Aku dan Dia, dipertemukan Tuhan dengan status sebagai 'MUSUH BEBUYUTAN'.
Hari pertama masuk sekolah menengah atas, Aku dan Dia sudah menjadi couple 'TOM AND JERRY'.
Setiap hari kita ribut dan bertengkar tiada henti.
Sampai suatu hari...
Kita adalah MUSUH BEBUYUTAN TAPI MENIKAH.
Pernikahan yang seumur jagung, tapi berdampak luar biasa sampai usiaku kini 25 tahun.
Hingga suatu ketika, Tuhan mempertemukan kita kembali di cottage sebuah kota yang jauh dari keramaian kota.
Pertemuan yang membuka kembali kenangan lama Aku dan Dia. Semua kisah lama, akankah mendekatkan kembali Aku dengan JANDAKU dimasa lalu?
🙏🙏🙏Mohon dukungannya di MUSUH BEBUYUTAN TAPI MENIKAH, please...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AMY DOANK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JANDAKU (15) Aku Mengerti Keadaanmu, Alifah!
"Tot! Mau kemana kita?" tanya Alifah panik.
Aku hanya menuntunnya. Dengan sedikit kasar karena langkahku yang lebar.
Jujur aku takut teman-teman si Nyuk-Nyuk itu berlari mengejar kami.
Posisi mereka banyak, sedangkan aku hanya seorang diri. Bisa mati aku kalau dikeroyok barengan.
"Gatot!"
Motor Yamaha Aerox-ku telah terlihat di parkiran.
Bodo amatlah eta si Rindu Aji! Salah lo sendiri ninggalin gue sendirian di dalam kandang macan! Sekarang giliran elo yang gue tinggal pulang!
Kami tadi memang pergi berboncengan motor kreditanku. Motor si Aji baru saja seminggu ditarik orang deller. Kenapa lagi? Ya alasan klasik. Nunggak setoran bulanan sampai tiga bulan.
Begitulah. Sebagian orang cuek dan terkesan tak peduli pada masa depannya. Asyik gaya sana-sini tanpa pikirkan resiko jangka panjang yang akan menghadang.
Seperti Rindu Aji. Padahal pendapatan perbulannya kadang lebih besar dari aku, tapi ternyata pengeluaran hariannya juga bikin geleng kepala.
Hm. Terserah dia lah. Hidup-hidup dia, urusan dia mau waras apa mau gila. Itu pilihan dia, si Rindu Aji.
Yang penting aku tidak mau jadi pengekor hidupnya yang penuh tanda tanya. Setahun lebih tua dariku, kostan gratisan, kadang makan dapat kiriman dari Miss Vanya pemilik kostan seribu pintu yang mempercayai Aji mengurus dan mengelolanya sejak setahun lalu. Tapi uangnya, entah kemana bocornya.
"Gatot!"
Aku tersadar, Alifah ada dibelakang motorku. Dengan pipi sebelah kanan mulai terlihat lebam kena jotosan Bryan tadi.
"Kita ke rumah saudaraku!" jawabku dengan suara agak kulembutkan untuk menenangkan hatinya yang pasti sedang galau.
"Anterin aja gue pulang, Tot! Please, ke rumah Papa!"
"Kita obatin dulu luka jotosan di pipi lo, Lif! Papa pasti bakalan kaget kalo liat muka lo bonyok kayak gitu!"
"Tapi Papa taunya gue jalan bareng Bryan!"
Treeet... Treeet... Treeet...
Ponsel Alifah berdering beberapa kali.
"Jangan diangkat, Lif! Biarin dia sadar dulu!" tukasku membuat Alifah menghela nafas.
Syukurlah dia menurut.
Motorku meluncur agak cepat menuju daerah sekitar yang sudah begitu kukenal.
Memasuki sebuah kompleks perumahan lalu memarkir motorku di depan salah satu rumahnya.
Pukul dua belas malam lebih. Tapi aku terpaksa lakukan ini.
Tok tok tok
Tok tok tok
"Wak Gimin! Wak!... Permisi! Wak Gimin, Hamidah!"
Kreeek...
Seorang gadis yang wajahnya sangat kukenal muncul dari balik pintu yang dibukanya.
"Mas Gatot?"
"Midah, boleh kami masuk?" tanyaku memelas.
Hamidah memperhatikan kami dari atas ke bawah lalu balik lagi dari bawah ke atas. Sampai aku jengah juga jadinya.
"Temen gue butuh betadine! Bisa ga minta?"
"Darimana sih kalian? Malam-malam gini!"
