"Kau hanya perlu duduk dan menghabiskan uangku, tapi satu hal yang harus kau penuhi, yakni kepuasan!" Sagara Algyn Maheswara.
"Asal kau bisa membuatku keluar dari rumah sialan itu, aku bisa memberikan apapun termasuk yang satu itu, Tuan." Laura Alynt Prameswari.
Laura menderita karena hidup dengan keluarga tirinya, ayahnya menikah lagi dan selama itu dia selalu ditindas dan diperlakukan seenaknya oleh keluarga barunya itu, membuat Laura ingin bebas.
Akhirnya, dia bertemu dengan Sagara. berawal dari sebuah ketidaksengajaan, namun siapa sangka berakhir di atas ranj*ng bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sendi andriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Seperti ucapan Sagara kemarin, hari ini dia membawa Laura ke rumah utama. Pria itu menggenggam erat tangan Laura, tanpa beban, penuh ketulusan. Pria itu berhasil meyakinkan Laura sampai akhirnya dia bersedia untuk datang.
Pintu mansion terbuka. Dibanding rumah, ini lebih cocok dibilang mansion. Mewah sekali dan besar, pastinya. Laura berdecak kagum, membuat Sagara terkekeh.
"Mau yang seperti ini, baby?"
"Kalau mau, apa bakalan Daddy kabulkan?" Tanya Laura.
"Yeah, tentu saja, baby." Jawab Sagara dengan senyuman manisnya. Dia bisa mewujudkannya jika memang Laura menginginkannya. Tapi, Laura ini tipe orang yang sederhana. Buat apa rumah besar jika tak ada kehangatan di dalamnya, kan?
"Gak usahlah, Dad. Rumah yang kayak biasanya aja, apart aja sudah cukup sebenarnya, sudah lebih dari cukup." Jawaban Laura membuat Sagara tersenyum kecil. Sudah dia duga jawabannya pasti ini.
"Selamat siang, Den."
"Papa, ada?"
"Ada di dalam." Balasnya. Tanpa banyak bicara lagi, Sagara pun menarik tangan Laura pelan, mengajaknya masuk dan menghampiri sang ayah yang tengah berada di ruang tamu.
"Saga.." Danu tersenyum saat melihat wajah putranya. Namun, kali ini kedatangannya berbeda dari biasanya, dia membawa seseorang.
"Duduk, baby." Sagara meminta Laura untuk duduk. Di ruangan itu, hanya ada seorang pria paruh baya. Selang beberapa menit, barulah seorang wanita datang setelah menuruni anak tangga dengan cepat begitu mengetahui kedatangan Sagara.
"Saga.." panggilnya dengan senyuman, tapi senyum itu seketika lenyap saat melihat Sagara datang bersama seorang gadis.
"Kau membawanya kesini?"
"Pa, aku ingin bicara serius.." Sagara memulai pembicaraan tanpa menghiraukan celotehan wanita yang merupakan ibu tirinya itu. Menyadari Sagara mengacuhkannya, Griselda duduk di sofa yang berhadapan langsung dengan Laura.
Dilihat dari gayanya, memang wanita ini bossy, angkuh dan sombong. Wajahnya benar-benar tidak bersahabat sama sekali. Tapi, Laura juga tidak peduli. Seperti yang diucapkan Sagara, wanita itu tidaklah penting. Suaranya tidak didengar, dimanapun dan kapanpun.
"Iya, katakanlah."
"Sebelumnya, perkenalkan kekasihku, Laura."
"Hallo, salam kenal, Nona."
"Salam kenal, Om." Sapa Laura dengan senyuman ramahnya.
"To the point saja, aku ingin menikah, Pa."
"Hah, kau tidak salah, Saga?" Tanya Danu dengan tatapan tak percaya. Siapa yang tidak terkejut memangnya? Dia mengetahui benar kalau putranya ini memiliki prinsip yang agak menyimpang, dia tidak mau menikah, katanya. Lalu, sekarang datang ujug-ujug bilang mau nikah? Aneh, kan?
"Tidak. Aku ingin serius kali ini, Pa."
"Bukannya kamu tidak mau menikah, Saga?" Tanya Danu lagi. Sagara tersenyum, dia melirik Laura dengan ekor matanya lalu menjawab pertanyaan sang ayah yang membuat hati Laura menghangat.
"Itu sebelum aku menemukan perempuan yang cocok dijadikan pendamping hidup, Pa. Karena sekarang aku sudah menemukannya, jadi aku akan menikahinya secepatnya."
"Baguslah, Papa senang mendengarnya. Tapi, sebelum itu biarkan Papa bicara sama calonmu dulu."
"Jangan bertanya macam-macam."
"Iya. Hanya pertanyaan basic saja, jangan terlalu posesif." Jawab Danu. Dia menyadari satu hal, putranya berubah. Dia tidak pernah peduli pada orang lain sebelumnya, dari sini saja sudah terlihat perbedaannya.
