NovelToon NovelToon
I Am Morgan Seraphine

I Am Morgan Seraphine

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Playboy / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta / Ayah Darurat
Popularitas:8k
Nilai: 5
Nama Author: Maeee

Bagaimana jadinya ketika bayi yang ditinggal di jalanan lalu dipungut oleh panti asuhan, ketika dia dewasa menemukan bayi di jalanan seperti sedang melihat dirinya sendiri, lalu dia memutuskan untuk merawatnya? Morgan pria berusia 35 tahun yang beruntung dalam karir tapi sial dalam kisah cintanya, memutuskan untuk merawat anak yang ia temukan di jalanan sendirian. Yang semuanya diawali dengan keisengan belaka siapa yang menyangka kalau bayi itu kini sudah menjelma sebagai seorang gadis. Dia tumbuh cantik, pintar, dan polos. Morgan berhasil merawatnya dengan baik. Namun, cinta yang seharusnya ia dapat adalah cinta dari anak untuk ayah yang telah merawatnya, tapi yang terjadi justru di luar dugaannya. Siapa yang menyangka gadis yang ia pungut dan dibesarkan dengan susah payah justru mencintai dirinya layaknya seorang wanita pada pria? Mungkinkah sebenarnya gadis

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maeee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Common Sense

Morgan membuka pintu rumah. Keheningan menyambutnya. Tumben sekali Cherry tak menyambutnya.

Tap...tap...tap.... Suara langkah kakinya terdengar lebih jelas. Sambil berjalan ia melonggarkan dasi yang terasa mencekiknya. Tatkala hendak menaiki tangga, ia melihat lampu di ruang santai masih menyala. Ia pun pergi untuk mematikan lampu di sana.

"Cherry!" panggil Morgan, matanya menangkap pemandangan gadis itu yang tertidur pulas dengan kepala tertelungkup di atas meja, tersembunyi di balik tumpukan buku-buku tebal. Ia sendiri terduduk bersandar di lantai, kakinya menyilang. Di sekelilingnya bungkus-bungkus camilan kosong dan buku-buku pelajaran berserakan.

Senyum tipis mengembang di bibir Morgan. Dedikasi Cherry pada ujiannya kali ini luar biasa. Entah karena ini ujian terakhirnya dan ingin memberikan yang terbaik, atau karena ingin hadiah yang ia janjikan. Entahlah.

Dengan hati-hati ia melepaskan jas mahalnya lalu menyampirkannya dengan lembut di bahu Cherry yang tampak ringkih.

Ia mengumpulkan bungkus-bungkus camilan yang berserakan, membawanya ke dapur dan membuangnya tanpa suara ke dalam tong sampah. Kembali ke ruang santai, ia mulai merapikan buku-buku yang bertumpuk di meja, dan menyusunnya dengan tenang. Jemarinya bergerak hati-hati mengambil pensil yang masih tergenggam erat di tangan Cherry.

Perlahan, Morgan membungkuk dan dengan lembut mengangkat tubuh Cherry.

"Eungh!" Gadis itu menggeliat kecil dalam tidurnya, membuat langkah Morgan terhenti sejenak di tengah anak tangga. Ia menarik napas dalam lalu melanjutkan langkahnya dengan lebih hati-hati.

Morgan masuk ke dalam kamar Cherry, membaringkan gadis itu perlahan di atas tempat tidur. Ia duduk di tepi ranjang, mengamati wajah damai Cherry dalam tidurnya. Jemarinya terulur menyisir lembut helai rambut yang berantakan di dahinya.

Dengan gerakan perlahan dan hati-hati Morgan mulai membuka satu per satu kancing seragam sekolah Cherry.

Kain putih itu terlepas perlahan, memperlihatkan kulit leher jenjang dan bahu mulus gadis itu. Morgan terdiam dan terpaku. Matanya tanpa sadar menelusuri lekuk tubuh Cherry yang sepenuhnya terbuka. Tangannya bergerak tanpa izin, menyentuh perut rata gadis itu, lalu naik perlahan, semakin tinggi, semakin tinggi...

