WARNING!!! BIJAKLAH MEMBACA!!! NOVEL 21+!!! JIKA TIDAK SUKA SKIP SAJA . MARI SALING MEMPERMUDAH URUSAN ORANG LAIN MAKA HIDUP ANDA PASTI JUGA AKAN DI MUDAHKAN OLEH TUHAN.
Laura Elsabeth Queen tidak menduga ia akan bertemu kembali dengan Zafran Volkofrich mantan kekasihnya, di acara ulang tahun teman sekelas mereka, 10 tahun yang lalu mereka berpisah dengan tidak damai, orang tua Laura menentang keras hubungan mereka karena Zafran pria miskin. Zafran masih sakit hati pada Laura dan ingin membalas dendam.
Di sisi lain Laura mengetahui rahasia kedua orang tuanya setelah mereka meninggal, dan kini beban berat berada di pundak Laura.
Sedangkan Zafran pria miskin itu kini telah berubah menjadi penguasa dunia bisnis.
Bagaimana kisahnya yuk baca kelanjutannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
-EPISODE 32-
Zafran berusaha membuka gaun Laura yang kini telah tersingkap, paha mulus, dan kaki jenjang gadis itu membuat Zafran semakin ingin memiliki Laura.
Pria itu kemudian menciumi leher Laura dengan rakus tanpa kelembutan.
Zafran, hentikan..."
Suara Laura lemah, sangat pelan, ia kehabisan tenaga.
Air matanya mulai berderai.
"Aku tahu kau juga menginginkannya."
Zafran masih menciumi leher Laura dan terus turun, hingga gaun Laura semakin terbuka.
"Aku mohon hentikan Zafran..."
Suara lirih Laura terdengar putus asa.
Gaun Laura semakin terbuka namun tangan Zafran mendadak berhenti ketika gadis itu mengatakan sesuatu padanya, suaranya pelan, hampir seperti berbisik karena tenaganya sudah habis.
"Aku masih perawan Zafran jangan sakiti aku, ku mohon..."
Zafran terhenyak, pria itu diam karena terkejut, tidak percaya dengan pendengarannya dan menatap kedua mata sendu Laura yang sudah dipenuhi air mata.
"Perawan? Kau belum pernah sama sekali..."
Tanya Zafran memastikan pendengarannya.
Laura hanya diam tak menjawab, namun Zafran mengerti isyarat anggukan Laura.
Kemudian Zafran berdiri membetulkan pakaiannya. Tanpa sepatah kata pria itu pergi menuju kamarnya, namun sebelum kepergiannya, Zafran menaruh gelang milik Laura di atas meja, yang sempat ia simpan di dalam saku nya.
Laura terdiam dan meraba dirinya sendiri, meraba bibir, leher, dan juga dadanya, yang semuanya telah dijamah oleh Zafran, pikirannya menerawang, kenapa Zafran hanya diam tanpa sepatah kata saat mendengar pengakuannya bahwa ia masih perawan.
Kini sulit mengatakan siapa diantara mereka yang paling terkejut. Laura yang tidak mengerti mengapa Zafran pergi tanpa sepatah kata atau Zafran yang tidak pernah menduga bahwa Laura masih suci.
"Apa yang harus ku lakukan."
Kata Laura menangis karena merasa diperlakukan tidak adil oleh Zafran, ia berharap masa kerjanya berjalan dengan cepat dan lancar, namun setiap detik yang ia lalui bersama Zafran seakan berlalu sangat lama.
Zafran yang kembali ke kamarnya terkejut melihat Gaby yang sudah duduk di atas ranjangnya, wanita itu seolah cuek namun kemudian tersenyum melihat Zafran.
Zafran berhenti sejenak tepat di depan pintu penghubung dan menutup nya dengan pelan.
"Apa yang kau lakukan di sini."
Kata Zafran tanpa melihat Gaby dan berjalan mengambil alkoholnya.
"Kau tidak datang ke kamarku, dan kebetulan pintu kamarmu tidak di kunci."
Jawab Gaby enteng.
"Aku penasaran kenapa kau keluar dari pintu itu, ada apa di sana."
Kata Gaby pura-pura tidak mengerti.
"Aku baru saja menemui Laura, kami membicarakan tentang pekerjaan."
"Lain kali jangan masuk ke kamarku tanpa seijinku."
Jawab Zafran meminum alkoholnya tanpa melihat Gaby.
"Begitukah..."
Kata Gaby yang sekarang sudah berada di belakang Zafran, memeluk tubuk Zafran dari belakang dan membelai pungung pria itu.
"Apa malam ini kita bisa melakukannya di sini?"
Kata Gaby merayu.
"Sudah sangat lama kita tidak melakukannya, kau mengirimku ke Maldives dan tidak pernah mengunjungiku."
Gaby cemberut.
Zafran melepaskan tangan Gaby dari tubuhnya.
"Aku sangat lelah, bisa kau kembali saja ke kamarmu?"
Kata Zafran dan berjalan mengambil sesuatu di lacinya.
"Belilah apa yang kau mau."