Danu menatap wajah Laura, gadis itu terlihat gugup tapi kemudian, Saga menenangkannya.
"Berapa usiamu?"
"23 tahun, Om."
"Kenal Saga dari mana? Berapa lama?"
"Dari kak Sam, kebetulan pacarnya temenan sama saya, Om. Kira-kira sudah sembilan bulan ini." Jawab Laura sesuai kenyataan yang ada. Tapi, tak mungkin dia menjawab jujur kalau perkenalan dan pertemuannya dengan Sagara itu bermaksud untuk hubungan yang saling menguntungkan saja, bukan hal serius dengan satu komitmen yang sama. Hubungan baby dan Daddy itu masih cukup memalukan untuk di ungkapkan olehnya secara gamblang.
"Apa kamu tidak berpikir dua kali? Sagara sudah tua, anaknya juga keras kepala, nyebelin."
"Tapi ganteng, Om. Gapapa deh.." celetuk Laura yang membuat semuanya terkejut tak terkecuali Sagara.
"Hah?"
"E-eehh.."
"Hahaha.." Danu tertawa mendengar jawaban spontan yang keluar dari mulut Laura, gadis yang polos dan terlihat tulus itu membuatnya tertawa lepas. Sagara saja sampai heran, sudah lama sekali sejak terakhir kali mendengar sang ayah tertawa lepas seperti ini.
"Kamu polos sekali, Nak. Jujur sama saya, dikasih pelet apa sama dia?"
"Mana ada aku main pelet-pelet, gak ada. Papa tuh harusnya tau, anak Papa ini ganteng!"
"Dia menyeramkan, Nak."
"Tidak, dia manja sama saya kok. Kayak anak kecil kalau sudah merajuk." Jawab Laura yang mendapat hadiah pelototan dari Sagara. Ini sedikit aib untuknya.
"Jadi, bagaimana, Pa?"
"Bagaimana apanya? Papa approve kok, kalian menikah secepatnya. Lagipula, Papa yakin kalian sudah melakukan sesuatu yang diluar batas wajar, benar?"
"Benar, tentu saja. Harus di tes dulu biar yakin, kalau gak di tes dulu nanti takutnya dapat bekasan." Jawab Sagara sambil tersenyum sinis. Dia melirik Griselda yang terlihat kaget, dia merasa tersindir, sepertinya. Terlihat dari ekspresi wajahnya yang berubah.
"Astaga.."
"Itu kebutuhan, Pa. Saga sudah dewasa dan itu adalah kebutuhan yang harus terpenuhi. Daripada Saga jajan sana sini, kan?"
"Hmm, semerdekanya kau saja, Saga. Papa sudah angkat tangan sama kamu, tapi Papa heran kok Laura bisa tahan sama kamu? Itu yang papa penasaran."
"Jelas berbeda, Om. Kalau sama saya, dia manja sekali."
"Benarkah? Jadi penasaran sisi lain Saga."
"Pa!"
"Haha, iya iya. Kapan kalian akan menikah?"
"Papa restui mereka?" Tanya Griselda melayangkan protes. Sedari tadi dia hanya diam, tapi saat dia mengeluarkan suaranya langsung mendapatkan tatapan tajam dari Sagara.
"Tentu. Saga bahagia dengannya, lalu kenapa?"
"Tidak dilihat dulu dari bibit bebet bobotnya? Bagaimana kalau latar belakangnya dari keluarga yang berantakan?" Tanya Griselda yang membuat Sagara terkekeh.
"Jangan lupakan asal usulmu, Griselda. Kau juga gelandangan, jangan sok keras pake bilang harus lihat bibit bebet bobot segala. Kau saja gelandangan, gak jelas asal usulnya sekarang tinggal di istana? Berani sekali kau menanyakan hal sampah itu? Atau kau ingin kembali ke kehidupanmu yang sebenarnya?" Sagara membalas berkali-kali lipat, membuat Griselda mendelik tak suka.
"Setidaknya, Laura tahu bagaimana wajah ayahnya. Lah, kau gimana? Tahu gak wajah bapakmu kayak gimana? Hidup di jalanan, dibuang aja sok keras. Pantes aja di buang, ternyata pas gedenya cuma gede bacotnya doang!"
"Saga.."
"Diem deh, gak usah dibelain. Cocotnya gak tahu diri itu gara-gara dimanjain sama Papa, harus tegas sama manusia kayak gini, Pa. Biar tahu diri." Balas Sagara lagi dan itu membuat Griselda kesal dan pergi meninggalkan tempat itu dengan perasaan yang dongkol bukan main. Tapi lagi-lagi, Sagara tak peduli sama sekali. Biarkan saja.
"Drama queen, menjijikan!"
selamat menjadi gembel lagi ..