Anak Genius : First Night With CEO

Kediaman Santika Grup ....

Seketika itu pula, suasana rumah jadi tegang. Ardan Wijaya benar-benar marah. Cellyn tak bisa ditemui, Cellyn hanya berdiam diri di kamar dan mengunci pintunya. Sudah dua hari, Cellyn tak bisa dibujuk. Kali ini, Ardan Wijaya benar-benar tak bisa tinggal diam. Pihak Santika benar-benar kecewa pada Keluarga Gavin.

Semua karena keputusan Gavin yang benar-benar membuat Ardan marah. Tak pernah disangka, jika Gavin terang-terangan memberi kabar, bahwa ia akan menikahi wanita lain dihadapan Cellyn. Hal itu sungguh mengecewakan. Ardan pun menarik semua saham yang telah ia tanam di Louvre grup.

Ardan tak main-main. Ia benar-benar kecewa dengan sikap Gavin. Tanpa basa-basi lagi, kini kerja sama Santika grup dan Louvre grup benar-benar diputuskan. Walau sebenarnya tak ada pengaruh besar pada Louvre gallery, tapi Ardan merasa puas, karena telah melepaskan semuanya.

"Jangan biarkan Cellyn terus-menerus menangis tiada arti! Dia tak boleh menangisi laki-laki sialan itu! Gavin tak pantas ditangisi sama sekali. Aku tak suka, jika anakku lemah seperti itu!" Teriak Ardan di depan kamar Cellyn.

"Papa, sudahlah ... jangan terlalu larut dalam emosi. Keluarga Jordan dan Merry masih mendukung kita. Ini hanya Gavin yang keras kepala. Kota masih bisa memperbaiki semuanya, Papa," ujar Yesi menenangkan Ardan.

"Tapi tetap saja si Gavin keras kepala itu sangat-sangat membuatku marah. Dia telah membuat anakku malu!"

"Aku dengar, dia memiliki seorang anak. Apa benar?" Yesi ingin membuktikan.

"Sepertinya begitu. Sayangnya, Cellyn justru tergila-gila pada pria tak bermoral seperti Gavin. Aku heran, apa maunya Cellyn? Haruskah aku jodohkan dia dengan pria lain? Agar ia melupakan Gavin?" tanya Ardan.

"Jangan Papa, itu hanya akan menambah masalah di keluarga kita,"

"Jadi, menurutmu bagaimana? Apa yang harus kita lakukan?"

"Tanya Cellyn, apa yang dia inginkan. Walau bagaimanapun, Cellyn adalah anak kita. Kebahagiaan Cellyn, tentu saja adalah kebahagiaan kita juga. Jangan gegabah, walau perilaku Gavin sangat buruk, tapi dia yang mampu mengangkat derajat kita, Papa. Bayangkan saja, jika Cellyn bisa menikah dengan Gavin, apa yang akan kita peroleh dari Louvre grup? Tentu saja sebagian saham mereka. Dengarkan aku, kita mencabut saham dari mereka saja, mereka tak akan getir, saham kita hanya secuil kuku saja di mata mereka. Menurutku, tenanglah, jangan marah. Karena Jordan pun sepertinya murka pada Gavin. Kila lihat saja apa yang akan terjadi nanti. Toh, Mama dengar, wanita yang akan dinikahinya adalah gadis miskin yang tak punya apa-apa. Diberi uang tutup mulut saja pasti dia sudah pergi," tambah Yesi.

"Terserah kau saja. Aku malas membahas Gavin si brengsek itu!" Ardan berlalu.

Rupanya Yesi belum tahu, jika Gavin lebih kuat darinya. Sekalipun Eric yang berkuasa memiliki Daniel dan Ellea, jika sudah dihadapkan dengan Gavin, Eric pun mati kutu dan tak bisa berbuat apa-apa. Semua orang mencoba menjatuhkan Gavin, tapi Gavin terlalu kuat untuk dirobohkan.

...*****...

Rencana tetap sesuai alur. Gavin ingin, Daniel menjadi anak SAH nya secara hukum dan agama. Walau hal ini terjadi karena sebuah penyimpangan, setidaknya Gavin ingin mengakui anaknya, darah dagingnya sendiri. Gavin sudah memerintahkan Aaron untuk mengurus semua proses pernikahannya dengan Ellea.

