Single Mom Mafia

Karena ingin penjelasan lebih lanjut, Ervan mencoba bertanya kembali pada Alisha. Akan tetapi gadis itu sudah tak sadarkan diri.

"Sial!" umpat Ervan.

Dor!

Belum sempat Ervan berbalik badan, sebuah tembakan langsung mengenainya. Itu terus berlanjut sampai akhirnya Ervan tumbang.

Setelah dilihat, ternyata pelakunya adalah Zivanna. Gadis itu terlihat sangat marah. Usai menembak Ervan, dia lanjut memukuli lelaki tersebut.

"Dasar monster! Kau sudah membantai semua orang di sini! Orang sepertimu pantas mati!" geram Zivanna.

Roby menatap dari ambang pintu. Kali ini dia membiarkan Ervan dipukuli. Bagaimana tidak? Lelaki tersebut sudah membunuh puluhan anak buahnya sendiri.

"Sekarang kau tahu kan kenapa Erika meninggalkanmu?! Karena dia tahu kau orang yang tidak bisa dikendalikan! Egois! Biadab!" omel Zivanna yang masih memukuli Ervan. Padahal lelaki itu sudah tak berdaya dan hilang kesadaran.

Di akhir Zivanna menangis histeris. Perasaan kesal dan sedih bercampur aduk dalam dirinya.

Puas menangis, Zivanna meminta Roby untuk membawa Ervan masuk ke mobil.

"Kita akan bawa kemana? Apa dia sudah mati?" tanya Roby. Dia duduk di kursi depan, sedangkan Zivanna duduk di sebelahnya. Gadis itu akan mengemudikan mobil.

"Terserah mati atau tidak. Tapi aku akan membuangnya ke laut!" ucap Zivanna.

"Apa?! Membuangnya ke laut?" Roby kaget mendengarnya.

"Sampah sepertinya memang pantas dibuang. Kalau dia belum mati, maka itu lebih bagus. Semoga dia bisa tersiksa dengan gerogotan hiu!" kata Zivanna. Amarahnya meluap-luap seperti api. Membuat Roby tak berani berucap apapun lagi.

Kala itu Zivanna benar-benar membawa Ervan pergi ke laut. Dia dan Roby menaiki kapal. Lalu membuang Ervan di tengah laut.

...***...

Erika sedang mencari-cari sesuatu dari kopernya. Usai cukup lama mencari, dia akhirnya menemukan benda yang dicari. Benda itu tidak lain adalah sebuah kamera berukuran kecil miliknya.

"Ini! Berikan pada Viona. Ukurannya kecil, jadi mudah dibawa kemana-mana." Erika memberikan kamera kecilnya pada Ethan.

"Kau ingin aku yang memberikannya?" tukas Ethan.

"Iya. Lalu siapa lagi? Cynthia? Hanya kau yang tahu bagaimana seluk beluk desa ini bukan?" balas Erika.

"Tapi tidak semudah itu aku bisa menemui istrinya Sullivan. Apalagi aku lelaki. Bagaimana kalau Sullivan menuduhku berselingkuh dengan istrinya? Selain itu, rumah Sullivan dijaga banyak sekali orang." Ethan memberi alasan yang panjang lebar.

"Kau ini lelaki macam apa. Begitu saja kau takut!" balas Erika.

"Eh! Aku tidak takut. Tapi aku hanya berusaha waspada. Menduga resiko terburuk yang akan terjadi!" sahut Ethan.

"Ya sudah kalau tidak bisa. Biar aku langsung yang mengantarnya pada Viona!" Erika mengambil kamera kecilnya dari tangan Ethan.

"Apa?! Tapi--"

"Kau sebaiknya pulang dan sembunyi dibalik selimutmu. Sebentar lagi hujan," potong Erika. Ia sengaja memancing amarah Ethan dengan cara meremehkan.

"Jangan meremehkanku!" Ethan merebut kamera kecil dari tangan Erika. "Aku pastikan kamera ini sampai di tangan Viona!" tegasnya serius. Ia kemudian segera beranjak dengan truk kecilnya.

Erika tersenyum puas. Dia memang selalu punya cara untuk membuat seseorang mau melakukan perintahnya. Misalnya seperti yang baru saja dia lakukan pada Ethan.

Di sisi lain, Ethan berusaha berpikir keras untuk mencari cara agar kamera dari Erika bisa diterima oleh Viona tanpa sepengetahuan Sullivan dan anak buahnya.

Sampai akhirnya Ethan teringat dengan teman kakaknya yang bernama Anne. Anne diketahui bekerja sebagai pelayan di rumah Sullivan. Ethan berpikir, Anne bisa membantunya memberikan kamera pada Viona secara diam-diam.