"Apa yang Dipisahkan Tuhan takkan pernah bisa disatukan oleh manusia. Begitu pula kita, antara lonceng yang menggema, dan adzan yang berkumandang."
- Ayana Bakrie -
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Venus Earthly Rose, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sabtu 25 Maret 2017
Aku mulai bisa mengendalikan degup jantungku sekarang setiap Andra mengatakan narasi indah yang tak ingin ku dengar. Syukurnya dia hanya mengetiknya, tak mengatakan secara langsung di hadapanku. Rasa biru itu masih ada, percampuran antara kagum dan sedih yang mendalam. Namun kini hatiku sudah tak berdegup kencang lagi meskipun aku masih menyukainya. Dia masih sama. Masih Andra yang ku kenal yang luka dan dukanya kini berangsur-angsur sembuh. Aku sangat mensyukuri hal itu, dia kembali menjadi dirinya yang biasa sebelum perceraian orang tuanya. Dia masih sering mengatakan hal-hal manis dan selalu bertanya apakah ada yang menggangguku dari sikapnya. Tidak, tidak ada, dia tak mengganggu sama sekali. Aku menyukainya. Dia selalu khawatir apakah perilakunya menggangguku dan dia selalu bilang untuk menegurnya jika aku merasa tidak nyaman, namun dia berharap aku tak memblokir nomor ponselnya saat aku merasa kesal kepadanya padahal dia tak pernah membuatku kesal. Sungguh, Andra adalah teman yang baik bagiku.
Aku tak pernah menyukai orang seperti aku menyukainya, mungkin karena aku jatuh cinta padanya saat aku sudah bukan anak kecil lagi. Rasanya berbeda. Aku memang menyukainya, dan aku tahu, sebanyak apapun aku berharap sampai kapanpun aku dan dia tak bisa bersama. Suatu hari nanti dia akan bersama dengan seseorang yang lain, tentu memikirkan hal itu membuat hatiku sedikit merasa sakit. Namun aku tetap ikhlas. Aku rela jika suatu hari nanti dia punya pacar atau mungkin menikah saat usia kami sudah dewasa. Dia sangat indah bagiku, sangat indah, dan aku dengan dia itu berbeda. Perbedaan yang sangat mencolok, yang bagiku takkan mungkin bisa bersatu. Seperti air dan minyak. Tuhan yang memisahkan kami. Aku tak punya niat sedikitpun berpacaran dengannya meskipun aku memang menyukainya. Aku tak suka pacaran dan sampai kapanpun takkan mau berpacaran, dengan siapapun itu.
Perasaan yang ku punya hanya untuknya saat ini dan ku harap suatu hari akan hilang. Suara tawanya, tatapan matanya, kata-kata yang ia ucapkan, semua begitu indah. Terima kasih, Ya Tuhan, karena telah menciptakannya. Aku tak henti-hentinya mengucapkan MasyaAllah setiap melihatnya. Tak ada yang harus diubah darinya, selama ini, semua yang ada pada dirinya tak pernah membuatku kehilangan perasaan terhadapnya. Dia memang tak sempurna, tak ada manusia yang sempurna. Tidak, dia sempurna apa adanya. Apa adanya dirinya. Begitu pas dan istimewa untukku.
Mungkin ini hanya gejolak saat remaja, saat para anak manusia yang baru beranjak dewasa mulai mengenal apa itu suka dan cinta kepada lawan jenis. Mungkin itu yang aku rasakan kepada Andra. Perihal perkataannya yang belakangan selalu menyangkut tentang perasaannya kepadaku, aku tak berani bertanya lebih jauh, dan kami tak pernah membahas lebih lanjut, hanya terhenti begitu saja, sejujurnya aku takut membahasnya lebih lanjut, tak ada yang ku inginkan darinya, aku memang menyukainya, namun aku tak punya niat berpacaran dengannya. Hanya dengan menyukainya saja sudah membuatku bahagia. Sesederhana itu. Aku takut jika kami membahas lebih lanjut apa yang kami rasakan satu sama lain maka kami akan menjadi asing. Aku takut merusak pertemanan kami, aku takut dia menjauh, aku takut jika kami tak saling memberi kabar lagi satu sama lain, takut jika aku tak bisa mengetahui apa saja kegiatan yang ia jalani di hari-harinya. Aku takut semua itu, Andra teman yang baik. Aku masih ingin berteman dengannya. Jadi, setiap dia memberikan pernyataan atau pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan kami, aku selalu mencoba memberinya balasan yang mencerminkan perasaanku, karena aku memang menyukainya, namun aku tak pernah menegaskan apa yang ku rasakan, dan aku tak pernah mengajaknya membahas hal itu lebih lanjut, begitu pula dengannya, kadang jika kami membahas sesuatu yang berkaitan dengan perasaan kami sekarang, dan ku tak membalas pesannya, maka keesokannya dia akan menghubungiku dan membahas hal-hal lainnya. Dia tahu aku berusaha menghindari pembicaraan itu.
