NovelToon NovelToon
Tergoda Tunangan Sahabat

Tergoda Tunangan Sahabat

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Selingkuh / Cinta Terlarang / Pelakor / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:16.9k
Nilai: 5
Nama Author: Nunna Zhy

"Gue tahu gue salah," lanjut Ares, suaranya dipenuhi penyesalan. "Gue nggak seharusnya mengkhianati Zahra... Tapi, Han, gue juga nggak bisa bohong."

Hana menggigit bibirnya, enggan menatap Ares. "Lo sadar ini salah, kan? Kita nggak bisa kayak gini."

Ares menghela napas panjang, keningnya bertumpu di bahu Hana. "Gue tahu. Tapi jujur, gue nggak bisa... Gue nggak bisa sedetik pun nggak khawatir sama lo."

****

Hana Priscilia yang mendedikasikan hidupnya untuk mencari pembunuh kekasihnya, malah terjebak oleh pesona dari polisi tampan—Ares yang kebetulan adalah tunangan sahabatnya sendiri.

Apakah Hana akan melanjutkan balas dendamnya, atau malah menjadi perusak hubungan pertunangan Zahra dan Ares?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nunna Zhy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30

"Nih, handphone lo." Aaron menyodorkan ponsel Hana tanpa basa-basi.

Hana meliriknya sekilas, lalu meraihnya dengan waspada. "Lo dapet dari mana?" tanyanya curiga.

"Dari mobil gue. Lo lupa? Semalam lo ninggalin ini pas lagi gue isi daya." Aaron memasukkan kedua tangannya ke saku celana, dengan ekspresi datar.

"Semalam lo juga ninggalin gue di tengah tol, sialan!"

"Tapi lo masih hidup kan?"

Hana mendesis, menahan diri agar tidak melemparkan sesuatu ke wajah pria itu.

Sebelum dia sempat membuka mulut lagi, Aaron sudah lebih dulu berbicara. "Hari ini lo ada kelas, kan? Ayo, gue anter."

"Dih, lo kesambet apaan, nggak ada angin ataupun hujan mau jadi sopir gue?"

"Anggap aja gue lagi baik hati hari ini."

Hana menyilangkan tangan di depan dada, menatap Aaron dengan tatapan penuh selidik. "Lo yakin ini bukan jebakan? Atau lo ada maunya?"

"Kalau gue ada maunya, gue nggak akan nanya. Gue bakal langsung ambil."

Mata Hana menyipit. "Lo dengerin gue ya, Aaron Wijaya! Gue nggak bakal mau ikut lo kalau—"

Sebelum Hana selesai bicara, Aaron sudah berbalik dan berjalan santai ke mobilnya. "Yaudah, terserah lo. Gue cuma nawarin."

Dia membuka pintu mobil, lalu menoleh sekilas. "Tapi lo tahu sendiri, kan? Lo butuh informasi dari gue."

Hana mendecak. Sial! Sial! Sial!

Bajingan ini tahu titik lemahnya.

Dengan berat hati, Hana akhirnya menghampiri mobil Aaron dan membuka pintu penumpang. "Gue sumpahin mobil lo mogok di tengah jalan kalau lo macem-macem!"

Aaron hanya tertawa kecil sebelum menyalakan mesin. "Lima menit, kalau lo nggak nongol juga gue tinggal! Dan hubungan kita end."

"Vangkee lo!" Umpat Hana, lalu gegas masuk kedalam rumah untuk bersiap diri.

Begitu Hana menghilang ke dalam rumah, Aaron menyandarkan kepalanya ke jok mobil, bibirnya membentuk seringai kecil.

***

Di dalam rumah, Hana panik setengah mati. Sialan! Dia bahkan belum mandi!

Hana meraih handuk, mencuci wajahnya dengan cepat, lalu buru-buru mengenakan pakaian yang lebih layak daripada piyama kebesaran yang tadi dia pakai.

Saat melihat pantulan dirinya di cermin, dia mengerang frustrasi. Kantung matanya masih terlihat jelas. Rambutnya berantakan seperti sapu ijuk.

"Kenapa juga gue harus buru-buru demi cowok brengsek itu?!" gerutunya.

Tapi tetap saja, dia mengambil bedak dan sedikit lip tint, berusaha membuat wajahnya terlihat lebih segar.

Tiga menit berlalu.

Dengan kecepatan kilat, dia menyambar tasnya, memakai sneakers, lalu berlari keluar rumah.

