"Aku istrimu, Aditya! Bukan dia!" Aurelia menatap suaminya yang berdiri di ambang pintu, tangan masih menggenggam jemari Karina. Hatinya robek. Lima tahun pernikahan dihancurkan dalam sekejap.
Aditya mendesah. "Aku mencintainya, Aurel. Kau harus mengerti."
Mengerti? Bagaimana mungkin? Rumah tangga yang ia bangun dengan cinta kini menjadi puing. Karina tersenyum menang, seolah Aurelia hanya bayang-bayang masa lalu.
Tapi Aurelia bukan wanita lemah. Jika Aditya pikir ia akan meratap dan menerima, ia salah besar. Pengkhianatan ini harus dibayar—dengan cara yang tak akan pernah mereka duga.
Jangan lupa like, komentar, subscribe ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33: Bantuan untuk Aurelia
"Nyonya Aurelia, ini untuk Anda." Seorang petugas rumah sakit menghampiri Aurelia di lorong utama lantai enam dan menyodorkan sebuah amplop putih bersih, tanpa nama pengirim. Hanya tertulis dengan tinta hitam halus: Untuk Aurelia.
Aurelia mengernyit, menerima amplop itu perlahan. Ia membuka dan membaca isinya.
"Kau telah melalui luka panjang, Aurelia. Anggap ini bentuk penghormatan dari seseorang yang percaya bahwa ketulusanmu layak mendapat pembelaan. Jangan mencari siapa aku. Tapi terimalah bantuan ini. Semua permasalahan hukummu dengan pihak luar telah diselesaikan. Hati-hati, musuhmu belum berhenti."
Aurelia menatap kosong lembaran kertas itu. Tidak ada tanda tangan. Tidak ada inisial. Tidak ada jejak siapa pun. Hanya satu lembar surat yang membawa kabar luar biasa. Segala tuntutan terhadap perusahaan peninggalan Pak Surya yang sebelumnya begitu rumit kini tiba-tiba menghilang. Pengacara lawan menarik diri. Perusahaan kembali stabil. Skandal yang hampir menjerat Aditya dan dirinya—terhapus begitu saja.
Reyhan dan Raka yang menyelidiki surat misterius itu bahkan tidak bisa menemukan asalnya.
"Kami coba lacak sidik jarinya, hasilnya nihil. Tidak terdeteksi. Bahkan tidak ada data pengiriman. Seolah surat ini muncul begitu saja," ujar Raka sambil menatap Aurelia penuh waspada.
Reyhan menimpali, "Bukan orang sembarangan yang bisa bersihkan semua masalah ini dalam waktu singkat dan diam-diam. Tapi dia di pihak kita, itu pasti."
Aurelia menunduk, menggenggam surat itu erat. Matanya berkaca-kaca, penuh rasa syukur sekaligus waspada. Siapa pun sosok itu, telah menyelematkannya dari ancaman besar. Namun, peringatan terakhir di surat itu terus terngiang—"Musuhmu belum berhenti."
Satu Tahun Kemudian
Rumah sakit tampak lebih sepi siang itu. Matahari mengintip malu-malu di balik awan, menyorot lembut ke ruangan lantai dua tempat Aditya dirawat.
Ia duduk di kursi roda, mengenakan kemeja putih dan celana kain abu-abu. Wajahnya lebih tenang, tidak seburuk setahun yang lalu saat amarah dan penyesalan meluluhlantakkan batinnya.
Aurelia masuk dengan senyum pelan. Tangannya membawa buah tangan dan buku bacaan.
"Kamu kelihatan lebih baik hari ini," ucap Aurelia sambil meletakkan tas di meja kecil.
Aditya menoleh perlahan. "Aku memang jauh lebih baik. Tidak hanya fisikku, tapi juga hatiku."
Aurelia duduk di kursi seberang. Mereka saling menatap dalam hening.
Lalu Aditya membuka suara. "Aku sudah berpikir lama. Setahun bukan waktu yang sebentar. Banyak yang berubah, termasuk diriku. Aku tidak ingin terus menjadi bebanmu, Aurelia."
Aurelia menahan napas. Hatinya mencelos.
"Apa maksudmu, Aditya?"
"Aku ingin kita berpisah, dengan baik-baik. Tanpa kebencian. Aku ingin melepaskanmu, bukan karena aku tak mencintaimu, tapi justru karena aku ingin kamu bahagia."
Aurelia menatap Aditya, tak percaya.