Zafran memberikan kartu nya pada Gaby, pria itu tahu uang adalah segalanya bagi Gaby dan Zafran sedang ingin cepat mengusir wanita itu dari kamarnya.
"Tapi Zafran..."
Gaby merajuk.
Zafran menatap Gaby dengan tatapan tajam.
"Baiklah... Jika kau membutuhkanku untuk melepaskan kepenatanmu, kau tahu aku ada dimana."
Kata Gaby membelai dada Zafran dan pergi keluar.
***
Matahari pagi menyinari ruangan dimana Zafran dan Laura sedang sarapan bersama, Zafran menunjukkan sikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa diantara mereka.
Sedangkan Laura masih serba diam tanpa sepatah katapun.
Beberapa menit yang lalu Stark menjemput Laura untuk datang menemani Zafran sarapan pagi.
"Hari ini kita temui pria yang memberimu gelang itu."
Kata Zafran tegas.
Laura hanya diam dan memakan sarapannya, ia tahu jika tidak memakan sarapan tersebut Zafran akan memarahi nya lagi, dan kali ini Laura sedang malas berdebat.
"Habis kan sarapanmu, aku akan menunggu di luar."
Kata Zafran sembari mengelap mulutnya.
Setelah Zafran keluar Laura membuang garpu dan sendoknya dengan kasar.
"Dia berlagak seperti seorang suami yang mengatur hidupku!"
Kata Laura kesal dan menggertakkan giginya.
Laura telah menyelesaikan sarapan paginya dan kini mereka berada di koridor kapal, Zafran menatap Laura dengan menyedekapkan tangannya, angin berhembus kencang, terlihat pemandangan beberapa bukit dan mulai mendekati pulau pertanda kapal akan segera menepi ke daratan dan pelayaran mereka telah selesai.
Tak berapa lama Luwis datang dengan senyuman mengembang, pria itu terlihat senang dan berlari menuju ke arah Laura.
"Aku senang kau menghubungi ku dan ingin bertemu."
Kata Luwis tersenyum, tapi senyuman itu dengan cepat menghilang dari wajah Luwis ketika Zafran keluar dari ruangan, Zafran mengawasi Laura dari sisi yang lain.
Melihat Luwis datang, Zafran segera berjalan mendekati mereka.
"Luwis aku ingin mengembalikan ini, maafkan aku."
Kata Laura menyesal sembari mengulurkan gelang nya, gadis itu merasa tidak enak.
"Kenapa, apa kau tidak suka?"
Luwis merasa tidak senang, dan menerima kembali gelang itu.
"Bukan begitu aku hanya merasa tidak pantas untuk menerimanya."
Kata Laura.
Luwis tersenyum, namun senyumannya seolah mengejek dan menyindir seseorang. Pria itu mengerti situasi Laura.
"Itu hanya gelang murahan Laura kenapa kau merasa tidak pantas menerimanya, kalau kau tidak mau buang saja."
Kata Luwis.
"Semalam juga hampir ku buang ke laut."
Tiba-tiba Zafran menyaut.
"Jadi, apa sekarang bossmu juga melarangmu memakai gelang? Hingga kau ingin mengembalikan gelang ini Laura?"
Kata Luwis memancing, dan tidak menghiraukan Zafran.
"Aku tidak suka karyawanku memakai aksesoris saat bekerja apalagi gelang murahan, membuat mataku sakit."
Sahut Zafran.
"Apa kau Laura?"
Tanya Luwis pada Zafran.
"Aku bertanya pada Laura tapi kau yang selalu menjawabnya dan mencampuri urusan kami."
Luwis menggerakkan rahangnya, dan ia sangat kesal.
"Permasalahannya bukan karena gelangnya, tapi karena aku yang memberikannya. Benarkan."
Luwis lugas tanpa basa-basi dan melirik tajam pada Zafran.
Laura masih diam.
"Ikut denganku Laura kita harus bicara."
Kata Luwis menggandeng tangan Laura.
"Kalau kau berani beranjak dari tempatmu satu langkah saja, aku akan mematahkan kaki mu."
Kata Zafran mengancam Laura.
Luwis menatap Zafran dan melepaskan genggamannya pada Laura.
"Kau berubah menjadi pria bengis."
Sahut Luwis.
"Semua orang akan berubah, apalagi ketika dirinya tahu akan selalu ada musuh yang siap menikamnya dari belakang."
Kata Zafran angkuh menyedekapkan tangannya.
"Baiklah. Anggap saja aku tidak pernah memberikan ini pada Laura."
Kata Luwis dan melempar gelang itu ke laut.
"Tapi jangan pernah sakiti Laura."
"Jangan sok jadi pahlawan Luwis, kau tidak cocok dengan kalimat itu."
Kata Zafran mencemooh Luwis.
Kapal akhirnya sudah menepi, dan terlihat beberapa orang sudah mulai turun.
Namun Zafran, Laura dan juga Luwis masih belum juga turun dan masih saling pandang di sisi bagian kapal yang lain.
.
.
.
~bersambung~