Sungguh berat beban hidup yang di jalani Sri Qonita, karena harus membesarkan anak tanpa suami. Ia tidak menyangka, suaminya yang bernama Widodo pamit ingin mencari kerja tetapi tidak pernah pulang. Selama 5 tahun Sri jatuh bangun untuk membesarkan anaknya. Hingga suatu ketika, Sri tidak sanggup lagi hidup di desa karena kerja kerasnya semakin tidak cukup untuk biaya hidup. Sri memutuskan mengajak anaknya bekerja di Jakarta.
Namun, betapa hancur berkeping-keping hati Sri ketika bekerja di salah satu rumah seorang pengusaha. Pengusaha tersebut adalah suaminya sendiri. Widodo suami yang ia tunggu-tunggu sudah menikah lagi bahkan sudah mempunyai anak.
"Kamu tega Mas membiarkan darah dagingmu kelaparan selama 5 tahun, tapi kamu menggait wanita kaya demi kebahagiaan kamu sendiri"
"Bukan begitu Sri, maafkan aku"
Nahlo, apa alasan Widodo sampai menikah lagi? Apakah yang akan terjadi dengan rumah tangga mereka? Kita ikuti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
"Permisi" Sally mengetuk pintu berkali-kali namun tidak ada yang membuka maupun menyahut. Padahal Ara sudah ribut ingin duduk mengeluh kakinya pegal-pegal.
"Bukan kamu saja sayang... Kaki Mama juga pegal" Sally menjawab, karena dirinya bukan hanya pegal saja, tapi juga sakit lantaran sepatu.
Sally mengerlingkan mata, di sebelah kanan dan kiri pintu terdapat dua kursi. "Kita duduk dulu yuk" Sally menunjuk kursi.
Dengan cepat Ara berjalan menuju kursi, tapi lagi-lagi mundur ketika menatap kursi yang hitam dan berdebu.
"Kenapa?" Sally mendekati putrinya.
"Mama bagaimana sih, nyuruh Ara duduk di kursi kotor seperti ini" Ara merengut kesal membayangkan jika bokongnya gagal-gatal.
Sally mendengus kesal, namun begitu tetap ambil sapu di sudut teras kemudian membersihkan kursi. "Sudah, sekarang Ara duduk" ucap Sally kemudian dirinya.
Satu jam sudah Sally bersama Ara menunggu, hingga akhirnya datang seorang pria yang tak lain Yono kakak iparnya memapah tubuh yang nampak lemah yaitu Parti.
"Mbah Uti... Om Yono..." seru Ara.
Parti yang tidak berdaya itu begitu mendengar suara cucunya seketika berjalan sendiri meninggalkan Yono. "Ara..." Parti memegang dagu Ara lembut. Jika kuat tentu ingin menggendongnya, tapi apa daya.
Ia tatap cucu dan menantunya itu tidak menyangka mereka akan datang ke sini. Namun, yang membuatnya Aneh mengapa mereka tidak bersama Widodo.
"Ibu sakit?" Tanya Sally ketika salim tangan mertuanya. Badan kurus, mata cekung, dan kulit semakin keriput. Berbeda setiap datang ke Jakarta, bu Parti selalu bugar.
"Beginilah Nak" hanya itu jawaban Parti yang menahan rasa sakit, karena memaksakan diri untuk menemui menantu dan cucunya. Parti ingin menanyakan kemana Widodo, tapi Yono menyela.
"Jika sedang kambuh penyakit ibu memang selalu begini, Dek" Yono yang menjawab, lalu menyilakan adik ipar dan keponakannya masuk.
Sally menggandeng Ara dan mertuanya yang berjalan lambat di belakang Wiyono yang tengah membuka gembok.
Tiba di dalam, Sally kaget ternyata rumah limasan tersebut tidak ada kamar, selain bale-bale berdebu, dan keras terlihat dari sinar matahari yang masuk melaui celah bilik. Sally tentu resah bagaimana jika Ara tidur nanti tentu akan protes. Ia menatap Yono yang membantu ibunya tidur di salah satu bale tersebut.