Napas Morgan tercekat. Ia tersadar akan apa yang hampir dilakukannya. Dengan kasar ia menampar pipinya sendiri.

"Sadarlah!" pekiknya pada dirinya sendiri, suaranya tercekat di tenggorokan.

Morgan menggelengkan kepalanya. Ia buru-buru mengambil baju tidur Cherry dan berusaha memakaikannya.

"Akal sehat...akal sehat... tetap gunakan akal sehat mu, Morgan," gertak Morgan tatkala mengancingkan baju tidur Cherry.

Jemarinya kesulitan saat berusaha mengancingkan baju tidur Cherry yang begitu ketat di bagian dadanya. Sekuat tenaga ia mencoba fokus, namun pandangannya terus terhisap pada lekuk dua bukit di balik br4 tipis itu, tampak begitu penuh dan mendesak.

Arus listrik seolah menjalari ujung jarinya, h4srat liar untuk menyentuh dan m3rem4snya berdenyut kuat.

Ia mengalihkan pandangannya pada wajah polos Cherry yang terlelap, damai tanpa menyadari pergolakan batinnya. Mungkin sekali saja tidak akan ketahuan, bisik suara iblis dalam benaknya.

Tangannya terulur tanpa sadar, terus mendekat hingga hanya tinggal beberapa cm lagi, akan tetapi akal sehatnya memberontak. Sebuah tamparan keras pun mendarat kembali di pipinya, kedua kalinya hanya untuk menyadarkannya saja.

"Akal sehat! Akal sehat! Gunakan akal sehatmu selalu," gumamnya, napasnya menderu tak beraturan.

Dengan cepat ia menarik selimut menutupi tubuh Cherry, lalu berbalik meninggalkan kamar ini, menutup pintu dengan hati-hati seolah mengunci rapat godaan yang baru saja menguasainya.

Di luar, Morgan menghela napas panjang, tangannya tanpa sadar meremas bagian tengah tubuhnya yang menegang dan berdenyut nyeri, terasa begitu menyulitkan setiap langkahnya. Ia merasa malu karena hanya dengan melihat tubuh gadis itu sudah membuatnya begini.

Morgan duduk di kursi kamarnya. Ia malu tapi tidak bisa menahannya juga. Dengan gerakan tergesa, ia mengeluarkan kejantanannya yang keras dari balik celana, membayangkan wajah polos Cherry sebagai pelampiasan sementara, tangannya bergerak ritmis berusaha meredakan bara yang membakar di dalam dirinya.

...----------------...

Cherry berjalan tergesa-gesa menuruni anak tangga sambil membaca buku. Ia tidak ingin terlambat untuk ujiannya.

"Cherry, jangan berlari sambil baca buku di tangga nanti kamu,-" Belum selesai Morgan berbicara, kaki Cherry tersandung dan hampir saja jatuh jika seandainya Morgan tak ada di sana untuk menangkapnya.

Morgan menghela napas. "Aku bilang juga apa." Cherry hanya menunjukkan deretan giginya. Gadis itu kembali berdiri tegap lantas mengambil buku dan pensilnya di lantai.

"Aku akan berangkat sekarang," pamitnya.

"Apa? Kamu harus sarapan dulu!" Morgan mengikuti Cherry yang berjalan tergesa-gesa.

Cherry menggelengkan kepalanya. "Tidak ada waktu untuk sarapan, Morgan. Masih ada banyak materi yang belum aku pahami."

Morgan menarik lengan Cherry dan membawa gadis itu ke dekatnya. Ia mengambil paksa buku di tangannya.

"Morgan!" protes Cherry.

"Aku memang menyuruhmu bersungguh-sungguh dalam ujian kali ini, tapi bukan berarti kamu melupakan sarapan dan lainnya. Ayo, sarapan dulu!" Morgan menarik tangan Cherry.

Cherry komat-kamit meluapkan kekesalannya, tapi itu tak lama, setelah melihat Oscar masuk ke dalam rumahnya wajahnya kembali berseri. Secepat kilat ia merebut kembali buku di tangan Morgan.

