Arsa menjalani hidup yang sangat sulit dan juga aneh. Dimana semua ibu akan bangga dengan pencapaian putranya, namun tidak dengan ibunya. Alisa seperti orang ketakutan saat mengetahui kecerdasan putranya. Konfilk pun terjadi saat Arsa bertemu dengan Xavier, dari situlah Arsa mulai mengerti kenapa ibunya sangat takut. Perlahan kebernaran pun mulai terkuat, dimulai dari kasus terbunuhnya Ayah Arsa, sampai skandal perusahaan besar lainnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Humble, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bandar saham
“Bandar?” Tanya saly lagi, yang jelas saja sangat terkejut.
Dia menang tidak begitu mengenal dekat siapa Gading Kusuma. Tapi, untuk berbagai alasan, Saly pernah mendengar namanya.
Mengatakan bahwa keluarga Kusuma hanya bekerja untuk bandar saham, tentu saja itu mengejutkan gadis itu.
Arsa menyesap satu gelas lagi, sementara Saly terlihat melupakan minumannya, dan menunggu penjelasan pemuda di depannya ini.
“Nona Saly. Aku rasa kau tahu dimana perusahaan Kusuma dan rekannya berinvestasi, bukan?” Tanya Arsa kemudian.
Melihat Saly menganggukkan kepala, Arsa langusng melanjutkannya. “Seharusnya sejak beberapa hari yang lalu, mereka sudah masuk ke fase profit taking. Namun, sampai hari ini mereka tidak bisa melakukannya. Jelas mereka gagal memanipulasi saham, dan seluruh dana investasi mereka, terbenam disana.” Jelas Arsa dengan sangat tenang.
Sast arsa mengatakan itu, Saly langsung masuk kedalam mode analisanya. Melupakan bahwa saat ini ada sebuah gelas di tangannya, gadis itu tampak berpikir sangat keras, mencoba mengingat bagaimana pergerakan perusahaan keluarga Kusuma, selama beberapa tahu terakhir ini.
“Hei, Arsa. Aku sedikit mengenal Gading Kusuma. Tapi, bisakan kau jelaskan padaku, apa itu bandar saham?” Ucap Bob tiba-tiba, bertanya.
Bob tidak begitu mengerti tentang hal ini. Namun dia memiliki masa lalu, yang membuatnya pernah berurusan dengan orang-orang seperti Gading Kusuma.
Pembahasan keduanya jelas menarik minat pria tua tersebut. Saat itu, Arsa sempat menautkan alisnya, sebelum akhirnya mengangkat bahu pasrah.
“Bailah, lagi pula tidak ada hal lain yang bisa kita perbincangkan.” Ucap pemuda itu sambil tersenyum, yang dibalas dengan hal yang sama oleh Bob.
Bob menganggukkan kepalanya, sebelum akhirnya berkata dengan semangat. “Tidak biasanya aku bertanya tentang hal-hal membosankan seperti ini. Tapi, kamu membuatku merasa bahwa hal itu terdengar menarik. Jadi apa itu bandar saham?”
“Bandar saham adalah orang yang mampu memanipulasi harga sebuah saham.” Ucap arsa memulai.
Meski sempat membuat matanya sedikit melebar, namun Bob menganggukkan kepalanya, tanda bahwa dia mengerti dan meminta Arsa untuk melanjutkannya.
Arsa mengangguk dan mulai menjelaskan pada Bob bahwa orang-orang yang disebut bandar saham ini bisa jadi hanya satu orang, bisa juga sekumpulan orang, atau bahlan institusi keuangan. Selama mereka memiliki dana besar yang bisa mempengaruhi secara signifikan terhadap harga saham
Dnegan dana yang sangat besar, tentu mereka memiliki potensi untuk membuat harga saham undervalue ataupun overvalue.
Penjelasan sederhana yang bisa langsung di tangkap dengan sangat mudah oleh seorang bartender yang menganggap topik dunia investasi sangat membosankan, karena sangat membingungkan.
Setelah tahu Bob sudah menangkap maksudnya, Arsa kembali melanjutkan penjelasannya.
“Tuan Bob, bandar saham memiliki tiga tahapan fase kerja, yaitu fase akumulasi, partisipasi, dan distribusi. Ketiga fase dalam menggoreng atau memanipulasi saham tersebut biasanya mereka lakukan pada sebuah perusahaan atau kapitalisasi kecil yang belum banyak di ketahui pasar.
Pada fase pertama yaitu akumulasi, bandar saham akan memanfaatkan momen untuk melakukan transaksi beli. Biasanya momen tersebut pada saham yang diinginkan masih rendah harganya dan belum banyak pergerakan. Lalu lanjut ke fase akumulasi yaitu proses dimana nantinya harga saham mulai baik karena terus diakumulasi.
Dalam fase akumulasi, publik mulai mengikuti dan membeli saham tersebut atau yang biasa disebut dengan fase pertisipasi. Dalam proses partisipasi ini akan muncul investor yang terus melakukan pembelian saham dalam jumlah besar.
Kemudian para penggoreng saham gorengan ini mulai melakukan profit taking atau fase distribusi. Dalam fase ini bandar akn mulai mengambil untung dengan menjual kepemilikan sahamnya.” Imbuh Arsa menjelaskan secara gamblang.
Bob sempat menduga penjelasan Arsa akan sangat bertela-tele dan sulit dimengerti. Namun, dalam beberapa kalimat saja, dia sudah langsung memahami cara kerja bandar saham yang sedang mereka bicarakan ini.