"Kau... yakin? Setelah semua yang kita lewati?"
Aditya mengangguk. "Harta peninggalan Ayah... semuanya tetap jadi milikmu. Aku tidak menginginkan satu pun bagian. Itu memang sudah seharusnya untukmu. Aku hanya ingin damai."
*****
Suasana rumah sakit perlahan kembali tenang. Namun, perasaan Aurelia masih bergemuruh. Dia belum bisa melupakan kejadian yang hampir merenggut nyawanya dan Aditya. Ia duduk di bangku taman kecil di belakang rumah sakit, memandangi langit senja yang perlahan memudar.
Langkah kaki ringan mendekatinya.
"Nyonya Aurelia, ini untuk Anda," ujar seorang suster sambil menyerahkan amplop putih tanpa nama.
Aurelia menatap amplop itu dengan kening berkerut. Ia segera membuka dan membaca.
"Jangan takut. Aku akan selalu membantumu. Kau tidak sendiri. Semua yang menyakitimu akan menerima balasannya. Aku tahu siapa mereka. Tunggu saja. - Seseorang yang pernah kau selamatkan."
Tangan Aurelia gemetar. Hatinya dipenuhi tanda tanya. Siapa orang ini? Kenapa dia tidak menampakkan diri?
Reyhan dan Raka segera tiba setelah mengetahui ada pesan misterius yang diterima Aurelia.
"Kami coba lacak, tapi tidak ada jejak digital. Ini sangat profesional," ujar Raka sambil menatap hasil scan surat itu di tablet.
"Sepertinya seseorang yang benar-benar tahu banyak hal di balik layar sedang membantumu, Lia," tambah Reyhan, serius.
Aurelia mengangguk pelan. Ada rasa lega, tapi juga kecemasan. Jika orang itu tahu begitu banyak... siapa dia sebenarnya?
Aditya duduk di kursi roda, mengenakan kemeja biru langit yang kontras dengan wajahnya yang mulai tampak pasrah. Di hadapannya, Aurelia berdiri kaku, memegang secarik kertas putih dengan segel merah.
“Aku sudah tandatangani semuanya, Aurelia,” ucap Aditya, suaranya lirih namun mantap. “Kamu tidak perlu lagi menanggung beban ini. Aku sudah terlalu lama menyakitimu.”
Aurelia menunduk, matanya berkaca-kaca. Hatinya remuk. Meskipun dendam pernah membuncah, tapi melihat Aditya setegar itu, ada bagian dari hatinya yang runtuh.
“Aku tak ingin harta, tak ingin rUmah, tak ingin perusahaan. Aku hanya ingin kamu bebas. Dan aku ingin tenang menjalani sisa hidupku dengan dosa yang kutanggung,” lanjut Aditya.
Suasana begitu sunyi. Hanya terdengar detak jarum jam di dinding dan helaan napas dari Aurelia.
“Terima kasih,” hanya itu yang keluar dari bibirnya. Bukan karena ia bahagia, tapi karena luka di masa lalu akhirnya berujung pada sebuah titik akhir.
Setelah itu.
Aurelia hidup damai, tenang tanpa intrik, tanpa perang batin. Perusahaan berkembang pesat. Reyhan dan Raka tetap menjadi pengawalnya, namun tidak pernah lagi ada ancaman besar. Dan sosok misterius yang dulu menolongnya… masih menjadi tanda tanya terbesar dalam hidupnya.
Berkali-kali ia mencoba mencari tahu. Tapi jejaknya selalu hilang. Data anonim. Tidak terlacak. Bahkan secanggih apapun sistem milik Raka, tidak mampu menembus lapisan identitas sang penyelamat itu.
Sampai suatu pagi…
Di atas meja kerja Aurelia, terselip sebuah amplop berwarna hitam. Tidak ada nama, tidak ada alamat. Hanya ditulis dengan tinta emas:
"Sudah waktunya aku muncul di hadapanmu."
Aurelia mematung. Jantungnya berdetak cepat.
“Raka… Reyhan… ini… bukan surat biasa…” bisiknya, nyaris tak terdengar.
Siapa sebenarnya sosok misterius itu? Dan apa yang akan terjadi saat ia muncul?
(BERSAMBUNG KE BAB SELANJUTNYA)
kadang dituliskan "Aurelnya pergi meninggalkan ruangan tsb dengan Anggun"
Namun.. berlanjut, kalau Aurel masih ada kembali diruangan tsb 😁😁🙏