"Hai, Oscar!" sapa Cherry riang, matanya berbinar lega mendapati Oscar muncul tepat waktu. Ia berjalan mendekati pria itu.

"Hai, sweety!" balas Oscar, senyumnya merekah saat menghampiri mereka.

"Tolong antarkan aku ke sekolah," pinta Cherry, nada suaranya sedikit tergesa.

"Huh?" Oscar melirik Morgan yang tampak sibuk di area dapur, aroma susu dan roti panggang menyeruak samar. "Memangnya kenapa dengan pria itu?" Dagunya menunjuk Morgan. "Kalian sedang bertengkar?"

Cherry menoleh sekilas pada Morgan. "Tidak," jawabnya cepat, "hanya saja dia belum siap berangkat ke kantor dan aku sudah harus segera ke sekolah."

Oscar mengangguk, ekspresinya menunjukkan pengertian. "Kalau begitu, dengan senang hati aku akan meluangkan waktu untukmu. Ayo!" Tanpa ragu ia merangkul bahu Cherry dan mengajaknya keluar dari rumah.

"Hei, Cherry, aku bilang sarapan dulu!" pekik Morgan, langkahnya tergesa mengejar gadis itu sambil menenteng kotak bekal.

Cherry menggelengkan kepalanya tanpa menoleh. "Sudah tidak ada waktu, Morgan. Aku sangat sibuk. Lagipula aku tidak akan mati hanya karena melewatkan satu kali sarapan saja."

Di sisi mobil Oscar yang terparkir di jalan, Cherry berhenti sejenak, menatap Morgan yang berdiri di tak jauh darinya dengan ekspresi khawatir.

Morgan menghela napas panjang, tatapannya penuh perhatian. "Tapi aku akan mati khawatir padamu seharian ini, Cherry."

Morgan bergegas membukakan pintu mobil untuk Cherry. Setelah gadis itu duduk, ia pun ikut masuk.

Oscar mengangkat kedua bahunya, ekspresinya menunjukkan kebingungan sekaligus sedikit geli melihat interaksi keduanya. Ia masuk ke kursi kemudi, menyalakan mesin, dan mobil pun perlahan melaju meninggalkan rumah Morgan.

Di dalam mobil Oscar fokus ke depan, Cherry fokus pada bukunya, dan Morgan sibuk mengoleskan selai ke roti bakar yang masih hangat.

"Minum dulu susunya!" Morgan mengulurkan susunya. Cherry menyeruput susu itu bahkan sambil membaca bukunya. Morgan menutup kembali botol susu itu setelah Cherry meminum setengahnya.

Oscar melihat mereka dari kaca spionnya. "Cherry, sedang ujian?" tanyanya.

"Ah, iya," jawab Cherry. Melihat Oscar sekilas dan kembali fokus pada bukunya.

"Sepertinya kamu begitu serius dengan ujian kali ini. Ujian terakhir, kah?"

"Benar," jawab lagi Cherry singkat.

"Bagus sih, tapi apa ada alasan lain kenapa kamu sangat serius dengan ujian kali ini?"

Cherry menurunkan bukunya, menatap Oscar di depan sana dan tersenyum lebar. "Itu karena Morgan menjanjikan padaku,- hmph!" Mulutnya tiba-tiba saja dijejali roti bakar. Ia menoleh dengan kesal pada sang pelaku.

"Tidak semua hal boleh dibicarakan dengan orang lain. Itu rahasia kita berdua. Kalau kamu membicarakannya dengan orang lain maka perjanjian itu batal," ungkap Morgan.

Cherry menghela napas lalu mengunyah rotinya. Oscar menatap Curiga dua orang di belakangnya. Hmmm...

Cherry fokus kembali pada buku pelajarannya, Morgan terus menyuapi Cherry, dan Oscar pun tak lagi banyak bicara.

Dan mereka pun akhirnya sampai di sekolah.

"Habiskan dulu susunya," pinta Morgan memberikan susunya.

Cherry meletakkan bukunya di atas paha selagi meminum susunya hingga tandas.

"Jangan lewatkan makan siang mu!" tutur Morgan, memasukkan buku dan pensil di atas paha Cherry ke dalam tasnya. Ia juga memasukkan sejumlah uang karena yakin Cherry tak membawa uangnya.