Begitu dia muncul di depan pintu, Aaron sudah mengetuk-ngetukkan jarinya di setir mobil, seolah sedang menghitung detik.

"Tujuh belas detik lagi," katanya, melirik arlojinya. "Lo nyaris aja kehilangan gue, Princess."

Hana mendelik tajam. "Lo kelebihan percaya diri, ya?"

Aaron hanya terkekeh sebelum menyalakan mesin dan melajukan mobilnya.

Mobil sport itu membelah jalanan yang ramai dan sibuk. Hana menyadari jika arah yang dipilih Aaron tidak benar. Ini bukan arah ke kampusnya.

"Lo mau bawa gue kemana? Lo nggak nyulik gue kan?"

"Bawel, duduk dan diam saja. Nanti juga bakalan tahu gue bawa lo kemana."

Hana melipat tangan di dada, matanya tak lepas dari jalanan di depan mereka. Semakin jauh mereka melaju, semakin asing tempat-tempat yang mereka lewati.

"Gue serius, Aaron. Kalau lo ada niat aneh-aneh, gue bakal teriak."

Aaron terkekeh, sebelah tangannya dengan santai memutar setir. "Lo pikir siapa yang bakal nolongin? Orang-orang di luar sana sibuk sama urusan mereka sendiri."

Hana mendengus kesal, tapi diam-diam dia mulai cemas.

Lima belas menit kemudian, mobil itu memasuki kawasan elit. Rumah-rumah mewah berjajar disepanjang jalan.

Oke, ini mulai aneh.

"Aaron, gue serius nanya, lo bawa gue kemana, hah?"

Pria itu tetap diam, ekspresinya tak terbaca. Mobil berhenti di sebuah rumah mewah yang tersembunyi di balik pepohonan.

Aaron mematikan mesin, lalu menoleh ke Hana dengan seringai kecil. "Turun."

Hana menatapnya curiga. "Buat apa?"

"Gue bilang turun, nggak usah banyak cing-cong."

Entah kenapa, bulu kuduk Hana meremang. Apa yang sebenarnya direncanakan Aaron?

***

"Nenek udah nunggu. Lo mau turun sendiri atau gue harus gendong?"

"Lo gila, Aaron!" Hana masih terpaku di tempatnya, "Lo bawa gue jauh-jauh ke sini cuma buat main drama di depan nenek lo?"

"Siapa bilang ini drama?" Aaron menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Lo pacar gue, kan?"

Hana menghela napas panjang, lalu keluar dari mobil dengan berat hati.

Di teras rumah mewah yang luas, seorang wanita tua dengan senyum hangat sudah menunggu. Begitu melihat Hana, matanya berbinar.

"Cucu mantu nenek." Sapanya dengan wajah berbinar.

Hana merasa jantungnya hampir copot.

Cucu mantu? CUCU MANTU?!

Dia melirik Aaron dengan tatapan membunuh, berharap pria itu segera mengklarifikasi kesalahpahaman ini. Tapi alih-alih menjelaskan, Aaron justru tersenyum tipis, mengangkat bahunya seolah semua ini bukan masalah besar.

Sialan! Dia pasti sengaja!

"Hana," suara lembut namun berwibawa itu membuatnya tersentak. Nenek Aaron kini berdiri di hadapannya, menatapnya dengan lembut.

"Maaf ya, kemarin nenek nggak sempat sambut kamu dengan benar," lanjutnya dengan ramah. "Jadi hari ini, nenek minta Aaron bawa kamu ke sini supaya kita bisa berbincang lebih dekat."

Hana tersenyum kaku, otaknya bekerja keras mencari cara untuk keluar dari situasi ini.

"Ah... i-iya, Nek. Hana juga senang bisa berkunjung," katanya dengan suara yang hampir bergetar.

Di sampingnya, Aaron terkekeh pelan. "Tenang aja, Sayang. Nenek gue nggak bakal makan lo kok."

Hana mencubit pinggang Aaron sekuat tenaga. Sialan! Berani-beraninya dia manggil gue Sayang?!

"Ya udah ayo masuk, kita ngobrol-ngobrol di dalam."

Hana menahan geramnya sambil tetap memasang senyum manis di depan nenek Aaron. Ia mengikuti langkah wanita tua itu ke dalam rumah, sementara Aaron berjalan santai di sampingnya, terlihat sangat menikmati situasi ini.