"Mbah Uti kan lagi sakit, kok bobonya di tempat keras seperti ini sih, Om" protes Ara seperti yang Sally pikirkan.
"Memang ini tempat tidur Mbah Uti, sayang..." Yono mengusap pundak Ara yang berdiri di sebelah Parti.
Sally hanya diam memandangi mertuanya, ia tentu tidak pernah lupa setiap Parti menginap di rumahnya betah berminggu-minggu dan tidak mau keluar dari kamar, ternyata ini alasannya.
"Mama... Ara mau pipis" Ara mendekati Sally.
"Yono, lihat kamar mandi ada air tidak" Lirih Parti, agar Yono menimba air.
"Ayo sayang... tapi kamar mandi Mbah Uti tidak seperti di rumah kamu loh" ujar Yono lalu berjalan ke belakang mengantar Ara ke sumur.
"Mana kamar mandi nya Om" Ara sudah kebelet.
"Disini" Yono membuka palang pintu lalu ke belakang rumah.
Sementara Sally mengikuti mereka dari jauh, ketika tiba di dapur pun berhenti. Hanya dapur satu-satunya yang disekat gepyok tua. "Mas Widodo..." Sally lagi-lagi ingat suaminya. Ingat suami Sally sampai lupa jika tujuannya ke Gunungkidul ingin mencarinya. Sally berputar mengurungkan niatnya ke kamar mandi, membiarkan Ara yang sedang protes ini itu ketika Yono tengah menarik kerek.
"Ibu" Sally berdiri di samping Parti.
"Iya Nak, sini duduk" Parti menggeser tubuhnya sedikit. Sebenarnya bale tersebut banyak tapi hanya itu yang bersih.
"Saya disini saja Bu" Sally berjongkok di sebelah Parti. Namun, ketika ingin menanyakan Widodo perut Parti keroncongan.
"Ibu lapar?" Sally pun menunda untuk bertanya.
"Ibu memang sejak pagi belum makan Sally" Parti menceritakan biasanya istri Yono yang mengirim nasi, tapi hingga sekarang belum datang.
"Apa ada penjual makanan terdekat Bu" Sally bermaksud membelikan mertuanya makan, walaupun membayangkan jalanan yang sulit seperti tadi.
"Ada, tapi jangan lewat samping rumah ibu" Parti menyuruh Sally melalui jalan yang baru saja ia lewati.
"Aku belikan nasi dulu Bu" Sally menitipkan Ara pada Parti jika putrinya itu mencarinya.
"Terima kasih Sal kamu jadi repot"
"Nggak repot Bu, Ngomong-ngomong ibu ada pantangan makan tidak?" Sally khawatir salah membeli makanan.
"Ikan asin, mie, sama yang pedas-pedas" Parti ingin pesan dokter.
Sally pun berdiri kemudian ke luar rumah melalui jalan yang masih muat motor. Ia tengok kanan kiri mencari warung makan yang sudah diberi ancer-ancer mertua. Hingga akhirnya tiba di warung sederhana tapi sangat ramai.
Sally menjadi pusat perhatian para pengunjung warung tersebut, tapi pura-pura tidak tahu. Ia lantas duduk di kursi kosong menunggu antrian.
Datang lagi satu wanita duduk di kursi yang sama dengan Sally. "Mbak bukan orang sini ya?" Tanya wanita itu ramah.
"Bukan, saya kerabatnya istri Yono" Sally menjawab asal padahal ia belum mengenal istri Yono.
"Oh gitu" si ibu percaya saja karena istri Yono bukan warga asli Gunungkidul.
"Yono sudah pulang, Mbak?" Wanita itu mengatakan jika Yono mengantar bu Parti ke klinik.