"Baik," sahut Cherry sambil memberikan botolnya. "Terima kasih untuk sarapannya."

"Oscar, terima kasih sudah mengantarkan ku."

Oscar menoleh ke belakang. "Dengan senang hati, Sweety."

Morgan membersihkan sudut bibir Cherry yang terdapat susu dan sisa selai dengan tangannya sendiri tanpa jijik, bahkan tanpa sadar ia malah menjilat jarinya itu.

Cherry memanyunkan bibirnya dan Morgan pun tanpa ragu langsung mengecupnya.

"Sekali lagi," pinta Cherry.

"Astaga!" Meski mengeluh tapi Morgan tetap memberinya satu kecupan lagi.

"Bye!" pamit Cherry.

"Bye!" balas Morgan, terkekeh geli.

"Bye, Oscar." Cherry maju untuk mencium Oscar juga. Oscar pun sudah maju dengan bibir yang mengerucut, siap mengecup bibir manis gadis itu. Namun sebelum itu terjadi Morgan menarik Cherry.

"Jangan mencium bibirnya!" peringat nya, seketika mendapatkan tatapan sinis dari Oscar.

Pada akhirnya Cherry pun hanya mengecup pipi Oscar. "Bye!" Ia keluar dari mobil dan melambaikan tangannya ke dalam sana.

Setelah melihat Cherry masuk ke dalam sekolahnya, Morgan merangkak pindah ke kursi depan. Oscar diam tapi matanya terus menatap pria di sebelahnya.

Morgan menaikkan sebelah alisnya. "Ada apa?" tanyanya bingung, semakin bingung setelah melihat sahabatnya itu tiba-tiba tersenyum misterius.

"Sebentar lagi Cherry berusia dua puluh tahun. Kau akan melakukan ini,-" Oscar menjulurkan lidahnya di antara dua jari.

Morgan menggelengkan kepala. "Cepat jalan! Aku harus segera ke kantor." Ia memilih mengabaikan ucapan Oscar.

"Oh, iya, kenapa kau datang ke rumah ku?" tanya Morgan, berusaha mengalihkan topik.

"Aku mau pinjam duit."

Bibir Morgan mencibir. "Mobil elit, duit sulit."

"Ayolah, Kawan. Aku sangat membutuhkannya. Aku janji akan membayarnya cepat."

"Waktu itu kau juga berkata seperti itu, tapi sampai sekarang hutangmu belum dibayar," cibir Morgan. "Tapi yasudah lah. Berapa uang yang kau butuhkan?"

"Yang penting cukup untuk mengajak kencan wanita," balas Oscar.

1
Esti Purwanti Sajidin
sweet bgt morgan
Elmi Varida
cherry msh anak2 blm dewasa.
Esti Purwanti Sajidin
cery yg di rayu aq yg senyum2 malu
Esti Purwanti Sajidin
rubah kecil hadechhhhh
Esti Purwanti Sajidin
pindah yg jauh morgan bawa cery
Esti Purwanti Sajidin
oh no morgan mna morgan
Esti Purwanti Sajidin
syemangat ka sdh aq vote 1
Esti Purwanti Sajidin
makane si drak nakal bgt ya sama cery
Vanilabutter
agresif kali si cherry
Vanilabutter
ini kenapa dar der dor sekali baru chap awal /Facepalm/.... semangat thor
my_a89
Kein Problem Thor, santai aja..semangat Thor✊
Elmi Varida
lanjut thor
Elmi Varida
kasihan sih sebenernya cherry...
wajar dia nggak peduli lg dgn ortu kandungnya secara dia dr bayi sdh dibuang.🥲
Elmi Varida
ikut nyimak thor. lanjut ya..
Elmi Varida: Amen, sama2 Thor. sukses terus dan tetap semangat ya..
Fairy: Makasih udah baca cerita aku yang tak sempurna ini☺️ kakaknya semoga sehat selalu, dikasih rezeki yang berlimpah, dan selalu dalam lindungan Tuhan☺️
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!