Namun, karena sudah sedikit mengerti, ternyata membuat Bob sedikit heran.
“Arsa, sepertinya jika mereka mampu membeli dan mengangkat harga saham itu, kenapa kau mengatakan bahwa besok, harga saham mereka akan hancur?” Tanya Bob, ysng merasa apa yang di jelaskan pemuda itu saat ini, terdengar bertolak belakang dengan apa yang membuatnya tertarik.
Walaupun Bob harus mengakui bahwa penjelasan Arsa saat ini, membuatnya jauh lebih tertarik untuk mengetahui lebih banyak lagi
“Karena mereka gagal dalam fase ketiga… dan itu, sangat mengejutkan.”
Tidak Arsa, tapi Saly lah yang menjawabnya. Setelah mengatakan itu gadis tersebut kembali menoleh pada pemuda di sebelahnya, seolah menunggu jawaban dari pertanyaan yang dia pikir memang tidak perlu disampaikan lagi.
“Seharusnya mereka tidak gagal. Bahkan, beberapa investor sudah membeli saham yang mereka miliki. Tapi…”
Arsa sengaja menganggantung kata-katanya, melihat bagaimana reaksi keduanya. Lalu kembali melanjutkan.
“Seperti yang aku katakan di awal. Mereka mendapatkan lawan yang berat. Saat ini, ada sebuah perusahaan yang mengembangkan bisnis yang sama dengan perusahaan dimana mereka berinvestasi, dengan prospek masa depan yang jelas dan pergerakan modal yang transparan. Tentu saja, para investor yang mengetahui hal itu, langsung beralih, dan meninggalkan perusahaan Kusuma, lalu mereka menanamkan dana mereka pada perusahaan baru tersebut.” Jelas Arsa menyelesaikan.
Penjelasan Arsa, menang sangat masuk akal. Namun, hal itu membuat sebuah pertanyaan baru muncul di kepala Saly.
“Arsa, bagaimana kamu mengetahui bahwa besok adalah saat dimana harga saham mereka pada perusahaan itu hancur?” Tanya Saly penasaran.
Bob juga akan menanyakan hal yang sama. Namun mendengar Saly mendahuluinya, pria itu hanya menganggukkan kepala menunggu jawaba dari pemuda itu.
“Hari ini, perusahaan saingan mereka sampai pada ambang batas tertinggi saat pasar di tutup sore ini. Begitu sesi pertama besok dibuka, mereka akan memulainya dengan sangat tinggi, hingga membuat saham Gading Kusuma dan orang-orang yang bersama dengannya, harus bersiap untuk terjun bebas dan benar-benar akan hancur lada jeda, sebelum sesi kedua di buka siang harinya.”
Keduanya langsung terdiam, begitu mendengar analisis, yang terdengar sudah menjadi fakta, padahal semua itu akan terjadi pada esok hari.
“Saly, pemuda ini tidak hanya gila, tapi juga sangat-sangat berbahaya.” Gumam Bob, yang langsung di tanggapi dengan dua kali anggukan oleh Saly.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Bob, Arsa hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Itu karena sebenarnya dia tidak sehebat seperti apa yang dipikirkan oleh keduanya saat ini.
Arsa tidak memprediksi bagaimana bisa harga saham Gading Kusuma hancur besok. Yang sebenarnya terjadi adalah, dialah yang membeli perusahaan saingan bagi bandar itu, yang membuat kemungkinan hancurnya perusahaan Gading, ayah dari Bohim Kusuma itu hancur, menjadi sebuah kepastian.
“Nona Saly, apa kau tidak minum? Atau, kau sudah berubah pikiran dan menyerah?” Ucap Arsa tiba-tiba, membuat Saly tersadar dari lamunannya.
Sesaat Saly bisa memastikan bahwa ruang untuk seorang idola di hatinya sangat sempit. Dan sekarang, Arsa benar-benar telah mengambil posisi ayahnya di hati gadis itu, sebagai kiblatnya di dunia investasi.
“Tidak! Ya! Tidak, maksudku, tidak begitu.. aku.. aku..”
Saly kehilangan nafsu dan niatnya untuk minum, begitu saja. Karena beberapa hari yang lalu, dia sempat berpikir untuk menanamkan dana investasi yang dipercayakan oleh Adam Xavier padanya, pada perusahaan Kusuma.
Tidak seperti apa yang di katakan Arsa, Saly melihat profit dari kenaikan saham pada perusahaan itu, terlihat sangat menjanjikan.
sekarang dia tidak bisa memilih apa akan terus melanjutkan taruhan dengan pemuda ini dan benar-benar membawanya ke apartemennya, atau meminta pada Arsa, agar ikut ke apartemen dan belajar banyak hal dari pemuda ini.
Mengabaikan Saly yang tiba-tiba saja kesulitan menyusun kalimat yang ingin di ucapkannya, Arsa menyambar gelas yang ada di tangan gadis itu, dan menyesal habis isinya.
“Ya, kita lupakan saja. Lagipula, jika kau minum dan mabuk, aku sama sekali tidak bisa mengemudikan mobil.” Ujar Arsa sambil menyodorkan gelas di tangannya itu, pada Bob yang tersenyum menatapnya.
“Anak muda, gadis ini terlihat tidak akan melapaskanmu begitu saja malam ini.” Ledek Bob
👍👍👍