkana kemungkinan besar rumah sakit ini tak akan bisa besar di kota ini bahkan menjadi yang terbaik di kota ini," ucap sang Dokter sambil masih menatap Karina dengan tatapan dalam penuh arti.
Dokter Laksmi kemudian meninggalkan ruangan di mana ruangan Karina di rawat.
Davin yang sedari tadi penuh pertanyaan yang melingkar di kepalanya, langsung saja bertanya pada Bi Irah.
"Memang kenapa kalau sampai orang tua Karina tau?" tanya Davin penasaran.
Bi Irah yang terasa tak sanggup lagi berdiri memilih untuk duduk di samping Karina, sembari memegangi tangan Karina yang sudah tertidur.
Davin menatap bi Irah tatapan yang mengikuti kemana bi Irah tuju, setelah itu, "Jadi kalau tuan besar tau nona Karina pasti akan pindah ke Jerman mas Davin."
"Apa!" Davin terkejut mendengar pernyataan Pak Eko selaku sopir pribadinya. Bagai petir sungguhan yang menyayat hati Davin malam ini. Sampai - sampai baju yang basah kuyup yang membasahi dirinya tak di rasa lagi. Seolah tubuh nya sudah memberikan hawa panas pada tubuhnya sendiri.
"Benar mas Davin gak salah dengar," ujar Pak Eko menyakinkan ucapan nya sendiri ke Davin.
"Selama ini Nona Karina selalu menolak ajakan orang tuanya untuk tinggal di Jerman. Belom lama ini juga orang tua nona Karina baru saja datang ke rumah, dan lagi - lagi nona Karina menolak ajakan orang tuanya. Karena orang tua nona Karina sebenernya gak mau kejadian seperti ini, kalau seperti ini sudah pasti gak ada alasan lain Nona Karina pasti akan pergi."
Davin sungguh tercekat mendengar penjelasan pak Eko. Davin hanya bisa menarik nafas panjang.
Brak!
Pintu ruangan Karina terbuka dengan kasar, sontak seisi rungan melihat ke sumber suara.
"Davin!" Davin yang melihat Jovita penuh perasaan amarah yang tertahan Davin mengerti dan langsung meninggalkan ruangan Karina.
Davin pun berjalan dengan buru - buru dan menarik keluar Jovita dari ruangan Karina.
"Lepasin gue Vin!" Jovita meronta - ronta untuk bisa melepas tangan Davin yang mencengkram kuat di pergelangan tangannya.
"Elo mau ngomong kan sama gue! Kita bicara tempat lain."
Jovita yang mendengar nada Davin dengan tegas dan penuh amarah hanya bisa melihat nya dari samping dan tanpa protes lagi kali ini.
'Baru kali ini elo megang tangan gue, walaupun gue tau dalam keadaan sadar dan mood elo yang gak membaik atau sedang baik pun elo pasti gak akan sudi megang gue kan vin?' ujar Jovita dalam batinnya yang risau.
Sampai lah Jovita dan Dadvin di atas rooftop,
Davin pun kemudian melepas tangan nya dari pergelangan Jovita dengan kasar, sampai -sampai Jovita hampir tersungkur.
Jovita tanpa bicara lagi, ia pun mengambil ponsel nya di dalam tas sling bag kecil yang dipakainya yang berwarna hitam. Kemudian Jovita menyodorkn ponselnya.
"Elo liat aja kelakuan elo yang bikin kita dalam masalah dan mungkin wanita yang elo cintai juga bisa dalam masalah." Jovita berdiri di hadapan Davin dengan angkuh sembari melipat kedua tangannya di dada nya sendiri.
Davin tanpa pikir panjang langsung melihat apa yang di tujukan Jovita padanya, ia akan bertindak dengan cepat jika itu menyangkut dengan Karina.
Terlihat dalam vidio kalau Davin melakukan perkelahian saat membantu Karina dalam perundungan waktu itu, dan terlihat Karina ada di alam vidio tersebut.
Setelahnya Davin terlihat mengendong Karina sampai sekolah dan saat itulah Davin meminta bantuan di sekolah.
Bahkan dalam vidio itu terlihat Davin sempat melakukan kekerasan dengan mendorong para gadis itu sampai terpelanting dan bahkan ada yang ia hantamkan ke tembok, sebelum Davin membawa Karina itu pergi dengan keadaan baju Karina yang compang camping dan brantakan.
Bahkan baju Karina yang terlihat sudah tidak utuh baju Karina yang sudah sobek di kerah baju dan lengan Karina sehingga dapat meng ekspos tubuh putih Karina.
Davin yang sudah melihatnya hanya bisa meremas ponsel Jovita dengan sangat kuat, tatapannya pun tajam penuh amarah.
Dalam benak Davin hal ini bisa membuat Karina terdorong lebih dalam untuk mengikuti kedua orang tuanya. Persis, apa yang di kata Pak Eko padanya tadi.
"Sialan!!" teriak Davin.
***
Keesokan paginya Karina tersadar dari tidurnya akibat suntikan bius yang di lakukan Dokter Laksmi.
Matahari juga sudah menyinari celah sempit pada jendela Karina yang tertutup kordyen itu. Muka Karina juga terekspos oleh sinar ilahi yang menyorot itu, perlahan Karina membuka mata nya dan terlihat Bi Irah yang tertidur di samping nya, dan Pak Eko yang tertidur di Sofa.
Bi irah yang sadar akan pergerakan yang ada di ranjang itu terbangun, "non Karina sudah bangun?" ucap Bi Irah yang belom sepenuhnya full sadar dari alam bawah sadarnya. Begitu juga Pak Eko yang terbangun juga.
