Penikahan yang seharusnya berjalan bahagia dan penuh dengan keharmonisan untuk sepasang suami istri yang baru saja menjalankan pernikahan, tapi berbeda dengan Evan dan dewi. Pernikahan yang baru saja seumur jagung terancam kandas karena adanya kesalah pahaman antara mereka, akankah pernikahan mereka bertahan atau apakah akan berakhir bahagia. Jika penasaran baca kelanjutannya di novel ini ya, jangan lupa tinggalkan komen dan like nya… salam hangat…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Na_1411, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Evan yang sakit.
Dua bulan telah berlalu, dewi yang akhir akhir ini merasa sedikit tidak enak badan merasa badannya selalu terasa lemas. Saat ujian juga dewi merasa sangat malas mengejakan semua soal yang ada di depan mejanya, dia berulang kali memijat kepalanya untuk meringankan rasa pusingnya.
“Dewi, kamu tidak apa apa.”
Tanya Sinta melihat dewi yang dari tadi tidak fokus mengerjakan soal ujiannya, dewi menatap Sinta dengan pandangan sayunya.
“Rasanya lemas dan pusing sin, jalan jalan kita hari ini di pending dulu ya. Sepertinya aku mau langsung pulang, rasanya aku lengan rebahan aja.”
“Oh tidak masalah, yang penting kamu istirahat dulu aja. Wajah kamu juga terlihat pucat, apa aku hubungi kak Evan buat jemput kamu.”
“Tidak usah sin, kak Evan juga tidak ada di rumah. Dia sedang pulang ke rumahnya, biar aku pesan taksi aja.”
Tanpa mereka sadari galih yang melihat dewi sadari tadi dengan segera menghampirinya, dia berjalan sedikit tergesa takut jika dewi akan menghindarinya setelah mereka putus dua bulan yang lalu.
“Kenapa kamu wi..”
Tanya galih menatap dewi, dia terlihat sangat kawatir dengan kondisi dewi saat ini.
“Oh kamu galih, aku tidak apa apa. Hanya sedikit pusing aja, ya sudah aku pulang dulu ya.”
Saat dewi akan berlalu pergi dengan cepat galih memegang lengan dewi, walaupun mereka sudah resmi putus tapi galih tidak ingin dewi selalu menghindarinya.
“Biar aku antar kamu pulang.”
“Tapi…”
“Dewi aku mohon, jika kamu masih mengangapku teman. Ijin kan aku mengantarkan kamu pulang, jadi aku harap kamu jangan menolak niat baikku.”
Dewi menatap Sinta, dia meminta pendapat Sinta. Dengan anggukan perlahan Sinta perlihatkan ke dewi yang menatapnya, nafas berat terdengar dari hidung mancung dewi. Dengan terpaksa dewi pun menyetujui niat baik galih.
“Baiklah…”
“Aku ambil motorku dulu ya, kamu tunggu di depan gerbang sekolah. Sinta aku titip dewi.”
Galih berlari ke parkiran dengan cepat, dia bergegas menggambil motor miliknya. sedangkan Sinta menuntun dewi berjalan perlahan ke arah gerbang sekolah, pelan dan pasti mereka berjalan sambil menunggu kedatangan galih.
Belum ada lima menit Sinta dan dewi menunggu, galihpun datang dengan motor sportnya. Dia tepat berhenti di depan Sinta, dengan segera galih memberikan helm yang dia pinjam dari temannya ke dewi.
“Pakai ini dan naiklah.”
Galih masih berada di atas motornya, perlahan dewi naik motor milik galih dengan di bantu Sinta. Setelah dewi sudah siap, dengan segera galih mengajukan motornya perlahan.
Mereka terdiam dengan pikirannya masing masing, dewi yang merasa sangat pusing tanpa sadar menempelkan kepalanya yang terbungkus helm ke pundak galih.
Galih yang tidak ingin dewi terjatuh dengan segera menarik tangan dewi dan menangkupkan tangan dewi ke perut rata galih, dewi yang tadinya melamun terkejut merasakan galih yang memegang tangannya dan mengarahkan ke depan perutnya.
“Galih…”
“Agar kamu tidak jatuh, aku tidak ada niatan lain.”
Dewi diam tanpa berkata apapun, dewi mengakui jika dia butuh pegangan. Kepalanya yang semakin lama semakin pusing membuat dia seperti tidak kuat menahannya, dewi menuruti apa yang galih inginkan.
Perjalanan yang harusnya memakan waktu lima belas menit untuk sampai di kediaman dewi, menjadi dua puluh lima menit baru sampai di rumah dewi.
Sengaja galih memelankan laju motornya karena tidak ingin dewi merasa kedinginan, galihpun menghentikan motornya tepat di depan gerbang rumah dewi. Dengan segera dewi turun dan melepaskan helm nya, dia perlahan menyerahkan helm tersebut ke galih.
“Terima kasih galih, maaf aku tidak bisa menawari kamu masuk ke dalam. Aku ingin segera beristirahat siang ini.”
