Kecewa. Satu kata itulah yang mengubah Rukayah menjadi sosok berbeda. Hidup bersama lelaki yang berstatus suami tapi diperlakukan layaknya keset membuat Rukayah jengah dengan kehidupan rumah tangganya.
Bersabar bukan lagi jalan keluar. Dia tidak bisa terus bersama orang yang tidak menghargai dirinya.
Keputusan untuk berpisah sudah bulat meski suaminya, si Raden Manukan itu nantinya akan mengemis meminta untuk terus bersama.. I'm sorry mas, aku wes kadung rungkad!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mantan oh mantan
Fatih keluar dari ruang pemeriksaan. Dia melepas kacamata yang terpasang sejak tadi, batang hidungnya terasa pegal karena benda itu lama bertengger di kedua netranya.
"Gimana Nimas pak dokter?" Ru bertanya.
"Keguguran." Jawab Fatih.
"Innalilahi wainnailaihi roji'un." Ucap Ru dan Maulana hampir bersamaan.
"Dan penyebab keguguran itu yang bikin aku nggak habis pikir..." Lanjut Fatih seperti sengaja membuat Ru dan Maulana termakan atmosfer kepo akut.
"Apaan, kamu ngomong kek rayap baris aja. Keluarnya satu-satu!" Kali ini Maulana yang bicara.
"Dia abis party ena-ena man!" Jawab Fatih sambil geleng kepala.
"Aku udah nyuruh suster buat hubungi keluarga dia lewat nomer hpnya. Soalnya dia kudu dirujuk ke RS, biar dapet penanganan lebih maksimal dan harus ada pihak keluarga yang mendampingi."
"Aku aja! Aku kenal dia." Ru maju satu langkah.
Maulana menatap ke arah Ru. Dia mengingat perempuan yang malam ini mereka tolong, dia adalah wanita yang mencak-mencak di kafe beberapa hari yang lalu. Ada hubungan apa Ru dan si cewek bar-bar yang barusan dinyatakan keguguran itu? Seolah tahu jika Maulana ingin sebuah penjelasan dari Ru, dengan cepat Ru berkata...
"Dia mantan iparku."
Fatih dan Maulana hanya ber Ooo ria mendengar tiga kata yang terucap dari bibir Ru sebagai jawaban atas pertanyaan di batin keduanya.
"Mas, ini udah malem. Mas pulang aja, nanti kalo keluarga Nimas udah ke rumah sakit, aku bakal langsung pulang." Terang Ru.
"Keluarga Nimas? Maksudnya cewek yang di dalam itu? Berarti kamu harus ketemu keluarga mantan kamu? Sendirian? Dan pulang dari rumah sakit nanti kamu naik apa? Aladin nggak nyewain jasa karpet terbangnya."
"Aku bisa naik angkot." Ru berkata yakin.
"Di daerah rumah mu nggak dilewati rute angkot Ru. Dan kalo emang ada mamang angkot yang mau nganterin kamu ke rumahmu, malah kamu yang kudu curiga. Bisa jadi dia begal, rampok, penjahat, atau sejenis itu!" Ketularan Lita... Nggak jelas.
"Dari pada ngasih penjelasan panjang lebar gitu, bisa nggak kamu ngomong to the point aja wahai anak Adam. Ru dia mau nganterin kamu pulang. Udah iyain aja, aku langsung bikinin surat rujukan ke rumah sakit, lama kalo nunggu kalian debat. Bisa berepisode-episode. Keburu ko'it ntar pasienku." Kali ini Fatih yang menengahi.
"Dih mulutmu, nggak pantes banget jadi dokter!"
"Sayangnya protesmu ditolak man! Aku udah jadi dokter yang tampan rupawan."
Maulana menatap malas pada sahabatnya itu. Kadang Fatih memiliki tingkat kepedean di luar batasan yang bisa diterima akal manusia pada umumnya.
"Ini.. Mana bisa kebaca. Bisa nggak nulisnya yang bagusan dikit!" Maulana menerima secarik kertas dari Fatih yang ternyata adalah kertas rujukan untuk Nimas di bawa ke RS.
"Tenang saja, mereka bisa mengerti tulisanku dengan baik. Kerutan di wajahmu nggak usah kamu tunjukkin gitu, aku tau kamu udah tua." Lanjut Fatih kemudian.
Mobil ambulance sudah siap. Dengan berbekal tulisan ceker ayam ala pak dokter Fatih yang ngaku tampan rupawan, Ru ikut ke dalam ambulance itu menemani Nimas yang ada di dalamnya. Sedangkan Maulana mengawal ambulance dengan motornya.