"Sudah, saya mau beli makanan untuk bu Parti" Sally tersenyum.
"Oh, enak banget bu Parti, tapi bagus lah kalau masih ada orang yang simpati" si ibu nampak sebal karena warga sudah tidak ada yang peduli karena perbuatan dulu menyakiti Sri.
"Hanya beli nasi kok, Bu" Sally tersenyum kecil.
"Ngomong-ngomong bagaimana keadaan bu Parti?"
"Lemas sekali, Bu"
"Sakitnya bu Parti itu akan sulit disembuhkan Mbak, kecuali minta maaf pada menantunya" Wanita itu mengatakan jika Parti kena karmanya sendiri karena sudah terlalu jahat dengan menantu. Ibu itu terus bercerita tanpa Sally tanya, tapi Sally tertarik untuk mendengarkan karena ingin tahu kebenarannya bahwa Sri dulu memang istri Widodo.
"Jahat sama menantu Bu?" Sally ingin tahu menantu yang mana, karena anak bu Parti ada dua.
"Gini ceritanya Mbak. Dulu Widodo punya istri yang namanya Sri Qonita"
Deg
Sally menunduk.
"Tapi sayang sekali, Widodo justru pergi alasan mencari kerja sejak putrinya lahir, tapi hingga sekarang belum kembali" ibu menceritakan penderitaan Sri ketika Widodo pergi keluarganya bukan membantu kesulitan Sri, tapi justru minta ini, itu, padahal berjualan kue sambil menggendeng bayi.
"Lalu Sri sekarang kemana Bu?" Sally pura-pura tidak tahu.
"Waktu itu pamit ke Jakarta, mudah-mudahan dia di sana berhasil" ibu itu sedih mengingat Sri yang rumahnya bersebelahan dan sudah seperti kakak adik.
"Mama..." Ara tiba-tiba muncul diikuti Yono. Semua mata berpaling ke arah mereka.
"Kok Ara nyusul, masih antri sayang"
"Biar saya saja yang beli Dek Sally, kalian sebaiknya pulang duluan" Yono inisiatif.
"Baiklah" Sally memberikan uang 100 untuk membeli makanan ibu yang bergizi, sebelum menuntun Ara hendak pulang.
"Siapa itu Mas Yono?" Sambar ibu-ibu yang sejak tadi hanya memperhatikan Sally tidak berani menyapa selain satu ibu.
"Itu istri Widodo yang baru" jawab Yono santai.
"Apa?" Wanita yang baru saja ngobrol dengan Sally seketika berdiri di hadapan Yono. "Jadi gini kelakuan Widodo, dulu Sri di rumah mati-matian menghidupi anak, dan kalian, tapi adikmu itu justru mencari wanita lain" ibu tetangga sebelah Sri menjadikan Yono sebagai sasaran. "Sri itu anak yatim sejak kecil, hidupnya belum pernah senang, tapi sampai sekarang belum pernah bahagia, justru tambah menderita, dan keluarga kamu penyebabnya, Yono"
"Usir saja pelakor yang sudah merebut Widodo itu" 5 ibu-ibu menatap ke arah Sally.
Sally yang belum berjalan jauh, mendengarkan mereka segera berlari. "Sayang, ayo lari sebelum ibu-ibu itu mengejar kita" Sally menarik-narik Ara.
"Ternyata semua warga sini sayang banget sama Sri. Sialan" Sally kesal, lagi-lagi melepas High heels agar cepat berlari. Bisa-bisa ia menjadi bulan-bulanan warga karena mereka menganggap ia seorang pelakor.
"Auw"
Karena terburu-buru, Sally menabrak seseorang.
...~Bersambung~...
.
hrse libur kerja selesaikan dng cepat tes DNA mlh pilih kantor di utamakan.
dr sini dah klihatan pras gk nganggap penting urusan kluarga. dia gk family man.
kasian sri dua kali nikah salah pilih suami terus.