Rumah besar itu terasa hangat dan nyaman, berbeda jauh dengan pemiliknya yang sekarang sedang jadi sumber kekacauan dalam hidup Hana. Begitu masuk ke dalam ruang tamu yang luas, nenek Aaron duduk di kursi berlapis beludru, lalu menepuk kursi di sebelahnya.

"Sini, duduk di dekat nenek."

Hana ragu sejenak, tapi kemudian melangkah mendekat dan duduk sesuai permintaan. Aaron, tentu saja, dengan santainya duduk di sebelahnya tanpa diundang.

"Jadi, Hana..." Nenek Aaron menatapnya dengan penuh perhatian. "Sejak kapan kamu dan Aaron mulai dekat?"

Hana langsung tersedak udara. Matanya melebar, dan ia nyaris melompat dari kursinya kalau saja Aaron tidak dengan sigap merangkul bahunya dan tertawa kecil.

"Kenapa? Kaget ditanya begitu?" goda Aaron, suaranya penuh kepuasan.

"Eh... um... kami..." Hana melirik Aaron, berharap pria itu bisa membantunya keluar dari situasi ini.

Tapi tentu saja, pria sialan itu malah menatapnya penuh arti, seolah menyuruhnya menjawab sendiri.

Hana mengutuk dalam hati.

"Sejak… sejak beberapa waktu lalu, Nek," jawabnya akhirnya, memaksakan senyum.

Nenek Aaron mengangguk-angguk pelan, tapi sorot matanya tetap tajam. "Hmm, kalau begitu nenek ingin tahu... sejauh mana hubungan kalian?"

Hana membatu.

Aaron? Sialan itu malah tersenyum penuh kemenangan.

"Kayak nggak pernah muda aja sih nek?" Kata Aaron, yang langsung mendapatkan toyoran di kepalanya.

"Awas kamu macem-macemin Hana, pake ko ndom kan?" Tanya nenek tua itu secara frontal.

"Mana enak nenek."

Hana nyaris tersedak udara untuk kedua kalinya dalam lima menit terakhir. Matanya membesar, pipinya terasa panas, dan rahangnya hampir jatuh ke lantai.

"NEK!" serunya dengan nada tinggi, setengah syok, setengah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Sementara Aaron hanya terkekeh geli, seolah tidak terganggu sama sekali dengan pembahasan super frontal neneknya.

"Apa? Nenek kan cuma memastikan cucu nenek nggak melakukan kesalahan yang nggak bertanggung jawab," kata nenek Aaron santai sambil menyeruput tehnya.

Hana masih ternganga. "Nek, kita tuh belum—"

"Apa?" Nenek mengangkat alis, menatap Hana dengan pandangan penuh selidik.

"Belum…" Hana melirik Aaron, berharap pria itu membantunya. Tapi tentu saja, pria itu malah bersandar santai di sofa dengan ekspresi menyebalkan.

Belum apa? Belum pacaran beneran? Belum sejauh itu? Belum siap menghadapi neneknya yang lebih savage daripada Aaron sendiri?!

Aaron tiba-tiba tertawa kecil dan merangkul bahu Hana, mendekatkan wajahnya ke telinga Hana. "Tenang aja, Sayang," bisiknya dengan suara rendah yang bikin bulu kuduknya berdiri. "Nenek cuma mau tahu seberapa serius hubungan kita."

Serius? Hubungan?

Apa dia bercanda?!

Hana hampir berdiri dari kursinya, tapi nenek Aaron menahan tangannya.

"Nenek suka anak ini," kata nenek itu sambil menatap Hana dengan senyum puas. "Cocok buat jinakin kamu yang liar, Aaron."

Aaron malah makin tersenyum, sementara Hana ingin menghilang ke dalam lantai.

Cukup lama Hana dibuat syik syak syok dengan pertemuan ini. Nenek Aaron bukan hanya frontal, tapi juga terlalu santai membahas hal-hal yang seharusnya tabu untuk orang seusianya.

"Nenek udah tua, Hana," ujar wanita itu sambil menyeruput tehnya. "Sebelum nenek mati, nenek pengen lihat Aaron bener-bener punya pendamping yang bisa ngerem sifat brengseknya itu."

Lagi-lagi, Hana tersedak ludah sendiri. Batuk-batuk kecil keluar dari mulutnya, sementara Aaron menahan tawa di sampingnya.

"Nek, lo kalau ngomong jangan ceplas-ceplos gitu dong," protes Aaron, tapi jelas-jelas dia menikmati kekagetan Hana.