Walau Ellea menolak habis-habisan, Gavin tak pernah putus asa dan menyerah. Ellea bukannya tak bisa lari, tapi dia bingung jika lari pun pasti akan terus dikejar Gavin. Ellea tak mungkin lari tanpa membawa Daniel. Ellea ingin hidup dengam Daniel, karena itulah ia menguatkan dirinya untuk berada di sisi Gavin.

Tak ada cinta ataupun kasih sayang untuk Gavin. Semua hanya ada keterpaksaan saja. Seandainya mereka menikah pun, Ellea bingung, Ayah kandungnya masih hidup. Tak mungkin bukan Ellea menikah tanpa seorang wali? Gavin tetaplah Gavin, ia akan menggunakan cara apapun untuk melancarkan apa yang ia inginkan.

Seperti saat ini, Gavin sedang merayu Ellea agar Ellea mau menghadap pada orang tuanya. Gavin ingin, pernikahan ini benar-benar sah, sekalipun Ellea tak menginginkannya. Gavin membutuhkan seorang wali, yaitu Ayah Ellea. Tapi, Ellea bersikeras, karena tak ingin menemui lagi keluarganya sebelum tujuannya tercapai.

"Sampai kapan kau akan bersikeras, Ellea? Kau tak perlu bicara, biar aku yang bicara pada kedua orang tuamu. Kau jangan egois, lihatlah Daniel, dia sangat membutuhkan kita sebagai orang tuanya," ujar Gavin.

"Kenapa kau selalu saja memaksa? Tanpa harus menikah pun, bukankah Daniel sudah mengakuimu sebagai Daddynya? Kau tak harus berlebihan. Aku tak akan melarangmu untuk bertemu Daniel. Tapi kumohon, jangan memaksaku untuk menemui orang tuaku. Aku tak ingin sumpah serapah dan kata-kata menyakitkan itu keluar dari mulut kedua orang tuaku." Jawab Ellea begitu khawatir. Ellea mengalami trauma mendalam karena perkataan Ibunya.

"Kau bilang, akan menikah pada kedua orang tuaku. Tapi kenapa sekarang kau berubah pikiran lagi, hah? Kau mempermainkan aku, Ellea? Iya?" mulai terlihat raut kemarahan di wajah Gavin.

"Aku mau menikah denganmu karena tertantang melihat kedua orang tuamu! Tapi aku ..., tapi aku tak ingin menemui orang tuaku! Menikahlah, menikah saja. Aku tak ingin orang tuaku mengetahuinya. Aku terlalu malu, jika mereka tahu perlakukan burukku selama ini," jelas Ellea.

"Jadi, kau tak ingin menikah secara sah denganku? Kau inginnya aku bagaimana?" tanya Gavin serius.

Ellea menggeleng, ia ingin menikah dengan Gavin, untuk membalaskan semua rasa kebenciannya. Tapi, menikah pun adalah tanggung jawab yang besar. Menikah bukan permainan, apalagi hanya sebatas untuk membalaskan rasa sakit hatinya saja. Ellea bingung dengan hati dan pikirannya. Ia tak mampu mempermainkan pernikahan, jika ia memikirkannya dengan baik-baik.

"Kemarin, aku belum memikirkan semua secara matang. Pernikahan bukanlah permainan, Gavin ..."

"Karena jika kita tak menikah, status Daniel di keluargaku bukanlah apa-apa. Aku melakukan semua ini untuk masa depan Daniel. Terserahlah! Jika kau memang tak ingin menikah denganku. Kuberi pilihan lain untukmu. Menikahlah denganku secara tertulis, kau tak perlu menjadi istriku yang sesungguhnya. Kau hanya perlu menjadi istri tertulisku, dan Ibu untuk Daniel. Kau tak perlu meminta restu dari kedua orang tuamu, biar aku yang menyiapkan semuanya untukmu. Jika aku boleh berkata kasar, aku tak peduli padamu! Aku tak memikirkan masa depanmu! Aku hanya memikirkan anakku, Daniel. Jika kau ingin pergi, silakan saja pergi, namun jangan bawa darah dagingku, karena dia adalah penerusku yang murni. Jika kau terus keras kepala, terserah! Aku sudah kebal menghadapi wanita batu sepertimu! Kau tak tahu diuntung, Ellea. Sudah bagus aku memerhatikan dirimu. Aku menganggapmu ada dan tak membuangmu sebagai Ibu kandung anakku. Tapi kata-katamu barusan, kau telah melukai hatiku!" Tegas Gavin, kemudian ia berlalu meninggalkan Ellea seorang diri.

