Kisah cinta mama dan papa cukup membuatku percaya bahwa luka terkadang membawa hal manis, bagaimana mama pergi agar papa baik-baik saja, tanpa mama tahu, papa jauh lebih terluka sepeninggalnya.
Begitu juga dengan Tante Tania dan Appa Joon, tidak ada perpisahan yang baik-baik saja, tidak ada perpisahan yang benar-benar ikhlas. Bedanya mereka berakhir bersama, tidak seperti mama dan papaku yang harus berpisah oleh maut.
kukira kisah mereka sudah cukup untuk aku jadikan pelajaran, tapi tetap saja, aku penerus mereka dan semua ketololannya.
Aku, Davina David.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Egois
"Hans, tiga minggu lagi aku cabut dari Save zone."
"Uhhhuukkk uhhhkkk... ".
"Ppffttt... Ahahahha... Aduh ya Tuhan... Ahahahha...".
Tawa Davina meledak melihat kopi yang keluar dari hidung Hansel saking terkejutnya, masih terdengar tawanya sambil mengelap hidung dan sekitaran mulut pria jangkung itu tapi ekspresi terkejutnya belum berubah sama sekali.
"Kamu... Kamu serius?".
"Hmm... Kamu kira aku becanda untuk hal yang gak sepele gini."
"Pin... Apa karena cowo jelek itu?".
"Mungkin itu juga berpengaruh sedikit, tapi alasan terbesarnya bukan itu. Anak-anak ku di kids camp udah aku kirimin semua ke tempat yang lebih baik, yang lebih menjamin keamanan mereka, tinggal tiga lagi sama satu bayi, dan kebetulan mereka juga udah ada yang nerima. Tugas aku udah selesai Hans, udah waktunya aku balik ke Emery, aku rindu Seleste Ville. "
"Aku ikut kamu, Pandora juga udah baik-baik aja. Aku juga bakal balik ke perusahaan, sekarang rasanya aku bisa kerja disana lagi lebih tenang. Kita bisa saling mengunjungi kan nantinya?", tanya Hansel, Davina menggangguk dan tersenyum lebar.
"Harus, harus banget, karena sekarang cuma. Kamu yang bisa ngimbangin waras sama gila ku. Ricky udah pergi, Claren lagi sibuk yoga ibu hamil, biar kata jarak tempat kita ujung ke ujung, kamu harus tetep datengin aku kalau kamu gabut. Aku juga bakal datengin kamu, kalau kamu butuh aku."
Tap tap tap tepukan pelan di punggung Davina, menanggapi permintaan gadis itu.
"Dan Kai, aku harap dia ngga tahu aku bakal pergi dari Save Zone, udah cukup Hans, sampai disini aja."
"Aku boleh macarin kamu lagi ngga kalo gitu. "
Plak
"Akh.... "
Hansel menatap kesal Davina yang menatap nya datar setelah menggeplak kepala belakangnya. Seolah tidak terjadi apa-apa ia kembali menyedot matcha jumbonya sementara Hansel menggerutu kesal.
🍁🍁
"Makasih baby udah jagain aku." Seru Nadine dengan senyum lebarnya dan bibir sedikit pucat.
Kai hanya mengangguk sambil memperbaiki laju tetes infus yang menempel di punggung tangan gadis itu. Pikirannya tertuju pada gadis yang baru saja melarikan diri dengan pria lain, masih terbayang-bayang bagaimana wajah menyebalkan Hansel beberapa saat sebelum Davina memintanya melaju kan motor syaland itu.
"Brengs*yek...", lirih Kai sambil menatap kosong ke arah infus yang menancap di punggung tangan Nadine.
"Hah? A-apa? Baby kamu ngomong apa?", kaget Nadine karena jelas sekali ia mendengar umpatan itu.
"Ah ngga... Kamu istirahat aja ya, aku mau ke pos sebentar."
"Kamu mau ketemu dokter cewe itu?", tanya Nadine dengan mata sudah berkaca-kaca.
"Ngga."
Jawaban pendek dengan ekspresi malas itu meyakinkan Nadine bahwa Kai dan Davina sedang tidak baik, ia tersenyum jahat, sepertinya ia tidak perlu kerepotan merusak hubungan mereka berdua. Tidak perlu terlalu sibuk, toh mereka sudah renggang juga.