"Semalam saya kenapa Bi? Terus Binta kemana?" tanya Karina yang lagi dan lagi bertanya soal Binta. Dengan keadaan Karina yang masih terbaring sembari melihat ke arah Bi Irah. Namun Bi Irah menatap ke arah Pak Eko, Karina pun mengikuti pandangan Bi Irah.
"Kenapa BI?" tanya Karina lalu menatap ke Bi Irah yang masih saja menatap Pak Eko lalu menatap Karina lagi.
"Mas Binta sudah pergi non Karina dan semalaman yang membawa keruangan ini juga mas Davin, bukan Mas Binta. Maaf non." Bi Irah pun langsung tertunduk, ia merasa tak enak hati pada Karina.
Terlihat jelas juga wajah Karina yang kecewa akan pernyataan bi Irah. Bahkan ingatan Karina kemudian teringat kejadian malam itu sampai ada di ruangannya kembali.
"Benar kalau Davin yang malam itu," gumam Karina.
Mendengar ucapan Karina bi Irah mendongakkan kepalanya dan menatap Karina, begitu juga dengan Pak Eko.
"Maafkan kita non Karina," Pak Eko kemudiann berdiri dari Sofanya dan berjalan ke arah Karina.
"Maaf?" Karina mengerutkan keningnya keheranan. "Maaf kenapa?" tanya Karina yang penuh keheranan.
"Semalam dokter Laksmi menelfon orang tua non Karina." Pak Eko yang berdiri di samping Karina pun tertunduk begitu juga bi Irah.
Karina menghela nafas panjang yang melolos keluar begitu saja dari mulutnya sambil memijit kedua alisnya.
"Tolong bi, ponsel saya," titah Karina.
Bi Irah kemudian mengambil ponsel yang ada di meja di dekat ranjang Karina.
Setelah Bi Irah memberikan ponsel nya ke Karina, Karina langsung membuka ponselnya dan melihat pesan, dan benar saja kedua orang tua nya sudah menghubunginya bahkan memberikan chat langsung kepadanya. Bahwa sore nanti, kedua orang tuanya kembali ke Indonesia dan balik ke Jogja.
Lagi - lagi Karina hanya menghela nafas panjang, "Apa kita akan berhenti bekerja non Karina? Kalau non Karina kembali ke Jerman?" tutur Bi Irah penuh dengan kecemasan.
"Hush! Kamu gak seharusnya menambah beban non Karina," protes Pak Eko sambil menyenggol lengan Bi Irah.
Ucapan Bi Irah seketika memecah pikiran kalut Karina sembari masih memijit keningnya. Ia lantas meletakkan ponsel di ranjang nya di samping bantal, kemudian menatap ke arah Pak Eko dan Bi Irah.
"Nanti saya akan bicara sama papa saya. Tapi, saya usahakan pak Eko sama bI Irah akan tetap ikut saya," ujar Karina. Mendengar ucapan Karina terlihat jelas kalau terpancar harapan di raut muka mereka.
Tak berselang lama ponsel Karina berdering kembali. Karina pun membuka ponselnya kembali yang ia letakkan di samping bantal nya.
Saat membuka kembali ponselnya karina hanya bisa memejamkan matanya, lalu meletakkan kembali.
Kali ini sudah di pastikan Karina takkan bisa mengelak lagi, kalau dia harus ikut dengan kedua orang tuanya.
Karina pun berusaha duduk sontak Pak Eko membantu ranjang Karina untuk di naikkan sebagai sandaran punggungnya.
"Bi, tolong buka gorden nya dan tinggalin saya sendiri disini, sayah butuh waktu sendiri." Karina menatap kosong pandanganya ke arah gorden yaang masih menutupi jendela yang menyorot ke dunia luar.
Ucapan Karina membuat pak Eko dan bi Irah saling pandang satu sama lain dan juga saling mengangguk.
Bi Irah kemudian menuruti perkataan Karina begitu juga dengan Pak Eko kemudian pergi dari ruangan Karina.
"Semua seperti biasanya Terasa sangat sunyi, suasanya ini slalu kembali dan gue salalu ada di dalamnya dalam kesunyian ini. Semua terasa hambar dan biasa saja," gumam Karina sambil melihat dunia luar dari jendela kamarnya.
Karina kemudian menoleh ke arah meja kecilnya, yang ternyata bi Irah sudah menyiapkan sketch book miliknya.
Karina hanya tersenyum kecil memandang sketch book itu, "ternyata bi Irah sudah menyiapaknnya."
Bi Irah tau apa yang ada dalam pikirannya, Karina membutuhkan buku itu untuk mengambar sebagai luapan emosi yang ada di dalam dirinya.
Karina pun membuka sketch book itu halaman demi halaman memperlihatkan gambaran yang ia gambar.
Karina kemudian berhenti pada salah satu gambar yang memperlihatkan Binta saat pertama kali Karina berada di ruangan yang sama dengan nya kala itu.
Karina meraba wajah Binta dalam gambarnya yang ia lukis, kemudian Karina membuka halaman yang masih kosong berwarna putih.
Ia pun memulai mengambarkan apa yang ada di benak nya atau bisa saja mengambarkan apa yang ia lihat kali ini.
Sampai - sampai perawat yang akan menganti infus beserta memberikan suntikan ke Karina pun karina masi mengambar apa yang ia rasa dan ia liat.
Beberapa jam berlalu, Karina masih berfokus pada gambarnya, bahkan seseorang membuka pintu ruangan Karina pun Karina tak memedulikannya dan masih memfokuskan gambarnya, seseorang itu pun berjalan ke arah Karina hingga berdiri di samping ranjang Karina.
"Karina." Karina lantas menghentikan aktivitas menggambarnya.
semoga semangatnya juga terus panjang ya. salam dari Aira dan Zayyan di 'aku akan mencintaimu, suamiku' jgn lupa mampir 😉