Almayira seorang gadis yang sangat religius, dia tidak pernah melepaskan niqobnya.
Namun di suatu hari ketika dia mengantar temannya, untuk menemui seorang laki_laki justru dirinya yang malah direnggut kehormatannya secara paksa sehingga
menyebabkan dia hamil saat masih sekolah, demi menutupi kehamilannya dia selalu menggunakan jaket.
Bagaimana nasib mayira? Apakah pria itu akan bertanggung jawab?
Penasaran? makanya baca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ncess Iren, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bara Disuruh Jadi Imam
Mayira yang di kurung hanya menghela nafas, gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kamar. Hal yang dominan disini adalah rapi, Mayira berdecak kagum.
Kamar Bara bahkan lebih rapi dari kamarnya, sangat jauh berbanding dengan kamarnya.
"Pantas saja, kamar aku rapih semenjak ada Kak Bara sebagai penghuninya" Mayira ingat, dan pagi ini bangun subuh ataupun tahajud. Dalam keadaan kamar yang sudah rapih dan bersih, dia kira yang membersihkan adalah Art. Ternyata ia baru tau, Bara pelakunya.
Di salah satu sudut Mayira mendapati, sebuah koper yang sangat ia kenali. Karena itu adalah miliknya, kamar Bara tidak terisi banyak barang.
Hanya ada ranjang ukuran sedang, meja belajar dan lemari.
Mayira berjalan ke arah meja belajar, di sana terdapat buku dan alat tulis lainnya. Tunai mata Mayira menangkap sebuah bingkai foto, di atas meja itu.
"Wahh.. ini Kak Bara waktu kecil ya" Mayira meraih bingkai fhoto itu, gadis itu terkekeh kecil betapa imutnya Bara di dalam fhoto itu. Bara menggunakan kaca mata bulet, ada mata berbinar di baliknya cerah.
Bara saat kecil sangat imut, ternyata bukan tanpa alasan Bara tampan saat ini. Karena dari kecil, sudah menjadi bibit unggul.
"Kok Kak Bara belum pulang ya?" Tanya Mayira pada dirinya sendiri, meletakkan kembali bingkai ke tempat semula.
"Hemm.. lebih baik aku ganti baju dulu deh ya" Mayira meraih koper, ia mengangkatnya ke atas kasur. Gadis itu perlahan mengambil baju, yang ada di dalamnya.
Mayira mengedarkan pandang, "Di sini ngga ada kamar mandi" dia tidak mendapati ruang ganti, jadi gadis itu memutuskan ganti baju langsung dikamar Bara.
Perlahan Mayira membuka cadar, dan hijabnya terlebih dahulu. Setelah benar-benar terbuka, barulah membuka seragamnya. Yang ia kenakan saat ini, Mayira hanya menggunakan tank top dan celana sepaha.
"Lain kali kalau ganti baju, pintunya di kunci" Ujar suara berat tersebut. Sontak Mayira menoleh ke sumber suara, matanya membulat seakan biji matanya hendak keluar.
Bara menaikan sebelah alisnya, ia pura-pura tidak menyadari dengan raut keterkejutan Mayira. Dengan santainya, Bara berjalan mendekat ke arah ranjang. Saat telah sampai ia menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, yang tidak terlalu empuk itu.
Tunak mata Mayira memperhatikan gerak-gerik Bara, sedari tadi rasanya tenggorokannya tercekat. Ia tidak bisa mengeluarkan suara, beberapa detik kemudian setelah sadar apa yang terjadi. Mayira kalang kabut mencari kain, untuk menutupi tubuhnya.
"Kak Bara, kenapa masuk nggak ketuk pintu dulu atau salam" Mayira merasa disaat seperti ini, dia kesulitan untuk mencari benda yang dia butuhkan.
Barat tersenyum tipis, sangat tipis tapi Mayira melihat itu. Dalam sekilas seketika, rona merah menyeruak di pipi gadis itu.
Mayira menutup bagian dadanya, yang tak tertutup tanktop dengan telapak tangan.
Tidak memperdulikan Mayira yang kalang kabut, Bara sangat santai membuka kedua sepatu yang ia pakai. Dan sekarang tangannya bergerak, mulai membuka satu persatu kancing seragamnya.
"Kakak mau ngapain" Mayira berucap dengan nada panik, dia semakin tidak tahu apa yang harus di lakukan.
Kekurangan Maiyra saat panik adalah bergerak tak tentu arah, sama halnya saat Bara merenggut kehormatannya. Mayira tidak bisa melakukan apapun, bahkan untuk melawan gadis itu merasa sangat kelelahan.