Sampai di sana, Nimas segera mendapat penanganan. Nggak lama nunggu, Raden datang barang sang mamak. Muka mamak terlihat cemas, beda dengan Raden yang flat biasa aja.
"Ru? Kenapa kamu di sini?!" Tanya si mamak Raden masih menyimpan kebencian pada mantan menantunya.
"Apa kamu yang bikin anakku celaka??" Hmmm....
"Nimas pingsan di jalan Kenangan, kata dokter dia keguguran. Karena kalian udah ada di sini, aku mau pergi. Aku nggak mau ribut di tempat umum kayak gini, nggak usah ngucapin makasih. Aku udah biasa jadi sasaran pikiran jelek kalian. Permisi. Assalamualaikum."
Ru dikawal Maulana keluar dari lobi rumah sakit. Wanita itu tak memperdulikan panggilan sang mantan yang menyerukan namanya. Mau apa lagi coba?
"Ru! Kenapa menghindar? Takut jatuh cinta lagi sama aku?!" Ini lagi...
"Adek mu keguguran, padahal belum punya suami tapi kamu lebih milih ngejar mantan istri mu sambil tanya kayak gitu! Kamu waras nggak sebenernya?" Ru menatap miris pada Raden.
"Lagian.. Kamu ngapain malem-malem jalan sama cowok? Udah kayak wanita penghibur aja! Bikin malu!!" Senyum berkembang mekrok bak bunga bangkai di wajah Raden karena mikir bisa jatuhin Ru di hadapan Maulana.
Maulana nggak mau perempuan yang dia kejar-kejar nyampe nyaris ngesot dikata-katain sejulid itu sama mantan suaminya!
"Bro, bisa nggak kalo mau ngomong itu seenggaknya pake otak dikit. Ya.. Biar nggak keliatan banget begonya gitu. Di sini Ru udah bukan siapa-siapa mu lagi, udah mantan! Jadi bebas dia mau jalan sama cowok manapun juga. Kamu nggak usah malu sama kelakuan Ru, itu udah bukan urusanmu. Dan satu lagi nih.. Maaf maaf aja ya bro kalo omonganku bikin ginjalmu nyeri, tapi faktanya adek mu yang hamil nyampe keguguran dan belum punya suami, iya kan? Kira-kira bikin malu nggak kalo kayak gitu?"
Sejurus kemudian muka Raden berubah kayak Buto Cakil! Dia kesal setengah mati karena sebelum meninggalkan rumah sakit, Ru dan Maulana malah membuat harga dirinya terinjak-injak.
"Nggak usah cari perkara sama Ru! Aku bisa bikin kamu pergi jauh sejauh-jauhnya hingga bikin kamu malu semalu-malunya kalo terus ganggu wanitaku!" Hardik Maulana dengan tatapan sengitnya.
"Maaf aja, aku nggak minat sama barang bekas! Aku cuma nggak nyangka aja dia bisa ngrayu orang kayak kamu." Ejek Raden minta di remas mulutnya.
"Tapi kok aku liatnya kamu masih minat ngejar-ngejar mantanmu ya? Kenapa? Masih cinta? Kamu nggak sadar bro, yang kamu anggap barang bekas itu adalah berlian yang sengaja kamu petelin di kubangan. Matamu aja yang buta karena nggak bisa liat sinarnya. Kamu anggep dia barang bekas? Dia anggep kamu rongsokan bro.. Misi!"
Itu sebaris percakapan ketika Maulana kembali ke lobi dengan alasan topinya ketinggalan di meja resepsionis. Hanya untuk meratakan keangkuhan Raden, Maulana sampai beralasan seperti itu. Membuat Ru menunggu di parkiran tanpa curiga sedikitpun.
Maulana berjalan menghampiri Ru. Dia melepas jaket yang dia kenakan.
"Dingin Ru. Pake gih."
"Eh, nggak mas.. Kan aku juga pake baju panjang ini." Ru tersenyum sekenanya.
"Kamu sering ya digituin mantan mertua sama mantan suamimu?" Entah kata 'digituin' itu maksudnya apa tapi Ru hanya menggeleng tak ingin menjawab pertanyaan Maulana.
"Nggak usah terlalu dipikirin. Kalo mereka cuma bisa nyakitin kamu, ada aku yang bakal ngobatin sakit mu. Mereka nyakitin kamu sekali, aku bikin mereka lupa caranya berdiri." Maulana mengulurkan tangan menyerahkan jaketnya agar dikenakan Ru.
mantap Mak...
hape yg baterenya kembung