"Kami kena sedikit masalah, salah faham! Wak Gimin mana?" jawabku lalu berusaha mengalihkan pembicaraan dengan Hamidah.
"Udah tidur di kamar!"
"Oh, ya udah...minta betadine sama kapan, Midah!"
Gadis muda itu menoleh pada Alifah yang tertunduk wajahnya.
"Kenapa sih, lo harus pake kekerasan sama cewek?" desisnya dengan suara penuh nada marah menyangka Alifah bonyok karena aku yang menjotos.
"Bukan sama gue, Midah!" rutukku mengelak keras.
Hamidah memberikanku kotak P3K.
"Gue ke kamar ya?" ujarnya. Alifah mengangguk sambil mengucapkan kalimat pendek, "Terima kasih banyak!"
"Sini, gue olesin dulu betadine!"
"Sakit, Gatot! Pelan-pelan!"
"Iya. Ini gue pelan-pelan! Sabar dulu napa!?!"
Aku mencoba meniup pipi kirinya yang mulai terlihat membengkak dan merah sekali.
"Kenapa lo ini keliatan takut banget sama tunangan ngeh* lo itu? Balas, lawan dia! Kenapa sih sikap lo jadi ngeselin kayak gini? Mana si Belut yang biasanya berkoar berani melawan angkara murka karena merasa benar?"
"Apa sih, ish lo mah Tot! Ga jelas parah!"
"Lo yang ga jelas! Mana Alifah yang dulu gue kenal? Mana sifat tegas lo yang langsung muncul tiap kali ngerasa ditindas dan dibully orang? Ini bukan lo banget, Lifah!"
Hhh...
Hanya helaan nafas panjang yang jadi jawabannya.
Mata kami saling beradu pandang.
Aku merasa sangat ingin menyelam jauh lebih dalam kedalaman hatinya yang penuh misteri itu. Alifah,... Aku ingin sekali menjadi bagian dari hidupmu. Aku ingin sekali mengerti pada kisah hidupmu yang penuh duka dan nestapa.
Aku hanya bisa menelan saliva. Alifah melengos karena wajah kami yang panas dan memerah dengan posisi yang sangat dekat sekali.
"Maaf!" kataku singkat.
"Aku yang harusnya minta maaf, bukannya kamu, Tot!"
"Aku..., membawamu pergi dari tunanganmu! Berasa seperti monster Rahwana yang sedang menculik Dewi Sinta di kisah romantis Ramayana!"
"Hihihi... Monster Rahwana yang IMUT!"
"Ish, bisa-bisanya Dewi Sinta malah ngeledekin Rahwana 'imut'!"
"Hehehe..., aduh!"
"Makanya jangan kebanyakan gaya, sakit khan tuh pipinya!"
"Sini gantian! Mata lo juga kena jotos temen-temennya si Bryan khan!"
"Gue sih cowok! Ga masalah babak belur juga! Ketiban pohon gede juga, gue mah udah biasa. Tipikal pekerja keras, karena gue sadar...gue bukan kaum borju yang bisa hura-hura seenaknya hamburkan uang!"
"Hilih, sok idealis lo! Ngaku-ngaku kaum pekerja keras, tapi itu ngapain ada di Naga Terbang Diskotik? Mau kerja keras apaan? Disko sampe pagi?" ledek Alifah membuat kulit wajahku memerah.
"Ditraktir temen, tapi temennya edan! Masa' gue ditinggal sendirian. Tapi rugi dua ratus ribu, Lif! Minuman gue baru teguk seperempat gelas. Belom sampe nge-fly ini! Hiks!"
"Sana balik lagi, kalo lo ngerasa rugi! Dih, sana! Cari kebahagiaan lo di sana! Sana, sana!" hardik Alifah. Tentu saja membuatku terkekeh dengan ucapannya yang menggetarkan jiwa.
Kalo dipikir-pikir, kita ini keliatan mirip sepasang suami istri beneran. Bentar-bentar ribut, bentar-bentar ngakak ga jelas!
"Lif! Lo... Segitu cintanya kah sama si Bryan?" tanyaku spontan karena rasa penasaran tinggi.
Alifah menunduk. Senyuman samarnya membuatku lemas.
Alifah, ya iyalah lo cinta dia! Dia lebih segala-galanya dibanding gue! Tapi..., gue lebih mengerti lo ketimbang dia! Percayalah! Sumpah mati, gue ngertiin lo banget! Apa, lo mau ngertiin perasaan gue yang gak bisa gue hilangkan bahkan sampai detik ini?
Hiks...
...❤BERSAMBUNG❤...