Oh Tuhan ... dia marah padaku? Padahal, aku tak bermaksud membuat dia marah. Aku hanya tak ingin dia menemui kedua orang tuaku. Aku hanya malu pada mereka. Aku banyak dosa, dan aku belum siap untuk menampakkan diriku dihadapan mereka. Maafkan aku, Gavin ... pernikahan bukanlah mainan. Jika aku serius menikah denganmu, berarti aku harus mencintaimu. Sedangkan aku? Aku sangat-sangat membenci keluargamu. Bisakah aku mencintaimu, saat kebencian ini sudah mendarah daging dalam hatiku? Baiklah Gavin, kita menikah. Tapi jangan bawa-bawa orang tuaku, karena pernikahan ini hanyalah pernikahan semata saja. Aku hanya ingin mengembalikkan semua ke tempat asalnya. Begitupun juga dengan kejayaan kedua orang tuaku, dan di mana tempat kedua orang tuamu semestinya. Batin Ellea.

...*****...

"Daniel, apa kau nyaman tinggal bersama Daddy?"

"Nyaman Daddy. Memangnya kenapa?"

"Jika Mommy tak ada, apa kau akan tetap nyaman bersama Daddy?" tanya Gavin lagi.

Daniel menggeleng, "Aku mau bersama Daddy karena Mommy. Dia yang berkata, jika aku harus menyayangi Daddy. Daddy bukannya tak menyayangiku, tapi Mommy bilang, Daddy sibuk bekerja, hingga tak mengetahui kehadiranku. Jika Mommy tak menasehatiku, mungkin aku akan sangat membenci Daddy! Karena Daddy telah pergi meninggalkan aku, dan tak menjagaku sejak kecil."

"Apa? Mommymu berkata seperti itu?"

"Iya, Daddy. Mommy mengatakan itu padaku. Sejak dulu juga, Mommy selalu berharap, agar kehidupan kami membaik, dan memiliki keluarga yang utuh. Mommy mungkin jahat pada Daddy, tapi hati Mommy baik. Mommy hanya tak ingin terlihat lemah dan mudah menerima keadaan. Mommy menjaga harga dirinya, agar tak ditindas oleh Daddy dan keluarga Daddy." Jelas Daniel membuat Gavin tercengang..

"Apa menurutmu, Mommy mencintai Daddy?" tanya Gavin serius.

"Kurasa, Mommy mencintai Daddy. Ketika Daddy terlelap, Mommy sering memperhatikan Daddy dan melihat Daddy dengan senyuman yang tulus," jawab Daniel seadanya.

"Benarkah begitu? Kau tak sedang membohongiku, kan?"

"Benar, Daddy. Jangan marah-marah pada Mommy, karena Mommy tulus pada Daddy."

Haruskah aku percaya kata-kata Daniel? Mana mungkin Ellea menyukaiku? Tapi, apa hal itu bisa dipercaya? Kurasa Daniel tak berbohong. Sepertinya, Ellea bersikap keras kepala karena sedang menjaga harga dirinya. Ia memertahankan benteng yang ia bangun dengan kokoh. Baiklah Gavin, kita bertindak sekarang. Jangan menunggu waktu lama, dan ... kita mulai perjalanan ini. Batin Gavin.

Tanpa basa-basi, Gavin membuka ponselnya. Ia segera menelepon Aaron, untuk membuat semuanya berjalan lancar. Gavin tak akan terpancing Ellea yang labil, dan keras kepala. Gavin harus tahan banting, menghadapi sikap Ellea yang menjaga harga dirinya sekeras itu.

"Halo, Bos. Ada apa? Aku sedang istirahat." balas Aaron di ponselnya.

"Persiapkan pernikahan untukku dalam waktu tiga hari ini. Aku akan memajukan tanggal pernikahannya. Kuharap, semua berjalan lancar, dan jangan membuat kesalahan sedikitpun. Hubungi mereka yang terkait, dan jangan biarkan kedua orang tuaku atau pun orang tua Cellyn membuat masalah." Tegas Gavin.

"Uhuk, uhuk ..." Aaron kaget mendapat serangan telepon dari Gavin.

"Kenapa? Kau tak siap?" pekik Gavin.

"Tidak, Bos, tidak. Aku siap, bahkan sangat siap! Aku akan segera melaksanakannya. Persiapkan saja, dirimu dan calon istrimu!" balas Aaron tak ingin membuat masalah.

"Tentu saja. Kau tak perlu mengajariku," Gavin menyeringai.

*Bersambung*