Kai mondar mandir di Koridor transparan lantai dua Pandora Hospital, ia memandang fokus halaman depan rumah sakit itu, berharap orang yang ia tunggu kembali. Ia harus minta penjelasan sekarang juga.
Sudah satu jam menunggu dengan harap-harap cemas, tetap tidak ada tanda bahwa kesayangannya muncul. Dua jam, tiga jam, ia masih setia menunggu disana. Lalu terdengarlah deru lirih suara sepeda motor dari kejauhan.
"Hmmm... ", dehemnya lalu melangkah turun.
Ia mendengar suara tawa yang samar, hingga sampailah ia kepada si pemilik suara. Tidak ada yang terlalu istimewa, hanya Davina yang bercanda dengan Hansel, dua orang itu hanya saling bertukar tawa dan percakapan yang entah apa Kai juga tidak paham, tapi mereka seru sekali. Itulah yang membuat adegan tidak istimewa itu sangat menyebalkan. Davina tidak pernah se ceria itu jika bersamanya.
"Sayang, kita perlu ngomong. "
"Ngomongin apa dok?".
Deg
"Dok..? Dok katanya?".
"Aku mau bicara, ayo."
"Oh maaf dok, besok saya harus bekerja, jadi sudah waktunya istirahat saya mau kembali ke asrama."
Speechless
"Untuk apa dia jadi formal begini? Apa karena ada Hansel?". Batinnya terus berdebat soal perubahan sikap Davina, mulai dari panggilan hingga, saya saya saya yang diucapkan gadis itu beberapa kali.
"Hans... Duluan ya, sering - sering...", bugh... Sambil menggebuk punggung Hansel yang masih berada di atas motor itu lalu hendak melangkah.
"Heh... Helmnya... ", seru Hansel setengah teriak.
"Oh?... Hahahaha... Maaf maaf lupa." serunya enteng dan mendekat ke arah Hansel, dekat sekali dan memiringkan kepalanya sedikit agar Hansel mudah melepas kaitan helm itu di dagunya.
Jangan tanya bagaimana raut wajah Kai saat itu, jika saja ia lupa membunuh adalah tindak pidana, mungkin malam itu Hansel sudah dijadikannya tumbal proyek pembangunan gedung Trauma Pandora Hospital.
"Ok, udah... ", seru Hansel melepas helm yang tadinya menempel di kepala Davina.
"Tengkyu, duluan ya, permisi dok."
Tanpa menganggap penting ucapan Kai, Davina melengos begitu saja.
"VINA....!!! "
Davina spontan menghentikan langkahnya, dan berbalik, menatap Kai dengan yakin.
"Iya dok, ada apa?".
Detik itu juga kesabaran Kai habis, ia menarik tangan Davina dengan kasar menuju pos mereka, Davina memberi kode dengan tangannya di waktu sempit itu, agar Hansel tidak mengikuti atau melakukan apapun.
Klek
Pintu pos mereka Kai buka dan tutup kembali sama kasarnya. Ia cukup heran melihat ekspresi kekasihnya, dahulu Davina akan kikuk dan menahan tangis jika diperlakukan kasar begitu, tapi kali ia seolah ia sudah katam dan mati rasa. Ia duduk dengan santainya di sebuah bangku kecil yang biasa di gunakan pasien ketika menunggu giliran diperiksa.
"Sepenting apa sih dok yang mau di bahas? Saya sampai di tarik-tarik kayak maling ke pergok warga ."
Speechless part 2
"DAVINA....!!! ".
"Ngga usah teriak-teriak. Kuping saya masih berfungsi normal dok."
Speechless part sekian
"Aohhh... Cepetan deh, aku ngantuk Kai. Ini hampir subuh besok aku mau kerja lagi. Cepetan ada apa?!".
"Kamu kenapa? Kenapa kamu diemin aku? Kamu malah santai banget pergi sama si Hansel Hansel itu."
"Terus?".
"Terus? Terus kamu bilang? Hah? DAVINA...!!! ". bentuknya sekali lagi, dan Davina spontan berdiri kokoh di hadapannya dan menatap langsung mata Kai.