Sejujurnya, terkadang aku takut ia merasa sakit hati atau terluka saat aku memilih untuk tidak membahas tentang perasaan kami lebih lanjut, namun aku tetap tak berani mengambil resiko jika sampai kami memang berhenti berteman karena hal itu. Dia berharga bagiku, dekat dengannya seperti ini saja sudah membuatku bahagia, aku tak berharap lebih, karena aku tahu jika kami berbeda, dan mengharapkan sesuatu yang seperti itu di antara kami sama saja dengan bermimpi di siang hari, mimpi itu mungkin sampai kapanpun takkan pernah terwujud, dan aku takut mimpi indah itu berubah menjadi mimpi buruk. Aku sering menjelaskan kepadanya jika aku tak ingin pacaran dan dia bisa menerima hal itu. Entah mengapa aku merasa jika aku harus memberitahunya. Perasaanku kepadanya sudah jelas bahwa aku menyukainya, namun perasannya kepadaku masih abu-abu dan aku takut untuk memastikannya. Untuk sementara, lebih baik kami berteman dengan baik. Tidak, bukan untuk sementara, mungkin untuk seterusnya.
Brian langsung menghubungiku secara pribadi setelah Andra menyinggung tentang perempuan dan laki-laki yang tidak bisa berteman saat itu dan tentang Andra yang bilang jika dia tak menganggapku sebagai temannya. Bri bertanya apakah aku dan Andra berpacaran atau kami saling menyukai, tentu ku jawab jika aku dan Andra tidak berpacaran. Bri menebak jika kami saling menyukai, dan aku menjawab jika aku tak bisa memastikan hal tersebut. Mungkin saja hanya aku yang jatuh cinta sementara Andra menyadarinya dan merasa risih jadi dia sering bertanya. Bri bercerita kepadaku jika di hari penyerahan hadiah lomba cerpen saat itu, Andra tak henti melihatku. Dia sudah punya dugaan jika Andra tertarik kepadaku. Dia bahkan menggoda Andra tentang hal itu. Tentu saja aku tak percaya, karena seingatku sepanjang acara hanya aku yang terus menerus memandangi Andra sedangkan dia tak memandangku sama sekali.
Brian: Itu karena dia selalu nunggu waktu sampai lu gak ngeliatin dia
Ayana: Aku nggak percaya
Brian: Na, gua cowok, gua tau gimana ekspresi cowok kalau lagi tertarik sama cewek. Lu gak liat gimana Andra pas ngeliatin lu. Dia sadar kalau lu terus terusan ngeliatin dia
Ayana: Masak sih, Bri?
Brian: Iya, Kak Gina aja ngeh kalau kalian berdua saling curi-curi pandang
Ayana: Hah? Ya Allah, kenapa baru cerita sekarang?
Brian: Ya karena gua kira gak bakal lanjut sampai sekarang cerita kalian, udah lama loh itu
Ayana: Terus-terus? Andra gak risih kan ke aku?
Brian: Nggak, biasa aja, seneng dia lu liatin terus. Cinta dia gak bertepuk sebelah tangan
Ayana: Kamu ini, bahas cinta, kayak dia yang suka aku beneran aja
Brian: Lah, lu selama ini gak pernah tanya dia suka lu apa nggak?
Ayana: Nggak, sama sekali gak pernah tanya aku
Brian: Lu pikir-pikir aja dah, dia berpendapat kalau cewek dan cowok gak bisa berteman, dan dia nggak nganggep lu temannya, tapi kenapa dia chattan terus sama lu?
Ayana: Dia kan juga chatting sama kamu, Bri, bukan cuma aku
Brian: Tapi gak sesering lu, dia bahkan gak cerita alasan bokap nyokapnya cerai karena apa
Ayana: Dari situ kamu beranggapan dia suka sama aku?
Brian: Gua tau karena gua sering ngubungin kalian kan, dan ternyata kalian emang beneran saling suka, lu gak mau pacaran sama dia gitu?
Ayana: Aku gak pacaran, Bri
Brian: Dia tau kalau lu suka sama dia?
Ayana: Kayaknya tau, setiap dia bahas masalah perasaan kami, aku mencoba jawab jujur yang ku balut dengan kata-kata rancu
Brian: Sehat-sehat lah kalian, baek-baek, gua dukung apapun keputusan kalian, cinta gak seiman itu sulit, dan kalau lu mau sama gua, gua mau kok, Na
Ayana: Kalau aku ke kamu, aku skip dulu, kamu playboy
Brian: Yah, ditolak ketiga kalinya deh
Ayana: Hahaha
Brian: Lu harusnya tau gimana marahnya dia pas tau gua ngegodain lu, marah besar dia, gua diancem
Aku tertawa membaca pesan Brian, Andra memang sangat marah saat itu.
Ayana: Bri
Brian: Iya?
Ayana: Menurut kamu gimana?
Brian: Tentang kalian berdua?
Ayana: Iya
Brian: Kalian beda sih, cuma itu terserah kalian nanti, gua dukung apapun keinginan kalian, kita masih muda, suatu hari nanti ini semua bakal jadi cerita yang bakal kita obrolin bareng-bareng
Brian: Na
Ayana: Iya?
Brian: Mau gua bantu masalah perasaan lu ke Andra?
Ayana: Nggak, Bri, begini aja, aku nggak berharap lebih, aku gak pingin pertemanan kita hancur
Brian: Iya, deh. Kalau butuh bantuan bilang ya
Ayana: Siap
Sejujurnya, aku lega setelah menceritakan hal itu kepada Brian. Perasaanku kepada Andra masih sama dan semakin bertambah setiap hari. Rasa indah yang menyenangkan, sekaligus membuatku merasa sedih yang begitu mendalam. Rasa suka yang suatu hari nanti akan berakhir.