"Lah, emang iya. Kamu pikir nenek nggak tahu kelakuan kamu selama ini?" Nenek Aaron mendengus. "Makanya, Hana, tolong jaga cucu nenek ini. Kalau bisa, jinakin sekalian."

Jinakin?

Hana melirik Aaron dengan tatapan yang penuh protes. Sejak kapan dia menandatangani kontrak jadi 'pawang Aaron'?

"Nek, kita tuh—"

"Nggak usah banyak alasan," potong neneknya cepat. "Nenek udah tua, tapi nenek nggak bego. Kalian ini cocok. Jadi, mau kapan kalian menikah?"

Hana hampir melompat dari kursinya.

Apa?

Menikah????

***

"Lama-lama gue bisa mati berdiri ketemu nenek lo." Dengus Hana saat mereka sudah di mobil untuk pulang.

Aaron hanya tertawa kecil sambil menyalakan mesin mobilnya. "Nenek gue itu asik, lo aja yang gampang panik," ujarnya santai.

"Asik dari mananya? Mulutnya kayak peluru, nembak terus tanpa jeda. Gue nggak ada persiapan mental buat dinterogasi begitu!"

Aaron melirik sekilas, sudut bibirnya terangkat. "Tapi lo berhasil lolos, kan? Berarti lo kuat."

Hana mendesah panjang, menyandarkan kepalanya ke jendela. "Kuat kepala lo! Lama-lama gue bisa mati berdiri tiap ketemu nenek lo."

"Tenang, kalau lo mati berdiri, gue yang bakalan mindahin lo ke peti mati dengan penuh cinta."

Hana menoleh tajam. "Gue gampar lo sekarang juga, Aaron!"

Tawa Aaron semakin keras, sementara mobil mereka melaju di bawah langit senja yang mulai memerah.

"Sekarang giliran lo, mana informasi yang lo janjikan?"

"Tenang aja, gue nggak pernah ingkar janji, Sayang." Aaron menekan pedal gas lebih dalam, mobil sport itu melesat dengan kecepatan tinggi.

"Berhenti manggil gue 'Sayang', Aaron. Gue bukan pacar lo beneran."

Aaron hanya terkekeh tanpa menjawab.

Beberapa menit kemudian, mobil berhenti di depan sebuah bangunan megah dengan desain industrial yang mencolok. Di gerbang besi besar, simbol naga merah terukir dengan gagah—markas Red Dragon.

Aaron keluar lebih dulu, lalu berjalan mengitari mobil dan membuka pintu untuk Hana. "Selamat datang di dunia, Aaron Wijaya."

Hana menatap gedung itu dengan perasaan campur aduk. Ini adalah pusat kekuasaan Aaron Wijaya—tempat di mana dia memegang kendali penuh.

Dan sekarang, dia melangkah masuk ke sarang naga.

Bersambung...

1
Rohani Belekokpret
tidur yah ko ga up up
Chalimah Kuchiki
ahhhh gemes
Chalimah Kuchiki
ah so suitttttttt mas polisi 🤗
Mas Sigit
nunggu lg deh UP nya
Chalimah Kuchiki
ayok mas ares tangkap penjahatnya
Mas Sigit
thor UP nya sehari 2x apa sprti kmrin"
Chalimah Kuchiki
siapa ya jadi penasaran aduh 🤭 lagi disekolah anak sempetin baca update terbaru
Mas Sigit
up nya yg bnyk dong thor
Mas Sigit
jgn" itu kkny hana
Chalimah Kuchiki
mas ares polisi idaman 😍
Mas Sigit
ga sabar nunggu kelanjutanny
Chalimah Kuchiki
duh siapa sih bikin penasaran...
Mas Sigit
episode ini sangat menegangkan dn buat penasaran
Chalimah Kuchiki
jangan jadi pelakor hana.. tapi mas ares idaman bgt sih secara kan polisi intel dewasa dan beribawah. cuma airon juga keren wkwk bad boy gitu sukakk
muna aprilia
lanjut
Chalimah Kuchiki
jangan di apa2in hanq nya ya
Mas Sigit
di tunggu UP nya kk thor
Chalimah Kuchiki
resiko orang cantik di rebutin dua cowo 🤭...
Chalimah Kuchiki
duh masa hana di jahatin gini
Chalimah Kuchiki
semangat hana.. jangan jatuh cinta ke siapa2 dulu, fokus cari tau penyebab meninggalnya pacar kamu siapa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!