"NGGA USAH BENTAK-BENTAK GUA ANAK SETAN, GUA BISA DENGER, KUPING GUA FUNGSI, NGGA KAYA KUPING LU. GUA UDAH BILANG DARI TADI SIANG, KALAU KU KELUAR PINTU ITU KITA SELESAI, DAN APA? LU KELUAR DARI SANA! ARTINYA APA?! KITA END KAI, KITA UDAH PUTUS, JADI LU NGGA ADA HAK PROTES APA-APA. DAN GUA NGGA MAU TAHU LAGI TENTANG ELU DAN SEMUA PROTESAN LU. KUPING LU YANG NGGA BERFUNGSI DAN HARUSNYA GUA YANG BENTAK ELU, PAHAM?!! ".
Meledak, Davina meledak
"Kenapa kamu ngga paham Davina?", suara Kai sudah melemah.
"Apa yang harus gua pahami coba jelasin?".
"Dia datang kemari susah payah, dia pernah kecelakaan Davina, apa kamu ngga bisa pahami itu sebentar aja?".
"Hah? Astaga? Ahahahhahahahaha... Oh ya ampun, kalian berdua memangnya siapa? Sampai-sampai aku harus ikut paham soal kisah kalian itu? Siapa perempuan itu sampai-sampai aku harus ikut kasihan hanya karena dia pernah kecelakaan pernah mati atau apapun itu? Aku ngga paham cara kerja otak kamu, Kai. Dalam hal apapun kamu sempurna, tapi khusus bagian ini, kamu sumpah bego banget."
"Vina, aku cuma menghargai dia yang susah susah udah sampai kesini buat jelasin apa yang terjadi soal kesalah pahaman kami, Vina pl... "
"I don't care at all, Kai. Bukan urusan aku. Soal salah paham atau apapun itu, itu urusan kalian berdua dan aku sama sekali ngga mau tahu. Malah aku bantuin kan supaya kesalahpahaman kalian itu berbuah manis dengan aku ngelepas kamu. Case close."
"Vina... Kamu egois." seru Kai setengah membentak tapi matanya berkaca-kaca. Berbeda dengan Davina yang matanya kering dan terang sekali, tenang diluar, tapi sebenarnya ia berdarah-darah di dalam sana.
"Terserah, kamu mau anggap aku egois juga silahkan. Aku ngga keberatan. Bukannya emang harus egois ya untuk melindungi hal yang udah kita genggam, tapi kalau yang digenggam ngga mau, buat apa di pertahanin? Kayak ngga ada kerjaan lain aja."
Davina terlampau tenang menurut Kai, sementara pria itu sudah gemetar, hatinya mencelos hebat mendengar semua yang di ucapkan Davina.
"Aku pernah bilang kan ke kamu, aku ngga mau sama orang yang belum selesai dengan masa lalunya. Jangan bawa-bawa Hansel juga disini, karena dia ngga pernah berniat ngerusak hubungan aku sama kamu, bahkan dia ngga bela aku sama sekali, ngga memihak aku sama sekali ketika aku curhat tentang semua kesalnya aku ke kamu. Jangan samain dia sama perempuan itu."
Davina menjeda kalimatnya untuk mengambil napas, karena ia akan mengatakan inti dari semua yang ia paparkan pada Kai.
"Aku lepas kamu, Kai. Silahkan, kejar balik yang belum sepenuhnya kamu lepas, aku ngga se baik itu untuk paham kisah kalian. Aku egois untuk jagain yang aku rasa memang milikku, tapi kali ini aku yang salah, aku yang salah memilih dan menilai, ternyata bukan milikku juga yang aku jagain selama ini. Jadi, tolong jangan bahas apapun lagi soal kita, ayo saling berpaling kalau ngga sengaja ketemu. Aku duluan ya Kai, aku udah ngantuk. "
Kemudian ia berlalu dari sana, meninggalkan Kai yang masih mematung. Entah apa yang ia rasakan sekarang, diluar sakit hati, ia merasa kehilangan arah.
Apa memang begini akhirnya?
Apa memang Davina tidak paham apa yang di rasakannya?
Apakah Davina tidak bisa berbagi dirinya sebentar saja?
Kenapa Davina se egois ini tidak bisa memahami Nadine, padahal kan mereka sesama perempuan?
Kai will be Kai, right?
.
.
Dan begitulah kisah si dingin dan si lebih dingin berakhir malam itu, Davina juga melakukan dari hal yang paling kecil, mengganti yang memang harus di ganti.
.
From this :
.
To this :
.
.
.
.
TBC... 🍁