“Tidak mengapa dewi, aku juga akan langsung pulang. Kamu segera istrirahat ya, semoga kamu cepat sembuh. Oh iya, jika kamu masih merasa tidak enak badan, lebih baik kamu ijin untuk beberapa hari. Hari ini juga ujian terakhir.”
“Iya, terima kasih kamu udah care sama aku.”
“Itulah teman, aku akan selalu ada jika kamu butuhkan.”
Galih tersenyum menatap dewi, dia masih mencintai dewi walaupun dewi sudah memutuskan hubungan mereka sepihak.
“Sekali lagi terima kasih galih, kalau begitu aku masuk dulu ya. Kamu hati hati di jalan.”
Dewi segera masuk kedalam, dia tidak ingin melihat kepergian galih. Kepalanya seperti akan pecah jika dia berada di bawah terik matahari, jadi dewi segera memutuskan masuk ke dalam rumah sebelum pingsan.
Melihat dewi yang sudah masuk ke dalam, galih memilih pergi dari tempat tersebut.
Dewi segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur tanpa melepaskan seragamnya, dia butuh tidur untuk siang ini.
Sedangkan Evan yang masih berada di kota X, masih di sibukkan dengan tumpukan dokumen di depannya. Evan terlihat sangat fokus membaca dokumen di depannya, Evan yang awalnya hanya akan liburan seminggu menjadi urung.
Masalah yang terjadi di perusahaan cabang milik papanya membuat Evan harus menyerahkan skripsinya lebih awal, dia merasa jika masalah yang terjadi kali ini membutuhkan perhatian extra darinya. Sedangkan Eros yang masih berada di kota YYY, tidak bisa membantu Evan mengatasi masalah di perusahaan di kota X.
“Haaaahh… akhirnya setelah dua bulan ini aku bisa menyelesaikan masalah di perusahaan ini.”
Evan meletakkan kepalanya di sandaran kursi, dia merasa lelah akhir akhir ini menyelesaikan masalah di perusahaan milik papanya.
rasa kangen Evan tidak dapat dia bendung lagi untuk dewi, walaupun setiap hari Evan selalu menghubungi dewi. Tapi Evan merasa belum puas jika belum bertemu dewi.
“Kenapa tiba tiba kepalaku pusing sekali ya… dan perutku rasanya enggak enak.”
Evan segera berdiri dan berjalan ke arah kamar mandi, dia yang merasa mual segera memuntahkan segala isi di dalam perutnya. Makanan yang Evan makan tadi siang menjadi sia sia, Evan mengeluarkan semuanya di wastafel kamar mandi.
“Ada apa denganku, apa aku masuk angin atau aku salah makan tadi ya.”
Batin Evan menerka, dia membasuh mukanya setelah mencuci mukanya di atas wastafel. dia berjalan lunglai menuju ke sofa, merebahkan tubuh lemahnya Evan menatap plafon di dalam ruang kerjanya.
Lama lama Evan tertidur dalam posisi tubuhnya yang dia tabahkan di atas sofa. Pintu di ketuk dari arah luar tidak dapat membangunkan Evan, sampai bunyi deringan pintu terbuka pun Evan tidak terbangun smaa sekali.
Terlihat senyum dari seorang wanita yang berada di depan Evan saat ini, seorang wanita yang sudah berumur tapi masih cantik di usianya.
dia menatap Evan yang masih tertidur dengan lelapnya, sengaja dia tidak membangunkan Evan.
Setelah dua jam menunggu, akhirnya dia dapat melihat Evan yang berusaha membuka matanya. Tapi apa yang dia prediksi ternyata tidak sesuai ekspektasi, Evan segera berlari ke arah kamar mandi dan kembali memuntahkan isi perutnya.
“Evan… kamu tidak apa apa...?”
Suara lembut dari seorang wanita terdengar snagat kawatir melihat Evan yang tiba tiba berlari masuk ke kamar mandi, merasa pintu tersebut tidak di kunci wanita tersebut pun masuk ke dalam mengikuti Evan.
“Sayang… kamu tidak apa apa kan….?”
“Mama…”
Evan menoleh melihat mamanya yang tampak kawatir, dia kembali memuntahkan isi di dalam perutnya. Tapi hanya cairan yang dapat Evan keluarkan, sedangkan Emi yang menatap Evan terlihat snagat kawatir.
“Kita ke dokter ya sayang, mama kawatir ada penyakit serius di dalam diri kamu.”
Evan tersenyum lemah mendengar ucapan Emi, dia mencuci mukanya untuk menyadarkan dirinya. Evan menatap mamanya dan menuntunnya keluar, Emi mengikuti Evan dan kembali duduk di sofa.
“Baiklah aku ikuti apa saran mama, kita ke dokter sekarang agar mama tidka kawatir.”
Emi sangat lega mendengar Evan yang menuruti keinginannya, dengan segera mereka keluar dari perusahaan dan menuju ke arah rumah sakit.