Bara semakin melebarkan senyum, dia tidak tahan dengan kegemasan terhadap istrinya itu. Saat segaris senyum itu mulai terangkat, hingga memperlihatkan deret gigi pemuda itu satu kata untuk Bara yaitu sangat tampan.
Mayira tidak bisa membohongi dirinya, ia mengakui jika saat ini tengah tertegun akan pesona suaminya. Satu hal yang mayira syukuri mereka sudah menikah, jadi ia tidak perlu mengkhawatirkan dosa.
"Pikiran lo kemana-mana" Ujar Bara setelah berhasil menanggalkan semua kancing bajunya, hingga menyisakan baju kaos berwarna hitam yang melekat daerah dan Atlantis pemuda itu.
Bara melemparkan baju itu kearah Mayira, "nih pakai baju buat nutupin tubuh triplek lo"
Mayira masih terpaku alisnya terlihat mengernyit, ia heran ada apa dengan jantungnya. Kenapa berdetak begitu kencang, ada masalah kah dengan jantungnya.
"Tapi masa masih muda udah jantungan sih" Gumam Mayira dalam hati.
"Yah malah bengong sono ganti baju" Suara berat Bara terdengar, membuat lamunan Mayira membuyar.
"Tapi Kak"
"Gue nggak akan lihat, ini gue merem" Bara mulai menggerakkan kelopak mata, hingga pandangan menghitam semua.
Dengan gerakan telaten Mayira mulai memakai baju, tentu dengan rasa was-was takut jika Bara mengintip.
"Jangan kelamaan bengong cepat ganti baju"
Mayira kembali fokus mengganti bajunya, kali ini dia memilih menggunakan gamis santai berwarna Maroon. Gadis itu juga menggunakan khimar berwarna senada, tidak lupa dengan cadar berwarna hitam.
"Mayira udah selesai Kak"
Mendengar itu, perlahan Bara membuka kembali kelopak matanya.
"Lama amat"
"Maaf Kak" Mayira masih belum terbiasa satu ruangan dengan laki-laki, walaupun para adalah suaminya.
"Gue ngerti sekarang, kalau wanita bercadar itu nggak pernah buka cadarnya. Walaupun saat tidur" Gumam Bara namun pita suaranya tidak terdengar, seperti bergumam sengaja ia keraskan.
Mayira mengangkat tangannya ke udara, melambaikan dengan gerak 45 sebanyak dua kali. "Eh bukan gitu kalau tidur ya dilepas cadarnya" Sanggah Mayira.
Bara menaikan sebelah alisnya, "Oh ya terus lo masih pakai"
"Itu anu, sebenarnya... Mayira menunduk ia gugup jika di tetap begitu Intens oleh Bara.
"Padahal tadi di rumah sakit, lo sendiri yang bilang kalau gue suami lo. Ya wajar dong kalau gue lihat rambut dan wajah lo" Goda Bara, berucap cukup panjang kali ini pada Mayira.
Karena Bars bukan lelaki yang berkarakter dingin, irit bicara tapi dia sangat humble pada siapapun. Yang menurutnya tidak mengganggu ketenangannya, lebih tepatnya pemuda ini akan berkarakter berbeda-beda saat itu hati situasi tertentu.
Mendengar penuturan Bara, beberapa saat yang lalu Rona merah menyebar di seluruh wajah Mayira. Untung tertutup cadar, gadis itu semakin menunduk malu.
"Kak itu Mayira reflek tadi manggilnya suamiku, serius deh" Tutur Mayira, dia memberanikan diri menatap mata tajam Bara.
Bara menganggukan kepala seakan dia Mengerti. "Ngga papa, gue suka panggilan lo"
"Hah" Mayira menjadi ambigu, dengan cara bicara Bara yang kelewat santai.
Bara mengangkat sudut bibirnya, "Jangan dirubah"
Setelah mengatakan itu Bara hengkang keluar kamar, dia ingin menyegarkan tubuh dengan mandi.
Kamar Mayira dan Barat cukup jauh jaraknya dari kamar mandi, karena ruang itu berada di dapur.
Di rumah sederhana itu sebenarnya ada kamar mandi, yang berada di dalam ruang kamar tapi itu di dalam kamar dia Risma.
Saat kembali ke dalam kamar ia sudah disambut oleh Mayira, dengan menyodorkan sajadah padanya.
"Shalat Isya ya kak, kakak yang jadi imam"
"Eh" bara gelagapan, ia tidak tahu harus menerima sajadah itu atau tidak. Ingatlah Bara memiliki gengsi, dan ego yang tinggi.
Bara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Jadi imam ya"
__Tbc__